≡ Menu

Kesan pertama dengan kamera Panasonic GH5

Beberapa saat lalu, Infofotografi kedatangan bayi baru, Panasonic GH5 dan lensa Leica DG Vario-Elmarit 12-60mm f/2.8-4 ASPH. Peminjaman gear ini bertepatan dengan sehari sebelum trip ke Pangalengan. Enche menyerahkan satu buah buku manual GH5 untuk saya pelajari. Baru saja dibaca beberapa halaman, saya pun mulai mengantuk. Alhasil, saya pun berangkat dengan modal nekad.

Kesan Pertama

Kamera ini cukup nyaman dalam genggaman tangan saya yang tergolong kecil. Berat 1 kg untuk body dan lensa masih terasa nyaman untuk hunting seharian. Yang paling saya sukai tentu saja saya tidak perlu repot-repot mengganti lensa karena rentang 12-60mm nya setara dengan 24-120mm di full frame. Untuk kapasitas baterainya ketika dibandingkan saat menggunakan GX85, saya tidak perlu mengganti baterai untuk foto seharian dengan GH5. Untuk hunting perdana ini, kami dihadapkan dengan cuaca berkabut. Jadinya tidak ada foto yang ‘wah’ kali ini.

Yang paling saya sukai dari kombinasi kamera dan lensa ini adalah warnanya yang sangat natural. Untuk warna sulit seperti orange dan merah, saya tidak perlu mengedit sama sekali sehingga ketika saya memasukkan semua foto ke dalam software Adobe Lightroom (Lr), saya jadi bingung apa yang harus dilakukan. Tidak ada penggeseran-penggeseran slider di Lr yang dilakukan untuk foto-foto yang diambil dengan baik dan benar.

Disiplin Memotret itu Mutlak

Karena bersensor kecil (sensor 4/3 inch) rentang dinamik kamera ini tergolong rendah. Kesalahan eksposure yang terlalu jauh akan menimbulkan noise jika terlalu dipaksa untuk diedit (baik over expose maupun under expose). Jadi dalam menggunakan kamera ini, kita harus selalu memperhatikan betul settingan yang dipakai. ISO, bukaan dan speed yang sembarang dipilih tanpa pemikiran yang matang di kondisi cahaya sulit akan menyebabkan foto yang kurang maksimal (tak layak tampil hahaha). Tak heran, sejak menggunakan kamera Panasonic ini (baik GX85, G7 ataupun GH5) saya selalu mendapat ceramah dari Enche tentang kedisiplinan memotret. Asalkan ada yang salah setting, pastinya kata-kata “motret itu kok ga disiplin, gimana bisa dapat foto bagus?” selalu terlontar dari mulut Enche.

Yang pastinya ada dua nasehat yang sering terlontar dan sudah saya hapal mati (meski di lapangan masih juga sering lupa), antara lain:

  • ISO jangan terlalu tinggi, usahakan maksimal 800 saja, alternatifnya bisa dibantu dengan lensa fix bukaan besar di saat kondisi low light.
  • Bukaan jangan terlalu kecil (angka yang terlalu besar seperti f/11, f/16 ) karena akan menyebabkan difraksi lensa (ketajaman foto berkurang)

Akan tetapi, bukan berarti foto dari kamera ini tidak bagus untuk diedit. Foto RAW dari kamera juga masih dapat menampilkan detail-detail yang ada seperti contoh di bawah ini.

Sepulang dari Pangalengan, saya langsung ditagih tulisan oleh Enche. Merasa ga maksimal dengan foto-foto di atas, saya pun minta ijin untuk boleh menggunakan lagi di lain kesempatan (setidaknya satu atau dua kali hunting lagi). Untungnya pihak Panasonic Indonesia berbaik hati untuk memperpanjang peminjaman sehingga saya dapat mencoba lagi di workshop Basic Composition di Sunda Kelapa, di kelas Studio Flash dan terakhir di acara wedding sepupu di Medan. Tulisannya akan menyusul dengan segera ya. Ditunggu….

About the author: Iesan Liang adalah seorang penggemar fotografi yang aktif berkontribusi untuk acara Infofotografi. Salah satu buku karangan Iesan adalah Kursus editing dengan Adobe Lightroom. Temui Iesan di Instagram atau Google+

{ 0 comments… add one }

Leave a Comment