≡ Menu

Mengapa foto kita kadang terlihat biasa saja?

Jaman sekarang semua orang suka memotret, dan tentu hasil fotonya ingin terlihat bagus dan bisa dibanggakan. Demi itu semua ada orang yang rela membayar mahal untuk beli kamera, lensa dan peralatan foto, pergi ke tempat-tempat yang indah atau ikut event hunting bareng ke berbagai lokasi. Tidak sedikit juga orang yang sudah merasa berupaya maksimal tapi mendapat hasil yang kurang memuaskan, kadang fotonya terlihat biasa saja dan kurang terasa istimewa. Mengapa hal itu bisa terjadi?

dsc01270

Suasana hunting foto matahari terbit di pantai Sawarna. Taken with Sony A6000.

Pada dasarnya tidak semua foto harus ‘wow’ tergantung pada banyak hal. Pertama kita lihat dulu faktor ekspektasi saat memotret. Apa yang difoto? Dimana lokasinya? Apa alat yang dipakai? Kadang kita cukup ambil foto snapshot dan cenderung sifatnya dokumentasi saja, atau memang berada di lokasi yang biasa saja, atau memakai alat yang kurang memadai, ya tentu ekspektasinya tidak usah terlalu tinggi. Tapi bayangkan saat sudah mempersiapkan segala sesuatunya (tentu dengan ekspektasi tinggi) tapi pulang membawa hasil yang kurang maksimal tentu kecewa kan..

Menurut saya yang paling fundamental adalah perlu menguasai dasar fotografi dengan baik. Apapun alatnya, esensi fotografi adalah mengatur eksposur dengan tepat sesuai keinginan dan keadaan. Oke lah kita makin terbantu oleh kecanggihan teknologi, kamera punya fitur auto yang semakin cerdas, ya tidak apa-apa, disyukuri saja. Tapi tetap saja setiap fotografer wajib tahu soal eksposur, terang gelap dan hal-hal teknis yang terkait didalamnya (histogram, over, under dsb).

Kedua adalah latih teknik memotret kita, banyak foto yang kurang menarik karena tekniknya kurang baik. Paling sering terjadi adalah salah mengatur fokus alias fokusnya tidak pas, juga sering didapati foto yang goyang karena speed kurang cepat.

dsc_1784-angkor-mk

Cahaya matahari sore memberi nuansa hangat dan lebih disukai dalam fotografi. Taken with Nikon D5100.

Faktor lain yang juga penting adalah pencahayaan. Disini kita perlu berlatih melihat cahaya, sifat cahaya dan arah cahaya, juga menunggu waktu yang tepat untuk foto dengan cahaya matahari. Maka itu waktu ideal foto di alam terbuka adalah saat matahari terbit atau terbenam. Untuk yang suka foto potret atau produk, cahaya juga sangat penting dan untuk itu perlu menguasai teori dan praktek flash. Banyak foto yang kurang menarik gara-gara cahaya yang tidak mendukung, biasanya membuat foto jadi flat, tidak berdimensi atau biasa saja.

Transparan, reflektif, siluet, biru, oranye, pattern/geometri, setidaknya itulah yang saya lihat bakal menarik kalau saya ambil. Taken with Canon 70D.

Transparan, pantulan, siluet, biru, oranye, pattern/geometri, setidaknya itulah yang saya lihat dan saya pikir bakal menarik kalau saya ambil. Anda tidak harus sependapat dengan saya karena anda tidak berada langsung di lokasi ini. Taken with Canon 70D.

Okelah anggap kita semua sudah menguasai semua ini, baik dari fundamental fotografi, teknik, lighting dan momen terbaik, tapi kenapa ada orang yang punya karya yang terlihat lebih wow dari yang lainnya? Ada yang bilang itu karena bakat alam, ada orang yang terlahir punya jiwa seni yang tinggi, dan ada juga yang tidak. Menurut saya bakat atau jiwa seni akan terlihat dari vision seseorang (art of seeing), bagaimana dia melihat sesuatu (kadang melihat secara abstrak), lalu muncul ide kreatif yang tidak terduga baik dari sisi komposisi, angle dan sebagainya. Bagi mayoritas kita yang merasa belum sampai ke taraf seperti itu, ya cukuplah mengerti dulu memilih fokal lensa yang tepat untuk setiap kebutuhan. Dengan begitu di lapangan tidak sampai mati gaya karena salah bawa lensa 🙂

Tempat yang kurang menarik. tapi ada momen unik, langit biru dan saya gunakan lensa lebar dengan angle rendah

Tempat ini agak kurang menarik karena air di waduk Jatiluhur saat foto ini diambil lagi surut-surutnya. Tapi saya lihat ada momen unik yaitu kambing berbaris rapi mencari makan (ada repetisi disini), plus langit yang biru dan saya gunakan lensa lebar dengan angle rendah. Taken with Olympus E-PL5.

Bagaimana dengan tempat atau lokasi? Soal tempat yang cocok untuk foto sebetulnya tidak terlalu masalah, tempat yang bagus bisa dicari karena sekarang banyak pilihan lokasi untuk kita foto-foto. Tidak selalu juga harus tempat yang ideal, keren banget, atau grand vista, bahkan tempat yang terlalu bagus akan jadi foto klise dan ribuan orang pun punya foto itu dengan bentuk yang mirip-mirip. Kadang tempat yang kurang wow bisa dijadikan lebih menarik dengan kreativitas, teknik dan pencahayaan yang baik yang dibahas di atas. Bahkan genre seperti street fotografi bisa blusukan cari lokasi yang aneh-aneh, misal masuk ke gang di kampung, untuk mencari keunikan, mengasah kecepatan timing kita, mencari momen tak terduga, alias expect the unexpected..

Digital editing banyak sekali membantu dalam meraih hasil akhir sesuai keinginan, karena kamera belum tentu bisa menangkap hasil langsung sesuai yang kita mau. Taken with Canon 6D.

Digital editing banyak sekali membantu dalam meraih hasil akhir sesuai keinginan, karena kamera belum tentu bisa menangkap hasil langsung sesuai yang kita mau. Taken with Canon 6D, editing dengan Lightroom untuk memainkan warna, kontras, clarity dan pengurang noise.

Terakhir adalah bagaimana bila tetap saja kita masih kurang puas dengan foto yang kita ambil? Ingat kalau saat ini mayoritas kamera sudah digital, artinya ada workflow tambahan yang harus dikuasai, bahkan fotografer era film pun harus belajar lagi. Apa itu? Ya digital imaging. Kuasailah teknik editing, pahami bagaimana filosofi editing yang baik (bagaimana pengaturan saturasi, WB, hue, contrast, noise reduction dsb). Lalu pahami juga soal kualitas foto secara digital, karena jangan-jangan foto kita sudah baik, tapi salah pengaturan di digitalnya. Seperti apa? Misal resolusi piksel kurang sehingga pecah saat dicetak, setting kompresi terlalu tinggi sehingga kualitas gambar turun/muncul artefak/posterization dan detailnya menurun drastis. Idealnya kan foto itu dilihat/dinikmati dalam bentuk cetak (paper print), tapi kalau kita kan sudah terbiasa melihat di display entah laptop, ponsel atau TV dan itu juga membawa limitasi dan masalah sendiri. Ingat display perlu dikalibrasi warnanya, lalu resolusi display juga menentukan (saatnya beli TV 4K, hehe..) dan apakah kita melihat foto dari harddisk atau malah dari sosial media? Ini yang paling miris, kebanyakan foto dari sosial media (FB, IG, twitter dsb) sudah dikompres dan di downsize sehingga filenya kecil, tapi tidak enak dilihat..

So, tetap semangat ya, kalau anda merasa hasil foto anda masih kurang maksimal, tetaplah berusaha dan terus tingkatkan kemampuan / skill fotografi anda secara bertahap.

————————————————————————————————————————————————————

Yuk ikuti berbagai kegiatan infofotografi untuk menambah pengetahuan anda tentang fotografi. Tersedia berbagai kursus mengenal kamera, dasar fotogafi, workshop potret, editing dan tur dalam dan luar negeri yang jadwalnya bisa dicek di halaman ini.

 

About the author: Erwin Mulyadi, penulis dan pengajar yang hobi fotografi, videografi dan travelling. Sempat berkarir cukup lama sebagai Broadcast Network TV engineer, kini Erwin bergabung menjadi instruktur tetap untuk kursus dan tour yang dikelola oleh infofotografi. Temui dan ikuti Erwin di LinkedIn dan instagram.

{ 6 comments… add one }
  • Bang Nasrul November 17, 2016, 9:39 pm

    Terima kasih infonya, bermanfaat 🙂

  • Andy Peng November 4, 2016, 5:41 pm

    Mas Erwin, perihal histogram sy baca yg ideal adalah penyebaran area shadow dan highlight seimbang, utk fotography malam umumnya histogram akan condong kekiri jadi panduan ideal atas exposure yg baik tdk selamanya berlaku, bukan begitu atau sy keliru ? Trimakasih atas penjelasannya mas Erwin.

    • Erwin Mulyadi November 7, 2016, 11:20 am

      Kalau saat kita foto di kondisi cahaya ideal dan lengkap kontrasnya (terang gelapnya) iya histogram mesti seimbang dan berada di tengah. Tapi kan kalau tujuannya khusus spt foto malam yg gelap atau foto low key ya histogramnya memang mesti condong ke kiri. Histogram di kiri akan jadi keliru kalau tujuan kita ingin eksposur normal karena nanti fotonya jadi gelap.

  • jakfar November 3, 2016, 7:24 pm

    Inspiring ni mas erwin

  • Triyadi November 3, 2016, 4:54 pm

    Salah satu bagian tersulit juga bagi saya yaitu memberi judul atau caption pada foto tersebut, ada tips dan trik atau saran juga ga om?

    • Erwin Mulyadi November 4, 2016, 3:40 pm

      Judul sih bebas aja, tapi kalo caption itu kebutuhannya apa dulu, apa seperti foto essay, atau mau ditimpa di foto seperti quote atau kata2 mutiara. Kalo quote cari di internet aja, hehe..

Cancel reply

Leave a Comment