≡ Menu

Wedding foto videografi – dulu dan sekarang

Beberapa saat yang lalu, saya mengikuti dan mengamati fotografi dan videografi liputan di hari pernikahan (hari H). Terus terang saya cukup terkejut dengan perkembangan fotografi pernikahan saat ini khususnya di Jakarta, Indonesia untuk masyarakat golongan ekonomi menengah.

Dulu, crew liputan wedding itu hanya sekitar 2-3 orang, tapi sekarang, tidak terlalu mengherankan bila ada 4-5 orang crew video dan foto. Biasanya 2 orang mengambil foto, 2 orang video dan satu asisten untuk membantu fotografer/videografer dalam urusan peralatan dan lampu. Jumlah ini belum termasuk bila ada anggota keluarga, teman atau staf dari wedding organizer yang juga ikut mengabadikan momen pernikahaan ini.

Menurut pandangan saya, hal ini dipacu oleh beberapa faktor

Karena dibayar cukup mahal (yang biasanya tidak kurang dari puluhan juta per paket foto-video), jadi para crew juga dengan semangat memberikan yang terbaik, dengan meningkatnya jumlah crew foto video, diharapkan maka liputan akan menjadi lengkap dan komplit, gak ada secuil pun detil yang terlewatkan. Selain itu, jumlah crew yang banyak mungkin juga memenuhi harapan pengantin, karena merasa sudah membayar jasa dengan harga yang tinggi.

Kedua, karena peningkatan teknologi digital dalam foto video, yang mana banyak kamera digital SLR yang mampu merekam video, membuka peluang untuk meliput acara pernikahaan tersebut dalam bentuk foto fusion atau video clip. Hal ini bisa terbilang baru populer dalam beberapa tahun terakhir dan otomatis menambah jumlah crew. Biaya mengambil foto juga relatif lebih murah dengan jatuhnya harga digital SLR dibandingkan jaman kamera analog yang memerlukan biaya film dan cuci cetak. Kini, kita bisa mengambil ribuan foto tanpa takut akan biaya cuci cetak yang menggunung.

Intrusif

Dengan banyaknya jumlah crew yang terlibat, tidak bisa dihindari kalau acara pernikahan menjadi mirip acara pembuatan film, dimana banyaknya moncong lensa mengarah ke pengantin, keluarga dan para tamu. Bila pengantin terbiasa menjadi sorotan, misalnya adalah seorang selebriti atau model mungkin ini tidak ada masalah, tapi bila pengantin dan keluarga tidak terbiasa dengan kehadiran foto-videografer dengan peralatan-peralatannya, maka ini menjadi suatu kendala. Mereka menjadi tegang dan curiga kepada kita. Hal ini diperparah bila lokasi pernikahan di ruangan tertutup yang sempit.

Akibatnya adalah, gaya-gaya dan ekpresi yang tidak alami tidak hanya pengantin, tapi juga anggota keluarga yang lain, karena merasa seperti di “paparazzi.” Hal ini semakin parah bila anggota crew tidak menjalin suatu hubungan baik dan kepercayaan antara pengantin dan anggota keluarga lainnya.

Sebuah scene pernikahaan, terlihat 2 kamera, 1 video dan 1 lampu kilat mengarah ke pengantin yang sedang wedding dance. 2 kamera lainnya (termasuk yang mengambil foto) tidak terlihat. Total: 5 kamera dan 1 lampu kilat

Sebuah scene pernikahaan, terlihat 2 kamera, 1 video dan 1 lampu kilat mengarah ke pengantin yang sedang wedding dance. 2 kamera lainnya (termasuk yang mengambil foto) tidak terlihat. Total: 5 kamera dan 1 lampu kilat

Yang ideal?

Tidak ada pendekatan yang sempurna, seperti yang diulas diatas, banyak crew membuat suasana menjadi tidak begitu enak, tapi kalau kurang crew, bagaimana jika ada detil yang tidak terekam (miss the moment)? Adakah situasi yang ideal?

Menurut pandangan saya adalah kualitas lebih penting dari kuantitas, maka itu saya cenderung setuju dengan konsep “less in more” dalam fotografi pernikahaan. Daripada “capture it all (menangkap semua momen)” lebih baik menangkap “the defining moment (saat saat yang menentukan).” Tentunya untuk menangkap the defining moment, diperlukan latihan, pengalaman, dan keinginan untuk belajar mengembangkan diri secara terus menerus.

Dan lagi, semakin rileks dan enjoy pengantin, keluarga dan tamu-tamu, semakin percaya dengan kita, tentunya semakin banyak foto yang bagus. Bagaimana pendapat teman-teman yang lain?

About the author: Enche Tjin adalah pendiri Infofotografi, seorang fotografer, instruktur fotografi, penulis buku dan tour photography organizer. Saat ini, ia bertempat tinggal di Jakarta. Temui Enche di Instagram: enchetjin

{ 11 comments… add one }
  • Enche Tjin May 8, 2011, 6:43 am

    Karena kalau putih atau warna terang bajunya takut cahaya mantul jadi mempengaruhi cahaya lingkungan. Thanks 🙂

  • jefri May 8, 2011, 2:28 am

    Koh, knp para fotogafer n crew wedding fotografi itu, seragamnya sllu hitam-hitam??Apakah ada alasan dari segi teknik, atau cost down untuk seragamnya??hehehehe..
    Btw, bukunya keren Koh..

  • banismaulana March 27, 2011, 2:03 am

    saya kurang setuju fotografi dijadian bisnis,,, semuanya telah berubah,, sebuah estetika seni di perjualbelikan,, orang menempuh sekolah fotografi hanya untuk menjadi seorang fotografer profesional,, sangat memalukan,, sebuah karya seni bidang fotografi bagi saya adalah pemuas hasrat yang haus akan keindahan,, teknik olah digital hanya sebagai penyempurna,, orang lain tidak memiliki hak apapun untuk menjudge tiap karya seni yang saya buat….

  • juragan January 18, 2011, 3:06 am

    Menurut saya,Yah itung-itung membuka lapangan kerja baru lah…
    tapi tetep kualitas tetap di utamakan….

  • mono January 2, 2011, 10:09 pm

    menurut saya, adanya crew di suatu acara pernikahan ya karena kita di kehendaki dengan catatan kita lebih tau diri. “ingat junjung tinggi etika” kebetulan saya seorang fotografer …..

  • tukangpoto October 23, 2010, 10:21 am

    Menurut saya nggak masalah selama kualitas fotografinya bisa terjaga walaupun dengan lebih banyak crew yang meliput.

  • abhai ceqaz October 22, 2010, 2:03 am

    like this bangeth.., trims 🙂

    –(sori agak belok pak..)
    seandainya judul diatas ditambahi jadi “Bisnis Foto Videografi – Dulu dan Sekarang”.. Masih menjanjikankah..?? hehehe
    —mengingat teknologi dokumentasi ini semakin murah & mudah..

  • Rosario October 21, 2010, 5:22 am

    menurut saya, tidak menjadi masalah kalau ada cukup banyak crew yang ada..
    namun, yang perlu diatur ialah penentuan objek masing2 pemotret dan perekam..
    misalnya jika ada 5 org dengan 2 kamera, 2 video dan 1 lightning, pembagian objeknya dapat:
    1 kameraman, 1 perekam dan lightning menyorot pada pemeran utamanya, yaitu pengantin..
    sedangkan 1 kameraman dan 1 perekam lainnya menyorot para tamu yang hadir..
    hal ini dibuat agar semuanya tidak berkumpul pada satu objek yang sama, sehingga tidak terkesan sesak dan tidak nyaman..

  • abdul October 21, 2010, 2:05 am

    saya sangat suka dengan pendapat abang,,unutk foto wedding lebih baik ambil moment-moment yang pentingnya dulu untuk selanjutnya terserah,,,,,,,!

  • nugie October 20, 2010, 10:25 pm

    menurutku, semua tergantung dari permintaan klien [si pengantin], karena saat ini klien pun juga bukan orang yang gak ngerti arti sebuah dokumentasi [apalagi dokumentasi pernikahan]…saat ini klien semakin pandai dalam menentukan keinginan hasil dari sebuah dokumentasi…sehingga ketika klien minta detail gambar maka otomatis akan banyak moncong kamera [video dan foto] yang dibutuhkan…namun jika keinginan klien adalah ‘yang penting jangan sampe ketinggalan momen2 pentingnya’ maka jumlah moncong kamera bisa dikurangi…tapi dalam hati kecilku pun, aku setuju dengan Anda jika kualitas lebih penting dari kuantitas juga dengan konsep less in more…karena jika melihat/menghadiri sebuah acara pernikahan yang banyak moncong2 kamera rasanya jadi penuh dan gak sakral lagi deh…

    salam kalem dari jogja

  • jepry October 20, 2010, 10:18 pm

    Betul…………………..

Leave a Comment