≡ Menu

Olympus E-M1X : Kamera Pro mirrorless dengan stabilizer paling mantap

Tanggal 24 Januari 2019 ini, Olympus meluncurkan kamera flagship untuk profesional yaitu Olympus E-M1X. Dari fisiknya, kamera ini cukup besar karena punya pegangan ganda (integrated vertical grip) yang berfungsi juga sebagai tempat untuk dua baterai sekaligus.

E-M1 X punya berbagai peningkatan dari Olympus EM-1 II (keluaran 2016), antara lain:

  • Built-in image stabilization 7-7.5 stop (dengan lensa Dual IS).
  • Handheld high-res shot penggabungan 5 foto jadi satu foto dengan resolusi 50MP
  • High res shot : 8 foto jadi satu untuk mendapatkan resolusi 80MP
  • Built-in Live ND (multiple exposure untuk memuluskan aliran air sampai setara ND32 (5 stop)
  • Deep AI AF C-AF tracking dengan preset untuk mobil balap, pesawat terbang atau kereta api.
  • Durabilitas shutter sampai dengan 400.000
  • 2.36 juta titik jendela bidik LCD, dengan perbesaran 0.83x max dan 120fps refresh rate

Untuk videonya, tetap 4K 30p dengan batasan perekaman 29 menit dan Log-400mm 8 bit recording.

Opini

Kamera ini dijual dengan harga yang relatif tinggi yaitu US$3000, saat masuk ke Indonesia bisa jadi kurang lebih Rp 50 juta body-only. Harga ini menjadikan Olympus OMD E-M1X menjadi yang termahal di sistem micro four thirds Olympus maupun Panasonic. E-M1X juga termasuk yang terberat yaitu 997 gram.

Kamera ini cocok untuk fotografer profesional Olympus yang kini mengunakan Olympus EM1 II, atau fotografer yang ingin mengunakan lensa telefoto super panjang tapi tidak mau repot bawa lensa kamera full frame yang jauh lebih berat dan harus ditempatkan di tripod.

Yang saya lihat paling menarik adalah kemampuan stabilizernya yang mencapai 7.5 stop, yang artinya kalau kita mengunakan jarak fokal lensa ekuivalen 100mm, kita bisa mengunakan shutter speed sekitar 1/2 detik tapi tetap dapat foto yang tajam asalkan subjeknya tidak bergerak. Ada beberapa fotografer mengklaim bisa mengunakan jauh lebih lambat seperti 4 detik tanpa tripod.

Untuk spesifikasi videonya, memang Olympus dari dulu bukan ahlinya dalam video seperti Panasonic dan Sony A7S atau Nikon Z6, jadi spec-nya agak kurang dibandingkan Panasonic GH5/GH5s yang sudah 4K/60p dan mendukung 10 bit. Tapi yang suka video casual / vlog mungkin akan terbantu dengan stabilizernya yang sangat baik sehingga dapat digunakan saat berjalan tanpa stabilizer external/gimbal.

Yang disayangkan dari kamera ini adalah masih mengunakan sensor lama 20MP yang telah berusia tiga tahun, sehingga performa ISO tingginya kurang lebih masih sama (200-25600), dan bisa diperluas menjadi (64-25600). Selain itu jendela bidiknya masih type LCD bukan OLED jadi kurang begitu kontras dan detail meskipun refresh ratenya sudah cepat.

Untuk mendukung kamera ini, Olympus mengumumkan pengembangaan lensa super telezoom yaitu Olympus 150-400mm f/4 dengan built-in teleconverter 1.25x, sehingga jarak fokal maksimum jadi ekuivalen 1000mm.

Kesimpulan

Olympus OMD EM1-X ini adalah kamera profesional yang sangat cocok bagi profesional yang merupakan pengguna setia kamera mirrorless Olympus yang memang sudah punya banyak lensa dan terbiasa dengan desain antarmuka (menu, tombol) dll. Bagi pengguna kamera format lain, mungkin bisa mempertimbangkan kamera ini jika ingin membawa kamera yang stabilizer-nya sangat baik untuk foto di kondisi kurang cahaya tanpa tripod, atau yang ingin memotret subjek yang sangat jauh seperti foto burung/satwa liar di kondisi cuaca ekstrim.

About the author: Enche Tjin adalah pendiri Infofotografi, seorang fotografer, instruktur fotografi, penulis buku dan tour photography organizer. Saat ini, ia bertempat tinggal di Jakarta. Temui Enche di Instagram: enchetjin

{ 20 comments… add one }
  • Agus February 1, 2019, 11:08 pm

    Akhirnya Lumix S meluncur juga. Bagaimana di Indonesia suhu Enche

  • Ronaldo January 31, 2019, 10:06 am

    Hmm mending XT3 or A7III or Z6, jauh lbh wortit

    • Setyawan Aang January 31, 2019, 12:23 pm

      @Ronaldo: Benar, untuk harga segitu, 99% orang tidak akan memilih kamera ini terlebih di Indonesia. Segmen pengguna kamera ini sangat sedikit sekali.

  • yoga January 26, 2019, 1:55 pm

    sayang duit 50 juta dapet sensor mungil micro 4/3 heuhueheu….

    kalo saya sih ambil full frame sekalian….

  • Setyawan Aang January 26, 2019, 12:04 am

    Dengan diluncurkannya kamera dan lensa tsb diatas, maka menegaskan statment Olympus beberapa tahun lalu, “Kedepannya kami akan memanfaatkan dan memaksimalkan keunggulan format micro fourthirds ini”.

    Karena 2x crop factor nya, maka format micro fourthirds bermanfaat untuk para fotografer yang dalam pekerjaannya sering menggunakan lensa2 dengan focal length panjang (super telephoto lens), terutama fotografer alam liar (wildlife) khususnya birding dan fotografer sport. Lensa dapat “dikurangi” ukurannya secara signifikan atau setidaknya lensa bisa “dibuat” tidak terlalu panjang sehingga menciptakan portabilitas yang lebih tinggi dibandingkan format besar lainnya. Yang dipangkas adalah ukuran sistem secara keseluruhan, tidak hanya body kamera saja namun juga lensanya

    Seperti halnya lensa M.Zuiko 150-400mm f4.5 1.25x IS Pro yang telah disebutkan diatas. Menurut info lensa ini akan memiliki panjang tidak lebih dari 35 cm (tanpa hood), Memang cukup besar (terbesar di format M43) namun masih memiliki nilai portabilitas yang baik.

    Demikian juga dengan kamera OMD EM1Xnya. Jelas sekali kamera ini adalah kamera pro yang akan lebih diperuntukan untuk fotografi sport dan alam liar, dimana kecepatan dan akurasi autofokus (tracking autofocus) yang diutamakan dalam pengembangannya. Kamera Pro ini mengembangkan artificial Intelegent canggih untuk mendeteksi berbagai macam subyek (meskipun dalam review masih belum maksimal untuk mengenal bentuk organik ).
    ( pengembangan AI nya saat ini lebih berkonsentrasi untuk mengenal obyek non organiknya, terutama yang berhubungan dengan sport. (Apakah ada hubunganya dalam rangka penyambutan Olympiade 2020 di Tokyo?). Namun kedepannya AI kamera ini seharusnya semakin cerdas dengan upgrade firmware kedepannya

    Bersaingnya berbagai brand camera dengan ceruk yang makin kecil maka persaingan kedepannya akan semakin berat. Spesialisasi produk kamera untuk bidang tertentu kedepannya akan menjadi nilai jual tersendiri.

    • Setyawan Aang January 26, 2019, 1:48 am

      Portabilitas adalah keunggulan format m43. Seharusnya yang bisa merasakan manfaatnya adalah para fotografer yang banyak menggunakan lensa super telephoto dalam pekerjaannya (para fotografer sport dan wildlife). Tampaknya dua bidang fotografi tsb yang akan digarap lebih serius oleh olympus.
      Profesional dan para enthusias yang menekuni bidang fotografi sport dan wildlife secara serius pasti membutuhkan kamera dan lensa yang sangat mahal dan lensa2 yang besar dan berat. Disini tampaknya Olympus coba masuk dengan memberi alternatif baru bagi fotografer sport dan wildlife dengan memberikan sistem yang lebih ekonomis namun tidak kalah canggih dalam hal kinerja dan kecepatannya dan tentu saja memiliki portabilitas yang lebih baik (lebih ringkas dan ringan).

      • fadjar January 30, 2019, 5:05 pm

        @Setiawan: Disebutkan panjang lensa diatas tidak lebih dari 35cm. Kan wujudnya udah ada kenapa masih pakai estimasi? Yang jelas lensa ini wujudnya mencontek Canon karena warnanya putih, Kurang kreatif mau mendompleng ketenaran Canon.

        • Setyawan Aang January 31, 2019, 12:00 pm

          Fadjar: Dimensi belum bisa disebutkan karena lensa tsb masih prototype, masih dalam pengembangan dan bukan rancangan akhir, ada kemungkinan berubah. Karena belum fix maka data teknisnya pun belum diberitahukan, seperti konfigurasi, susunan, jenis dan jumlah komponen lensa lensa didalam nya dsb juga termasuk dimensi fisiknya, (hanya focal lenght dan bukaan diafragma nya saja yg diberikan). 35 cm yang disebut diatas hanya estimasi dimensi panjang lensa secara kasar berdasarkan aperture dan focal lengthnya. Ada berbagai cara estimasi, cara termudah dengan membandingkan produk serupa yg ada dipasaran (dgn aperture dan focal length yg sama). Dengan mengambil padanan terdekat dari lensa Canikon 400mm f4.dgn panjang 35cm, maka estimasi panjang akan kurang dari 35cm (karena f4.5). Namun jika melihat dari salah satu gambar yg ada di internet dgn lensa pembanding Pana Leica 100-400mm f/4-6.3, (panjang 17cm) estimasi lensa tsb kurang lebih 30cm an.

          Kalau dianggap mencontek Canon hanya karena warnanya putih, ya jelas tidak. Sejak jaman analog SLR, lensa super tele yang menggunakan warna putih tidak hanya Canon saja, beberapa brand saat itu (termasuk nikon dan olympus pernah menggunakan warna putih dan warna cerah lainnya untuk lensa kelas atas mereka (terutama super tele nya) karena pertimbangan teknis, bahkan Lensa Pentax menggunakan warna silver untuk lensa super telenya. Saat itu warna cerah dianggap bisa mengurangi overheat saat lensa digunakan dalam kondisi lingkungan panas yg ekstrim (dijemur dibawah sinar matahari). Ada yang menyebut overheat dapat mengganggu mekanik diafragma lensa, dan pergeseran komponen lensa terutama lensa fluorite dsb. Hingga saat ini yang masih istiqomah memakai warna putih adalah Canon, entah karena sepenuhnya masalah teknis atau ingin dan akhirnya menjadi pembeda dgn pesaingnya, sehingga saat ini warna putih telah menjadi brand image Canon. Namun dewasa ini ada brand lain yang mulai menggunakan kembali warna putih untuk Lensa kelas atas mereka (terutama super tele lens) seperti Fuji , Sony dan juga Olympus entah karena pertimbangan teknis semata atau karena ingin mengangkat kesan eksklusif yang telah terbentuk di masyarakat akan lensa putih (atas ” jasa ke istiqomah an nya Canon”)

          Secara garis besar keserupaan bentuk setiap lensa tidak bisa dihindari karena logika teknis dari teknologi pembuatan lensa relatif sama. Setiap brand tentunya tidak ingin produknya sama dgn yg lainnya, harus ada nilai pembeda untuk identitas produknya masing2, seperti pemberian warna ring yang beda dilensanya (merah canon, oranye sony, biru olympus dll) dan elemen2 pemanis lainnya. Bila kita sering melihat lensa pro m43nya Olympus, maka dgn hanya melihat lensa diatas pasti langsung bisa menyimpulkan ini bukan lensa Canon namun lensa Olympus. Perbedaan tsb terlihat jelas dari karakter pegangan (grip) ring zoom dan ring focus nya yang khas Olympus dimana terbuat dari logam bukan dari karet dan pola rusuk2 gripnya yang khas. Tentu saja pembeda termudah bagi semua orang dari cincin birunya.

    • Enche Tjin January 26, 2019, 8:54 pm

      Trims ulasannya, mudah-mudahan AI nya kedepannya bisa bertambah untuk tracking subjek populer lainnya seperti manusia, satwa, dan sebagainya via firmware update.

      Memang EM1X ini bukan untuk umum, hanya profesional atau amatir serius yang punya kebutuhan khusus, trutama sports tertentu dan wildlife.

      • Setyawan Aang January 31, 2019, 12:32 pm

        Enche Tjin: Terima kasih sudah diizinkan untuk berkomentar di web blog ini. Kalau menurut Aki Murata (VP of sales and marketing, Olympus America) yang saya baca dari dpreview, Artificial intelligence nya akan terus dikembangkan untuk bisa mengenal obyek2 lainnya melalui firmware update.

        • Agus January 31, 2019, 1:02 pm
          • Setyawan Aang January 31, 2019, 2:54 pm

            Saya dengar kabarnya di l rumors (web khusus untuk rumor l mount). Tunggu pengumuman resminya besok, 1 februari ini pukul 11:30 London time (+8 GMT). Yang membuat takjub adalah ukuran 187 mp hiresolution nya. Cuma saya bingung bagaimana cara menikmati foto 187mp. Dgn printer kualitas tertinggi 300dpi, foto 108mp saja akan di cetak didalam ukuran 30R, 75×100 cm setara kertas A0. Apa mesti di cetak dalam ukuran super jumbo terlebih dahulu .

            • Agus February 1, 2019, 12:44 am

              Yupsss pakai printer apa ya he he he, apakah pixel shift ini tanda-tanda akan mengganggu medium format, tanya Suhu Enche Tjin

              • Setyawan Aang February 1, 2019, 5:16 am

                Sorry maksud saya diatas resolusi 300 dpi adalah standar resolusi cetak foto yang dipakai saat ini untuk menghasilkan hasil yang paling ideal. Kalau soal alat cetaknya bisa pakai mesin cetak foto di studio maupun menggunakan printer. Resolusi 300 dpi menghasilkan kualitas maksimal antara ketajaman gambar yang dihasilkan dgn ukuran maksimal yang bisa diperoleh. Seharusnya masalah hitung2an pixel dimension, document size dan resolusi adalah masalah dasar pada cetak foto yang mesti dipahami dalam dunia fotografi digital.
                Saya kasih contoh hasilnya saja ya, cara perhitungannya bisa anda cari sendiri. Dengan 300dpi (standar cetak foto ideal) ukuran 3R, 9×13 cm untuk 1.5mp. Ukuran 8R 20x25cm untuk 7.1mp. Ukuran 10R 24x38cm untuk11mp, 20R 50x60cm untuk 44mp, 30R 75x100cm intuk 108mp.

              • Setyawan Aang February 1, 2019, 5:38 am

                Medium format tidak akan terganggu. Walaupun hi resolution saat ini sudah bisa dengan handheld (olympus) namun masih terbatas dalam kecepatan max shutter speed (1/60detik). Kecepatan tsb tidak maksimal untuk obyek bergerak, meskipun pada kamera olympus terbaru sudah bisa mengatasi obyek2 bergerak minor seperti pergerakan ranting dahan dgn hasil yg sangat natural (melalui perhitungan komputasi di dalam kamera) tetap saja singgle shoot lebih baik.

              • Enche Tjin February 2, 2019, 10:41 pm

                Ya, saya setuju, saya lebih suka satu shoot saja, dan lebih suka konsep Foveon, makanya saya juga akan tunggu kamera Sigma L-mount.

              • Setyawan Aang February 3, 2019, 6:33 am

                Ko Enche Tjin: dari ketiga jenis teknologi sensor yang ada (berdasarkan cara kerjanya memroses warna RGB), saya juga paling menyukai prinsip kerja sensor Foveonx3. Saya berharap Foveonx3 mempunyai potensi yang paling diperhatikan untuk diandalkan kedepannya .Karena 3 lapis filter warnanya, tiap pixel menerima informasi warna yang utuh, tanpa perlu interpolasi sehingga dapat menghasilkan detail yang luar biasa, warnanya sangat akurat seindah warna aslinya. Tidak seperti dua teknologi lainnya yang hanya menerima satu warna saja tergantung dari pola susunan mozaik pixel RGB nya, (banyak info warna yang tak sampai). Tentu kita berharap perkembangan teknologi sensor Foveon x3 ini kedepannya bisa mengatasi noise yang menjadi kendalanya,

                Saya justru membayangkan kolaborasi diantara keduanya kelak. Sensor Foveon x3 bebas noise digabungkan dengan teknologi pixel shift (high resolution) nya olympus dimasa yang akan datang dengan asumsi teknologi pixel shift kedepannya bisa meningkatkan kecepatan eksekusinya (misalkan bisa sd 1/2000 detik)

              • Setyawan Aang February 3, 2019, 7:56 am

                Maaf mau meralat komentar saya tepat diatas koment ini. Mengandaikan kolaborasi metode pixel shift oly dgn foveon x3 yang saya andaikan diatas adalah salah dan bisa dikatakan mubasir. Saya baru ingat bahwa Pixel shift hanya berguna pada sensor filter mozaik satu lapis (bayer) yang setiap pixelnya hanya menerima 1 informasi warna. Pada pixel shift Sensor bergerak setiap unit area pixel (photosite)untuk memberikan informasi RGB hingga lengkap pada setiap unit area pixel tsb. Jadi bila pola pergerakan ini diterapkan di foveon dimana tiap pixel telah menerima RGB yang lengkap mubazir tidak ada gunanya. Terma kasih

              • Enche Tjin February 3, 2019, 9:18 am

                Iya, pixel shift sebenarnya digunakan untuk meniru foveon tapi harus foto berulang kali. Selain di Olympus ada juga di Pentax, dan Sony A7R3.

Cancel reply

Leave a Comment