≡ Menu

Share dari tur fotografi Jepang : Gear, teknik dan hasil fotonya

Saat tur ke Jepang 8-14 April lalu, gear yang saya bawa adalah kamera Samsung NX300, dan sebuah kamera saku Lumix LF1. Pilihan ini tidak lepas dari saran Enche Tjin setelah mempertimbangkan sifat turnya yang banyak berjalan kaki, menuntut mobilitas tinggi dan sering naik turun kereta api. Lagipula kebutuhan fotografinya termasuk simpel dengan konsep lebih ke travel, street dan arsitektur dengan cahaya cukup. Oleh karenanya saya masih optimis dengan performa kamera yang ada beserta satu lensa kit 18-55mm OIS, satu lensa tele basic 50-200mm OIS, satu lensa lebar 12-24mm dan satu lensa bokeh/low light 45mm f/1.8. Toh apalagi Samsung NX300 saya anggap sudah mumpuni dengan 20 MP APS-C sensor, beserta hybrid AF yang lumayan cepat dan akurat dalam mencari fokus.

Simpel gear, kecil ringan dan cukup bisa diandalkan

Jepang boleh dibilang kaya akan spot fotografi, baik dari budaya dan orangnya hingga kecanggihan dan megahnya karya arsitektur kota. Di musim semi kali ini juga tentu ingin sekalian mendapat foto bunga sakura yang indah namun masa mekarnya tidak lama (1-2 minggu saja). Saya merasa sebagai fotografer di Jepang ini gayanya jadi lebih seperti turis, godaaan untuk terus melakukan snapshot (jeprat-jepret) begitu kuat. Istilahnya nemu apa saja difoto 🙂 Tapi tetap saya latih untuk mendisiplinkan diri, semisal mencari komposisi yang baik, memilih fokal lensa yang sesuai dan momen yang tepat.

Setting kamera

Setting kamera lebih sering pakai mode A, lalu ISO saya set ke Auto kecuali keadaan tertentu. Bahkan WB pun kadang saya biarkan Auto, tapi juga sesekali saya kunci di Daylight atau Cloudy bila diperlukan konsistensi warna. Umumnya foto saya diambil hanya dengan format JPG fine tapi sebelumnya di kamera harus sudah memilih style dan efek yang saya sukai, mayoritas style yang saya pilih bergaya Vivid color karena banyak warna warni indah selama tur yang saya temui.

Bunga Sakura, Samsung NX300 dengan lensa telefoto 50-200mm

Bunga Sakura, kamera saku Panasonic Lumix LF1

Selama tur kami keluar dari hotel di pagi hari, dengan periode hunting foto dari pagi hingga sore, dan kadang juga malam. Pagi hingga sore, apalagi siang hari, adalah keadaan kontras tinggi yang kerap dialami fotografer travel. Disini saya manfaatkan teknik expose to the right dengan file RAW saat diperlukan, guna mendapat foto dengan dynamic range paling optimal tentunya setelah melalui proses editing. Contohnya foto berikut ini adalah hasil apa adanya dari JPG, memang tidak memuaskan tapi saya bisa memaksimalkan melalui editing :

Hasil foto JPG dari kamera

Hasil foto JPG dari kamera

dan proses recovery shadow highlight, sedikit koreksi lensa (distorsi, rotasi, finging dsb) dan penajaman (clarity, sharpening) didapat hasil yang lebih sesuai keinginan saya :

Setelah diedit saya dapatkan dynamic range lebih sesuai keinginan

Setelah diedit saya dapatkan dynamic range lebih sesuai keinginan

Jadinya setiap saya menghadapi keadaan serupa, umumnya untuk foto bangunan dengan unsur langit dan ada bayangan pohon, saya tinggal memanfaatkan proses perbaikan dynamic range dengan cara serupa, kecuali saat di suatu tempat yang kontrasnya lumayan lebar saya manfaatkan teknik HDR dengan 3 eksposur berbeda.

Lensa favorit?

Dari berbagai keadaan yang tentunya perlu fokal lensa yang beragam, saya bisa ambil kesimpulan kalau di tur kemarin lensa paling cocok buat saya adalah lensa wide 12-24mm yang mampu memberi perspektif berbeda dan dramatis. Lalu lensa fix 45mm juga saya cukup banyak pakai untuk sudut pandang normal, atau keadaan kurang cahaya, atau potret dan main bokeh. Sisanya untuk snapshot, candid dan general purpose saya cukup puas dengan performa duo lensa basic 18-55mm OIS dan 50-200mm OIS.  Jadi semua lensa sama pentingnya, tapi memang saya rasakan paling senang saat memakai lensa 12-24mm yang lebar. Kalau kamera saku saya malah lensanya fleksibel, dia bisa mencakup dari 28-200mm sehingga lumayan enak buat snapshot.

Share foto berdasarkan gear

Kamera saku Lumix LF1 yang saya pakai termasuk basic dengan sensor 10 MP berukuran 1/1,7 inci, masih jauh dari ukuran minimum untuk kualitas ‘aman’ bagi fotografi yaitu 1 inci (menurut opini saya). Di Jepang tentunya saya hanya manfaatkan kamera saku untuk snapshot ringan, dengan sesekali mengambil klip video. Tapi disaat tertentu asal cahaya cukup, dan dengan memakai file RAW saya bisa upayakan hasil yang lebih baik melalui editing :

Panasonic Lumix LF1, editing RAW ke JPG

Panasonic Lumix LF1, editing RAW ke JPG untuk kontras dan clarity

Panasonic Lumix LF1, editing RAW ke JPG

Panasonic Lumix LF1, editing RAW ke JPG bisa merecover highlight di langit

Panasonic Lumix LF1, editing RAW ke JPG

Panasonic Lumix LF1, editing RAW ke JPG untuk pengaturan warna dan kontras

Kamera Samsung NX300 menjadi gear utama saya selama tur di Jepang. Sesekali saya perhatikan orang Jepang yang melihat kamera saya menatap agak lama seperti merasa aneh dengan kamera yang saya kalungkan di leher. Mungkin memang disana jarang sekali ada produk kamera non Jepang sehingga merasa aneh dengan kamera Samsung yang saya bawa. Semua lensa yang saya pakai tentu bermanfaat, tapi khususnya saya suka lensa lebar 12-24mm. Lensa wide ini punya ukuran kecil dan ringan, ekuivalen dengan 18-35mm di full frame, kombinasi lensa wide dan layar lipat membantu imajinasi saya bisa menjadi kenyataan 🙂 Ini beberapa hasil foto dengan lensa 12-24mm yang umumnya saya set di posisi 12mm :

Kombinasi lensa lebar 12mm dengan layar lipat membantu mendapat perspektif unik dengan angle sulit

Kombinasi lensa lebar 12mm dengan layar lipat membantu mendapat perspektif unik dengan angle sulit

Lensa 12-24mm dengan proses RAW ke JPG

Masih bermain low angle dengan lensa lebar dan layar lipat

Slow speed 2 detik di Tokyo Tower

Slow speed 2 detik di Tokyo Tower, langit biru ini hanya sebentar sebelum akhirnya menjadi hitam gelap

Lensa kit 18-55mm biasanya dipakai untuk kebutuhan umum karena bisa lebar dan bisa agak tele, dan saya juga pakai lensa ini bila perlu bantuan penstabil getar OIS. Jadi lensa kit ini bisa untuk dipakai di macam-macam kebutuhan dasar seperti ini :

Gunung Fuji yang malu-malu diselimuti awan

Gunung Fuji yang malu-malu diselimuti awan, lensa kit 18-5mm, dikrop jadi 16:9

Lensa kit 18-55mm masih mumpuni untuk potret

Lensa kit 18-55mm masih mumpuni untuk potret

Lensa fix punya kekuatan di bukaan yang besar, kualitas gambar lebih tajam dan bokehnya juga lebih menarik. Disini lensa 45mm ekuivalen dengan 68mm sudah lumayan tele saya pikir masih bisa dianggap sebagai lensa normal 50mm yang cocok untuk kebutuhan skala/perspektif yang orisinil/otentik atau apa adanya.

Lensa fix 45mm

Lensa fix 45mm untuk perspektif yang hampir sama dengan apa yang kita lihat

Lensa fix 45mm cocok dipakai disaat low light dan untuk membuat boke

Lensa bukaan besar memang cocok dipakai disaat low light tanpa perlu ISO tinggi, dan juga untuk membuat bokeh

Lensa tele biasanya diidentikkan dengan memotret benda-benda yang jauh sehingga tampak lebih dekat, lebih besar dan lebih detail. Ya ada benarnya juga, tapi yang lebih penting bagi saya lensa tele juga bisa mengkompresi dimensi membuat benda jadi tampak datar dan tidak terasa depth atau kedalamannya, seperti contoh Sky Tree yang seolah ada disamping gedung-gedung di sampingnya.

Saat seperti ini dibutuhkan lensa tele untuk kompresi skala (2 dimensi)

Saat seperti ini dibutuhkan lensa tele untuk kompresi skala (2 dimensi), fokal lensa di 135mm

Lensa tele 50-200mm juga cocok untuk detail dan bokeh asal cahaya cukup

Lensa tele juga cocok untuk detail dan bokeh asal cahaya cukup terang

Lensa tele 50-200mm diedit jadi hitam putih untuk memberi kesan kontras

Diedit jadi hitam putih untuk memberi kesan kontras, efek lensa tele juga mengkompres dimensi sehingga lebih datar

Itulah share saya dari hasil jalan-jalan dan hunting foto ke Jepang. Bagi anda yang ingin mempunyai bekal teknis ataupun seni untuk fotografi travel bisa mengikuti kelas Mastering Photography Art and Technique, hari Sabtu dan Minggu 23-24 April 2016 mulai jam 10.00 bersama Enche Tjin dan saya.

About the author: Erwin Mulyadi, penulis dan pengajar yang hobi fotografi, videografi dan travelling. Sempat berkarir cukup lama sebagai Broadcast Network TV engineer, kini Erwin bergabung menjadi instruktur tetap untuk kursus dan tour yang dikelola oleh infofotografi. Temui dan ikuti Erwin di LinkedIn dan instagram.

{ 1 comment… add one }
  • Alfadi May 7, 2016, 12:03 am

    Untuk editing dari raw ke jpg. Itu maksud ny seperti apa ya om? Apakah ada artikel yang membahas hal tersebut? Terima kasih

Leave a Comment