≡ Menu

Pengalaman mengunakan sistem Olympus OMD ke Jepang 2016

Bagi yang mengikuti blog Infofotografi ini, mungkin mengetahui bahwa awal bulan April sampai pertengahan bulan April, saya memiliki agenda tour foto bersama murid-murid saya ke Jepang. Di kesempatan kali ini, saya menguji kamera Olympus OMD EM5 II dan beberapa lensa fix yang saya ulas disini.

olympus-to-japan-2016

OMD EM5 II bukan kamera yang ditujukan untuk fotografer pemula, jadi menurut saya banyak hal yang perlu dipelajari terutama sistem menu, setting dan lain-lain. Sayangnya saya tidak memiliki cukup banyak waktu untuk mengkustomisasinya, sehingga saya mengunakan apa-adanya saja.

Setelah mengunakannya selama dua minggu untuk menghasilkan 3350 foto, dan beberapa video klip, pengalaman saya cukup positif. Sebenarnya awalnya saya agak bingung mau memulai dari mana untuk mengulasnya, tapi saya coba memecahkannya ke dalam beberapa bagian/aspek.

Ukuran dan ergonomi

Ukuran yang ringkas dan tidak berat. Total dengan semua tiga lensa yang saya bawa tidak lebih dari 1 kg. Karena saya mengunakan ransel dalam perjalanan kali ini, berat bawaan sama sekali tidak terasa. Saya merasa lebih bebas daripada biasanya.

Saya juga tidak merasa ada masalah kenyamanan dalam menggengam atau mengoperasikan kamera. Olympus OMD EM5 II cukup nyaman dipegang ditangan. Dan karena saya mengunakan lensa-lensa fix yang rata-rata cuma memiliki berat 100-200 gram, saya tidak merasa keseimbangan kamera terganggu. Bahkan saat saya memasang lensa paling panjang yang saya bawa, Olympus 75mm f/1.8 yang beratnya sedikit diatas 300 gram juga tidak masalah.

Soal tombol-tombol dan roda kendali saya rasakan juga cukup lengkap. omd-em5-ii-two-dialOMD EM5 memiliki sistem tuas seperti Olympus OMD EM1. Saat posisi di mode 1, dial di bagian depan berfungsi untuk mengatur shutter speed/kompensasi eksposur, sedangkan dial di bagian belakang berfungsi untuk mengatur aperture/kompensasi eksposur. Di posisi mode 2, dial bagian depan berfungsi mengatur ISO, dan dial bagian belakang berfungsi untuk mengubah WB (White Balance).

Saya pribadi tidak begitu menyukai sistem tuas ini, karena saya sering lupa harus membalikkan tuas dari mode 2 ke 1 sehingga saat saya ingin mengubah shutter speed, yang terubah malah ISO-nya. Saya lebih suka ada tombol ISO yang khusus. Mungkin saya bisa kustomisasi tombol ISO di salah satu tombol fn.

Satu lagi yang saya kurang suka adalah posisi tombol video kurang begitu enak, saya lebih suka kalau tombol video yang merah diletakkan di posisi lebih depan sehingga lebih mudah diakses. Saya beberapa kali merekam video dengan kamera ini dan saat ingin merekam video, kadang salah tekan tombol.

Sistem menu Olympus cukup kompleks dengan banyak halaman menu, dan sub menu. Tentunya bagi yang baru memegang butuh waktu cukup lama untuk mencari dan mengingat posisi setting. Tapi untung ada Super Control panel, sehingga jadi tidak terlalu masalah karena sebagian setting penting sudah ada di menu ini dan saya bisa mengaksesnya dengan menyentuh layar secara langsung. Cuma saya baca, Super Control Panel ini harus diaktifkan dulu melalui menu, jika tidak tidak akan muncul. Caranya bisa dibaca di web Olympus.

Kualitas gambar

Kualitas gambar yang dihasilkan dari kombinasi kamera dan lensa-lensa premium Zuiko ini sangat tajam. Selain faktor lensa, sensor kamera EM5 II ini sudah tidak memiliki low pass /AA filter, sehingga lebih tajam saat di zoom 100% dari sensor konvensional yang berfilter AA. Tapi kadang-kadang muncul moire di beberapa bagian foto yang berpola seperti pola di bagian atap kuil ini. Pola seperti ini bisa dibetulkan di software seperti Lightroom.

moire

Seperti yang saya ulas diatas, saya jarang harus mengunakan ISO tinggi. Antara ISO 100-400 saya masih bagus. Di ISO 400, bagian shadow/gelap, sayup-sayup terlihat ada sedikit noise. Diatas ISO 400 baru mulai terlihat noise (bintik-bintik) jika di perhatikan dengan seksama di 100%. Tapi untuk cetak saya rasa masih tidak masalah. Batas kualitas foto yang masih bisa saya diterima di ISO 3200.

Taisekiji gate

Data teknis: ISO 1600, 1/8 detik, f/4, 12mm (ekuivalen 24mm di FF). Stabilizer 5 Axis saat membantu saat memotret di malam hari dengan penerangan seadanya (lampu taman). Dengan kamera yang tidak memiliki stabilizer, saya harus menaikkan ISO ke sekitar 5000 untuk mendapatkan shutter speed 1/30 detik.

Di Jepang, saya jarang harus mengunakan ISO tinggi karena kebanyakan perjalanan dilakukan di outdoor sekitar jam 8 pagi sampai 6 sore. Bisa dibilang 85% dari foto bisa saya ambil dengan ISO 200 (yang direkomendasikan sebagai ISO terbaik/base ISO kamera ini).

Hal ini disebabkan karena kamera ini memiliki 5 axis stabilization, jadi saya cukup pede saat harus mengunakan shutter lambat, selain itu, saya membawa lensa fix yang bukaannya rata-rata f/1.8 jadi gak terlalu masalah soal kondisi kurang cahaya.

Berbeda dengan anggapan sebagian besar fotografer, untuk kondisi kurang cahaya, jikalau subjek yang dipotret tidak bergerak, menurut saya, Olympus OMD EM5 II malah lebih handal untuk mendapatkan foto yang tajam daripada kamera yang bersensor lebih besar (APS-C/Full frame). Hal ini dikarenakan 5 axis stabilizationnya efektif, resolusi sensor yang tidak terlalu besar (16 MP) dan depth of field yang luas, sehingga tidak perlu kuatir saat mengunakan bukaan besar.

dynamic-range-em5-ii

Saat diproses editing dengan Adobe Lightroom, saya melihat file RAW-nya memiliki dynamic range cukup baik, tapi bukan yang terbaik yang pernah saya lihat. File EM5 ini bisa dipulihkan bagian yang terang dan gelapnya tapi tidak begitu sempurna, bagian yang tadinya gelap jika diterangkan muncul sedikit noise. Tapi saya nilai cukup lumayan, kualitas file gambarnya bisa bersaing  dengan sebagian kamera yang berukuran sensor APS-C yang lebih besar.

OMD EM5 II memiliki fitur unik yaitu otomatis mengambil 8 gambar dan memadukannya untuk hasil foto dengan resolusi 40 MP. Sayangnya saya tidak sempat mengujinya karena kebanyakan jenis foto yang saya ambil di Jepang bersifat candid/snapshot. Untuk fotografer yang bergerak di foto produk atau still life mungkin bisa memanfaatkannya lebih baik.

Warna merupakan hal yang subjektif, tapi saya menyukai warna yang dihasilkan. Saya biasanya set picture modenya ke Natural, dan saya cukup senang dengan warna yang dihasilkan. Warna kulit juga terlihat alami, tidak terlalu pekat, atau kemerahan.

Bokeh / Depth of field

Bokeh atau latar belakang blur akan sulit didapat jika dengan lensa zoom yang rata-rata memiliki bukaan f/4-5.6 karena ukuran sensor micro four thirds. Jika mengunakan kamera bersensor full frame, pakai f/4 latar belakang yang gak fokus sudah blur, tapi di micro four thirds, tidak demikian, perlu lensa berbukaan lebih besar dan memiliki jarak fokus yang lebih panjang. Beruntung saya membawa lensa fix berbukaan besar seperti 25mm f/1.8 dan terutama 75mm f/1.8 sehingga tidak terlalu sulit bagi saya untuk membuat subjek tajam dan latar belakang blur.

Data teknis: ISO 500, f/1.8, 1/2500 detik, 75mm (ekuivalen 150mm di FF). Sedikit catatan:  Saya kelupaan setting ISO, mestinya ISO 200, tapi terlanjur salah karena sebelumnya motret di tempat yang gelap, hahaha. Seharusnya ISO 200 hasilnya lebih mulus.

Kesimpulan

Secara keseluruhan saya cukup senang mengunakan kamera dan beberapa lensa fix dalam perjalanan ke Jepang. Memang ada beberapa kendala seperti  saya harus sering berganti-ganti lensa karena semua lensa yang saya bawa tidak bisa zoom, dan saya kurang familiar dalam menu-menu kamera dan kadang salah setting. Tapi tidak ada masalah besar, rata-rata kendala muncul karena saya belum kenal baik dengan kameranya. Intinya, sistem seperti ini menawarkan ukuran kamera dan lensa yang ringkas dan tidak memberatkan dan praktis, tapi mampu menghasilkan kualitas foto yang bagus.

Baca lebih lanjut:

  1. Mengulas perbedaan kamera Olympus OMD
  2. Mengenal kelebihan kekurangan sistem Micro four thirds

Kedepan, saya akan mengulas tentang lensa-lensa yang saya pergunakan.


Jangan lewatkan kegiatan belajar fotografi dan tour fotografi yang dapat diperiksa di halaman ini. Untuk info, boleh menghubungi 0858 1318 3069.

About the author: Enche Tjin adalah pendiri Infofotografi, seorang fotografer, instruktur fotografi, penulis buku dan tour photography organizer. Saat ini, ia bertempat tinggal di Jakarta. Temui Enche di Instagram: enchetjin

{ 6 comments… add one }
  • wilya January 24, 2017, 8:06 am

    ko, saya mau beli kamera tapi masih bingung nih, dari ketajaman gambarnya pilih kamera yg mana ya, sony a6000, fujifilm xt10 atao fujifilm ax3. untuk kesediaan lensanya, antara sony dan fujifilm yang mana ya yg harga lensanya yg lebih murah.? satu lg ko, dimana ya tmpat jual kamera, rekomendasi ko di jakarta dmn ya? terimakasih

  • afif April 19, 2016, 3:15 pm

    maaf om out of the topic…mau tanya, sony a6300 bisa pake speedlight third party seperti merk nissin gak? ato harus merk sony?
    om mana yg lebih tajam hasilnya lensa sony E 35mm f/1.8 OSS atau E 50mm f/1.8 OSS ?
    terima kasih banyak om 🙂

    • Enche Tjin April 20, 2016, 12:06 pm

      Bisa saja, misalnya Nissin i40 atau i60. Tentunya harus versi for Sony ya.i60

      Dari pengalaman saya, lebih tajam 35mm f/1.8, tapi kalau ingin buat latar belakang blur, yang 50mm lebih ok.

      • afif April 20, 2016, 6:56 pm

        mau tanya lagi om…kalo pake lensa canon yg L series apakah hasilnya tetap tajam seperti memakai lensa sony type FE ( Full frame)?
        adapter yg cocok buat sony a6300 untuk lensa canon supaya autofocusnya tetap jalan, merk and tipenya apa ya om?
        terima kasih banyak om 🙂

  • Liany April 19, 2016, 7:35 am

    Ko Enche lebih pilih mana Olympus omd em5 II atau Sony a6300, thx

    • Enche Tjin April 19, 2016, 9:36 am

      Tidak bisa dijawab langsung karena kedua kamera memiliki spesialisasi masing-masing. Menurut pendapat saya, kalau untuk sehari-hari seperti foto-foto lifestyle, subjek gak bergerak/still life seperti makanan, travel candid/snapshot dll, Olympus OMD EM5 II dan lensa-lensanya yang mungil, ringkas dan enak digunakan.

      Sedangkan kalau suka fotografi aksi (subjek bergerak), ingin merekam video kualitas 4K yang sangat tajam/tinggi resolusinya, dan foto pemandangan, Sony A6300 diatas angin. Mudah-mudahan membantu menentukan pilihan kameranya.

Cancel reply

Leave a Comment