≡ Menu

Review Fujifilm XE-1

Beberapa hari lalu, saya memiliki kesempatan untuk meminjam dari kamera Fujifilm XE-1, yang dibuat sejak bulan September tahun 2012. Ini merupakan kesempatan pertama saya untuk mencoba kamera seri Fuji X. Tapi saya hanya mencobanya kurang lebih dua hari, sehingga review yang saya lakukan tidak menyeluruh, tapi saya akan berusaha menyampaikan kesan yang saya dapatkan.

Kamera ini tergolong jenis kamera mirrorless (bukan DSLR) tapi kualitas gambarnya setara dengan kamera DSLR karena sensor gambar yang digunakan sebesar yang digunakan kamera DSLR.

fujifilm-xe-1-muka

 

Karena tidak memiliki cermin dan jendela bidik optik, maka ukuran kamera dan lensa bisa lebih kecil dari kamera DSLR. Berat Fuji XE-1 dan lensa 18-55mm f/2.8-4 OIS-nya totalnya hanya 660 gram saja. Sebagai info, kamera DSLR pemula rata-rata 500 gram (body kamera saja), yang semi-pro biasanya 750-900 gram.

Yang beda dengan kamera digital pada umumnya adalah kendali aperture dan shutter speed di kamera ini. Sistemnya seperti sistem kamera film di jaman dahulu. Bukaan lensa diatur dengan memutar ring di lensa, shutter speed melalui roda yang berada diatas kamera. Tidak ada roda mode seperti kebanyakan kamera digital. Jika ingin mengunakan mode Auto, putar saja ring bukaan ke huruf A dan shutter speed juga ke huruf A. Jika ingin set mode aperture priority (A/Av) atau shutter priority (S/Tv), putar saja salah satu shutter/aperture ke A. Ada roda kompensasi yang terletak dibagian paling kanan kamera yang sangat membantu untuk mengendalikan terang gelap/exposure.

Untuk komposisi foto, ada dua cara, yaitu dengan mengunakan layar monitor di bagian belakang kamera beresolusi 460.000 titik, ada juga jendela bidik beresolusi tinggi yaitu 2.4 juta pixel. Secara kualitas jendela bidik sangat baik, tapi di kondisi cahaya yang terang, kita perlu benar-benar menempelkan mata kita ke kamera baru terlihat jelas. Untuk orang yang berkacamata seperti saya, agak sulit, maka itu saya sering mengunakan tangan kanan saya untuk menghalangi cahaya lingkungan masuk ke jendela bidik.

Mengoperasikan kamera cukup mudah terutama untuk yang berpengalaman, penyesuaian itu sudah pasti perlu, tapi tidak menjadi masalah setelah 1-2 hari mencoba kamera ini.

fujifilm-xe-2-belakang

Kinerja autofokus Fujifilm XE-1 ini cukup lambat di kondisi gelap, di kondisi terang lebih cepat, tapi kadang hunting (cari fokus bolak balik) di kondisi cahaya yang kurang kontras (misalnya pemandangan disaat mendung). Kinerja autofokus ini sudah ditingkatkan di kamera penerusnya yaitu XE-2 dan XT1 (Sayangnya, keduanya saya belum pernah coba juga).

Kinerja operasi kamera cukup baik, hanya jika memotret dengan format RAW dan berturut-turut, kamera butuh waktu yang cukup lama untuk memproses dan menuliskan ke memory card. Usul saya adalah mengunakan memory card yang cepat, minimal class 10.

Mengganti area Autofocus (AF) agak sedikit lambat, karena posisi tombol AF disebelah kiri bawah. Tombol atas-bawah-kiri-kanan bisa digunakan untuk mengganti area AF, untuk konfirmasinya, kita harus menekan tombol AF lagi. Karena posisi tombol AF di bawah kiri, maka dibutuhkan dua tangan untuk mengganti AF, menurut saya ini terlalu lambat dibandingkan dengan kamera lain yang pernah saya gunakan.

Seri Fujifilm X terkenal karena sensor gambarnya X-Trans, yang tidak memiliki low-pass filter, sehingga kualitas gambarnya bisa lebih tajam. Di lapangan saya mencoba memotret subjek yang tidak bergerak, seperti tulisan, detail arsitektur, hasil fotonya sangat tajam. Tapi saat memotret subjek yang bergerak, ketajaman foto kadang menurun, bukan karena shutter speednya terlalu lambat, tapi sepertinya autofokusnya kewalahan dalam mengikuti.

Soal warna, banyak yang antusias terhadap warna-warna Fuji, yang color palletenya berdasarkan pengetahuan dan sejarah dengan berbagai film seperti Provia, Velvia, Astia. Saya mendapati warna hasil foto cenderung kuat Magentanya (seperti merah muda). Saya kurang tau juga kenapa demikian. White Balance saya parkir ke AWB. Untuk foto pemandangan, warna-warna terlihat tidak natural di mata saya, mirip foto film jaman dahulu. Bagi sebagian orang mungkin suka, terutama yang dari jaman kamera film.

Saran saya bagi yang memiliki kamera ini mungkin lebih baik mempelajari setting proses kamera dan motret dengan format JPG daripada RAW.

Soal kualitas foto dengan noise tinggi, saya mendapati kamera ini cukup handal. ISO 3200 di Fuji XE-2 noisenya masih sangat halus. Tapi saya juga mendapatkan kontroversi yang saya baca di website-website review itu benar, bahwa pengukuran ISO di kamera Fuji ini tidak standar seperti kamera digital lainnya. Dengan ISO yang sama, gambar hasil kamera Fuji XE-1 ternyata lebih gelap daripada gambar hasil kamera lain. Gelapnya kira-kira 2/3stop. Maksudnya untuk mendapatkan foto dengan terang-gelap yang sama dengan ISO 1600, Anda memotret dengan ISO 2200 di Fujifilm.

Secara keseluruhan, kualitas foto yang dihasilkan Fujifilm kurang lebih setara dengan kamera digital bersensor APS-C  lainnya. Hanya saja karena tidak ada low pass filternya, maka foto terlihat sedikit lebih tajam. Jika dibandingkan dengan kamera full frame, kualitasnya masih dibawah, tapi dibandingkan dengan kamera bersensor APS-C yang ada saat ini, kamera ini cukup bersaing.

Fuji XE-1 mungkin cocok untuk fotografer travel yang khusus untuk foto human interest atau portrait. Paling cocok untuk fotografer yang suka desain retro dan punya sedikit pengalaman di era kamera film. Untuk pemandangan saya agak ragu merekomendasikannya karena warnanya yang tidak begitu lazim dan mungkin perlu banyak proses editing untuk mendapatkan warna yang natural.

Karena XE-1 sudah cukup “berumur”, maka rekomendasi saya lebih ke Fujifilm XE-2 atau XT1 yang memiliki prosesor lebih cepat sehingga kinerja kamera terutama autofokus lebih cepat, wifi, tombol-tombol bisa dikonfigurasi dan resolusi layar LCD lebih tinggi.

Kelebihan Fujifilm XE-1 dimata saya

  • Desain retro yang menarik dengan perpaduan bahan logam dan plastik
  • Sistem kendali seperti jaman kamera film yang relatif simple
  • Ukuran dan berat yang relatif ringan dibandingkan kamera DLSR
  • Kualitas foto tajam terutama untuk subjek tidak bergerak (pemandangan, dll)
  • Dynamic range cukup baik
  • Konstruksi lensa-lensa XF 18-55mm f/2.8-4 OIS sangat baik
  • Banyak pengaturan untuk proses JPG misalnya Film Simulation, highlight and shadow control, dll.

Kekurangan Fujifilm XE-1

  • Kinerja kecepatan Autofokus relatif lambat dan kadang tidak berhasil
  • Kinerja kecepatan proses dan penulisan foto format RAW cukup lambat, terutama saat foto berturut-turut
  • Eye cover untuk jendela bidik tidak terlalu besar, menyulitkan saat memotret di lingkungan yang terang
  • Posisi tombol AF memperlambat penggantian fokus
  • Warna foto cenderung ada warna magenta yang terlalu kuat
  • Standar ISO tidak sama dengan kamera digital lain
  • ISO tinggi (12800 & 25600) hanya bisa dengan format foto JPG
  • Harga relatif  tinggi

Beberapa contoh foto dengan kamera Fujifilm XE-1 dan lensa Fujifilm XF 18-55mm f/2.8-4 OIS.

Terima kasih kepada Bpk. Gunawan Setiadi untuk peminjaman kamera dan lensanya.

Film Simulation Velvia membuat saturasi warna lebih tinggi dari aslinya.

Film Simulation Velvia membuat saturasi warna lebih tinggi dari aslinya.

Velvia DSCF1277 DSCF1304 DSCF1212 DSCF1170
DSCF1170

Krop 100% dari foto diatas

Krop dari dua foto diatas

Krop dari dua foto diatas

—-
Buku panduan membeli kamera dan lensa “Smart Guide for Camera and lenses” bisa dipesan disini

About the author: Enche Tjin adalah pendiri Infofotografi, seorang fotografer, instruktur fotografi, penulis buku dan tour photography organizer. Saat ini, ia bertempat tinggal di Jakarta. Temui Enche di Instagram: enchetjin

{ 13 comments… add one }
  • Lala June 23, 2018, 10:56 am

    Ko XE-1 gk bisa transfer gambar pake wifi ke hp ya ?

  • Enche Tjin February 16, 2016, 8:04 am

    XA2

  • Agung March 23, 2015, 1:42 pm

    Ko enche, review xt-1 dong sama fiturnya hehe

    • Enche Tjin March 23, 2015, 7:06 pm

      Oke, kebetulan besok ada yang minjemin 🙂

  • yusup November 10, 2014, 11:11 am

    Pengennya mo buat portrait satu badan. Tp ngambilnya dr seberang kolam. Kmrn cb pake EFS 55-250 tetap g bs, sekelilingnya msh tll luas. Jd mikir2 kl ntar beli lensa lg, cukup 50-150 f/2.8 trus pake teleconverer, ato beli lensa yg lebih panjang, misal Sigma 120-400 (tp bukaan g konstan). Krn sy sebenarnya pengen beli Sigma 50-150 f/2.8, tp kl ntar msh butuh lensa lain yg harga sama kan sayang.

  • yusup November 10, 2014, 8:49 am

    Ko, nanya dikit ttg converter lenses. Ko2 blg kl pake wide converter kualitas foto berkurang, tp gmn kl ttg pemkaian teleconverter? Mmg bukaan lensa jd berkurang, tp ada kemunduran2 lain ga? Ko2 utk Sigma 70-200 f/2.8 jg pake teleconverter? Lbh pilih yg 1.4x ato yg 2x sekalian, ya? Thanks sebelumnya

    • Enche Tjin November 10, 2014, 9:52 am

      Jadi kurang tajam, buat motret apa? kalau memang objek jauh banget dan motret di tempat terang yang 2x mungkin wajib, tapi kalau gak terlalu jauh 1.4x saja supaya bukaannya gak jadi kecil dan ketajaman masih lumayan.

  • nicho November 7, 2014, 11:53 pm

    kalo di banding Olympus OMD EM 10,pilih mana bang

    • Enche Tjin November 10, 2014, 2:33 pm

      Plus minus sih, kalau kualitas gambar lebih tajam dan low lightnya lebih bagus XE-1, Kalau saya pribadi pilih Olympus OMD EM10 karena kinerja autofokusnya lebih cepat, stabilizer di body dan lensa-lensanya kecil2 dan cukup banyak.

  • erna oen November 7, 2014, 8:04 am

    harga gimana ko?

    • Enche Tjin November 7, 2014, 10:47 am

      Kamera yang dibahas diatas dengan lensanya saat ini dijual kira-kira 13.8 juta.

      • omadmin November 7, 2014, 11:31 am

        bener jga ternyata, Harga relatif tinggi

Cancel reply

Leave a Comment