≡ Menu

Skill pendukung fotografer di era modern

Salah seorang mentor saya pernah mengatakan bahwa saat ini fotografi sudah menjadi milik publik. Hal ini merujuk kepada kepemilikan alat. Pada era fotografi film, hanya segelintir orang yang memiliki kamera karena saat itu fotografi dinilai sangat mahal, baik alat maupun proses cuci cetak (termasuk harga roll film). Sekarang banyak kalangan yang bisa menikmati fotografi dari berbagai gadget, baik DSLR maupun jenis kamera pocket/compact.

Profesi fotografer pun sekarang sepertinya menjadi predikat semua orang yang memegang kamera. Tuntutan fotografer di era modern ini jauh lebih kompleks karena kita hidup di era teknologi. Sebagai fotografer yang rajin menabung untuk masa depan, kita harus belajar bidang lain yang berkaitan dengan fotografi. Salah satunya adalah multimedia. Mari kita kupas mengapa multimedia penting bagi fotografer.

Seperti biasa, mengerti arti kata multimedia sangat penting. Multimedia itu bisa jadi sebuah produk yang berasal dari banyak media. Menurut BBC, multi media adalah suatu kombinasi dari komponen text, audio, visual serta video (gambar gerak). Sudah jelas bahwa fotografi masuk dalam komponen visual. Dari segi produk, fotografi sendiri sudah bisa berdiri sendiri dengan output berupa foto.

Saya lebih tertarik untuk menarik keluar 4 komponen dari arti multimedia, yaitu text, audio, visual serta video, karena mereka itulah media bisa dimaksimalkan (baik terpisah ataupun serempak) untuk menyampaikan pesan khalayak luas.

Fotografer sebagai produsen visual harus menyadari bahwa hidup di era digital harus selalu mengasah kemampuan non fotografis untuk bisa bersaing dengan fotografer di seluruh dunia. Untuk itu seorang fotografer harus menguasai 4 komponen tersebut, dan tidak mudah untuk mempelajari semua elemen tersebut. Pengalaman bisa menjadi guru yang baik. Mencoba dan melakukan kesalahan bisa menjadi pelajaran. Disiplin bisa menjadi cara ampuh untuk menguasai 4 elemen tersebut.

Text

Fotografer jurnalis memang sudah akrab dengan text, karena dalam setiap foto tunggal harus menulis caption, ataupun harus menulis naskah pendek untuk melengkapi foto essay/story. Mulai dari menulis caption, bisa dikembangkan menjadi sebuah cerita pendek. Dari sebuah cerita pendek, bisa diubah menjadi sebuah tulisan reportase. Dari sebuah tulisan reportase, bisa diubah menjadi tulisan opini. Dasar menulis sudah mengakar di seorang fotografer, dan itu yang harus dikembangkan. Bukankah menyenangkan mengembangkan potensi untuk mendukung kegiatan fotografi kita?

Lalu kemanakah text-text yang sudah dibuat itu muncul? Paling simpel dan memungkinkan adalah di BLOG. Menghadirkan tulisan-tulisan di tengah-tengah kesibukan menjadi seorang jurnalis memang sangat sulit. Namun sekali lagi, tidak ada salahnya dicoba. Banyak foto jurnalis di dunia ini menyempatkan waktunya untuk mengisi blog sebagai rumah pribadi untuk tulisan-tulisan personal mereka. Anda mengenal John Stanmeyer? Simak blognya disini. Dia menuliskan banyak pengalamannya saat liputan di belahan dunia dan banyak hal yang bisa kita petik pelajaran dari blognya John Stanmeyer yang dimulai tahun 2011 ini.

Audio

Sewaktu bekerja dengan John Stanmeyer, saya pertama kali mengetahui bahwa dia selalu merekam apa yang terjadi saat dia motret. Hal tersebut populer dengan sebutan field recording. Apa tujuan dari field recording tersebut? Menurut saya melihat slide show dengan musik tertentu itu sangat mengasyikkan, namun ada satu hal yang mengganjal. Copyright lagu adalah tembok utama ketika kita ingin upload slide show foto kita di internet. Salah satu cara yang paling unik adalah dengan menghadirkan field recording sebagai pengganti music pada slide show foto.

Berarti seorang fotografer harus belajar mengedit audio dalam software tertentu. Terus terang, saya belum pernah belajar secara spesifik tentang audio dan recording. Mencari tahu di Google adalah jalan tengahnya, selalu ada cara untuk mengembangkan diri.

Visual

Sebuah elemen dasar dari seorang fotografer adalah visual. Fotografer harus sadar, paham dan mengerti bahwasanya foto yang dihasilkannya adalah sebuah bahasa visual yang seharusnya mudah dipahami oleh khalayak luas. Selalu terdapat pesan tersirat maupun tersurat dalam sebuah foto. Kendali dalam 2 sifat pesan tersebut terletak pada fotografer, dalam artian bagaimana cara penyajian fotografer kepada khalayak? Jika ingin disajikan ke belahan dunia luas, apakah elemen visual yang ada di dalam foto sudah bisa diterima orang-orang di negara lain, yang notabene diwakili oleh seorang editor foto?

Jaman ini jaman edan, dimana 300 juta foto di upload di Facebook. Sebuah konsumsi visual yang gila bukan? Berapa foto yang ter upload di internet jika FB sudah menyumbang 300 juta? Sisi baiknya adalah semakin banyak literasi visual dari website-website bermutu yang akan menjadi sumber referensi, motivasi dan inovasi dalam fotografi.

Video (gambar gerak)

Kamera DSLR kita sudah dilengkapi kemampuan merekam dalam format HD adalah sebuah nilai plus dari seorang fotografer. Bisa menghasilkan sebuah video reportase lengkap beserta foto-foto mungkin akan menjadi keharusan di masa mendatang. Bukan hanya video, gambar gerak seperti time lapse juga menarik untuk dikaji sebagai salah satu media penyampai informasi dengan cara yang unik.

Tambahan

Apa yang terjadi jika suatu saat anda menerima job, namun setelah di lapangan klien anda memberikan Anda kamera medium format? Padahal anda sudah membawa kamera DSLR full frame? Tidak semua fotografer dapat mengoperasikan semua jenis kamera, dan itu pengalaman yang terjadi saat saya bekerja sebagai asisten salah seorang fotografer di Sydney. Dia tidak bisa menggunakan kamera medium format. Untung saya sudah pernah memakai kamera medium format sebelumnya, meskipun tidak terlalu mahir. Saya pun langsung betulin semua settingnya dan bos saya sudah tinggal jepret saja.

Dari cerita ini dapat ditarik pelajaran bahwa pengetahuan akan alat sangat penting untuk seorang fotografer. Tidak perlu memilikinya, saya tahu menu-menu kamera medium format juga dari YouTube.

Kesimpulan

4 skill diatas adalah pembeda Anda dengan yang lain.

Tetap semangat
2w_^

Radityo Widiatmojo – website
Penulis, mahasiswa jurusan Photo Imaging,
Sydney Australia

About the author: Radityo Widiatmojo (Wiwid) Lulusan Ilmu Komunikasi yang mendalami fotografi jurnalistik dan komersial. Karyanya telah dipublikasikan di Tempo, Jawa Pos, Jurnal Nasional dan Majalah remaja HAI. Sempat bekerja untuk John Stanmeyer, fotografer VII Photo Agency, tahun 2008 di Denpasar. Aktif mengajar Fotografi di kalangan Mahasiswa dan umum, serta privat. Di tahun 2009 mendirikan studio foto khusus wedding. Pernah mengambil studi photo imaging di Sydney, dan saat ini bekerja sebagai fotografer dan penulis lepas. Tips dan Trik seputar fotografi bisa dilihat di http://fototiptrik.blogspot.com.au/, portfolio bisa dilihat di http://radityo-widiatmojo.com/

{ 4 comments… add one }
  • Reynald Lumantouw February 14, 2013, 5:37 pm

    tulisannya pas banget buat job yg lagi di dapat skrg….thx 😀

  • Ki Tadho Koesoemo February 14, 2013, 1:44 pm

    Manteb koh infonya, tetep semangat update ya…..

  • Nanang Prestijono February 13, 2013, 8:27 am

    informasi yang sangat mencerahkan bagi kita semua….ternyata kita tidak boleh berpuas diri dengan apa yang telah kita capai selama ini….tidak ada habis-habisnya ilmu yang harus dan dapat kita pelajari…..

  • Umar Rosyadi February 12, 2013, 10:18 pm

    Wah, nice share banget nih..
    Makasih banyak.

Cancel reply

Leave a Comment