≡ Menu

Review kamera DSLR pemula : Canon EOS 1500D

Kali ini kami akan membahas sebuah kamera DSLR pemula dari Canon bernama EOS 1500D (di negara lain namanya EOS 2000D, atau Rebel T7). Sebagai kamera pemula, Canon EOS 1500D ditujukan untuk mereka yang mencari esensi dari sebuah kamera tanpa perlu merisaukan hal-hal tambahan yang tidak berpengaruh langsung pada hasil foto. Fungsionalitas jadi kata kunci utama di kamera ini, sebuah kamera DSLR dengan harga terjangkau, ergonomi yang pas di tangan, jendela bidik optik, dukungan berbagai lensa EF dan EF-S, bisa rekam video Full HD dan ada fitur WiFi/NFC yang diperlukan generasi masa kini. Kamera ini menjadi penerus EOS 1300D, dan segmentasinya berada di bawah kamera tiga digit seperti EOS 800D. Baiklah, langsung saja kita mulai…

Dengan sensor APS-C 24 MP, EOS 1500D bisa disetarakan dengan berbagai kamera lain yang lebih mahal baik DSLR maupun mirrorless, artinya kamera pemula juga (akhirnya) sudah bisa diberikan sensor resolusi tinggi 24 MP (6000×4000 piksel) dengan 14 bit RAW. Kemampuan ISO dari 100-6400 (bisa diekspansi ke ISO H/12800), berbagai mode pemotretan yang disediakan termasuk cukup lengkap (Creative Auto dan beberapa Scene mode), shutter dari 1/4000 detik hingga 30 detik, serta fitur video full HD membuat kamera ini bisa digunakan untuk berbagai keperluan. Memang sebagai kamera pemula, banyak fitur yang sengaja dibuat minimalis, misal jumlah titik fokus hanya 9 titik, memotret kontinu hanya 3fps, tanpa touch screen dan Dual Pixel AF, demi menekan biaya produksi.

Canon EOS 1500D, lensa kit EF-S 18-55mm II IS

Bodi kamera ini memang ringan, karena bahannya didominasi plastik. Namun setidaknya bagian depan dan belakang ada sedikit balutan karet untuk lebih nyaman digenggam. Di 1500D ini mount kamera masih dari logam, tidak seperti di 3000D yang pakai mount plastik. Layar LCD-nya tidak bisa dilipat putar, namun ukurannya sudah standar dengan 3 inci 920ribu dot. Terdapat flash hot shoe di bagian atas yang agak berbeda dengan hot shoe lainnya (tidak ada pin X-sync untuk pasang flash manual) dan tentunya ada built-in flash juga. Sebagai lensa kitnya disediakan dalam paket penjualan sebuah lensa klasik EF-S 18-55mm f/3.5-5.6 II IS. Tidak ada pintu khusus kartu memori di bagian kanan kamera ini, karena kartu memori ditempatkan bersebelahan dengan baterai.

Di sisi kiri tidak ditemui jack microphone, tapi ada HDMI (versi mini), USB untuk tethering, dan remote. Tata letak tombol di Canon EOS 1500D termasuk tidak banyak perubahan dibanding sebelumnya, kini ada tambahan indikator WiFi yang akan menyala bila sedang terhubung ke jaringan atau ponsel. Dari dulu yang saya suka dari seri DSLR pemula Canon adalah, keempat tombol navigasi (kanan kiri atas bawah) juga berfungsi ganda sebagai jalan pintas ke fitur tertentu seperti ISO, AF, WB dan Drive mode. Bahkan tombol SET di tengah bisa difungsikan untuk hal lain, misal jadi Image Quality, juga tombol Flash juga bisa dikonfigurasi jadi tombol ISO bila mau.

Dari pengalaman memakai kamera ini, cara memotret memakai jendela bidik tetap paling disarankan untuk kinerja yang maksimal. Dengan pakai jendela bidik, kamera bisa memfokus dengan cepat memakai 9 titik fokus yang ada, termasuk untuk fokus kontinu AI Servo. Tetapi kalau memang perlu live view, di 1500D ini tetap bisa live view meski auto fokusnya hanya untuk benda diam saja (tidak ada AI Servo) dan itupun perlu waktu untuk mencari fokus karena hanya memakai deteksi kontras saja. Saran saya, gunakan live view kalau anda ingin menikmati fitur deteksi wajah, atau ingin pembesaran tampilan saat manual fokus. Live view juga berguna buat melihat apakah setting WB sudah netral, atau kekuningan atau kebiruan. Bagusnya lagi di Canon 1500D ini ada dua versi Auto WB, yaitu AWB saja dan AWBW, bedanya AWB itu akan mempertahankan nuansa kuning dari lampu Tungsten, sedangkan AWBW (AWB White) akan menetralkan lampu kuning sehingga benda putih akan tetap terlihat putih dalam hasil fotonya. Fitur video di EOS 1500D termasuk cukup oke dengan full HD 1080p 30fps yang eksposurnya bisa diatur manual, namun sekali lagi karena hanya memakai deteksi kontras maka lebih baik tidak usah pakai fitur auto fokus saat merekam video.

Kualitas foto menjadi faktor yang ingin diketahui dari sebuah review kamera, selain membahas kinerja dan fitur kameranya sendiri. Dalam hal ini hasil foto EOS 1500D sudah termasuk baik, dengan sensor 24 MP yang detail namun ditenagai oleh prosesor agak lama yaitu Digic 4. Hasil foto dengan ISO tinggi memang terlihat noisenya cukup nyata, tapi warna dan detail foto masih bisa dijaga. Di kamera ini terdapat fitur bracketing (AEB),  Highlight tone priority, Auto Lighting Optimizer dan berbagai variasi Picture Style. Dari pengolahan file foto RAW, saya mendapatkan keuntungan dari 14 bit yang masih leluasa menarik shadow dari sebuah foto, meski kesulitan menyelamatkan highlight yang sudah terlanjur clipping. Urusan White Balance seperti biasa disediakan opsi Custom dan WB shift, meski tetap tidak menyediakan Kelvin WB. Untuk penggunaan flash built-in, fiturnya terbatas hanya bisa TTL saja dan tidak ada pengaturan wireless flash, sedangkan bila ingin memasang flash eksternal memang yang disarankan adalah flash asli Canon terkini seperti 430 EX-III RT.

Sebagai kesimpulan, untuk siapa kamera ini ditargetkan? Saya pikir Canon paham bahwa banyak kalangan pelajar, atau pengguna pertama kamera DSLR, yang tetap perlu kamera yang fungsional tapi terjangkau. Mereka yang ingin mendapatkan hasil foto yang lebih bagus dari kamera ponsel, dengan kebebasan mencoba berbagai lensa, dan memerlukan berbagai pengaturan lanjut seperti mode manual, file RAW dan penggunaan jendela bidik. Dengan harga yang terjangkau, 1500D ingin memposisikan diri sebagai solusi hemat dengan fitur mendasar yang tetap bisa dipakai untuk berbagai kebutuhan. Soal 3 fps dan 9 titik AF memang mungkin terlihat minim, tapi dari pengalaman sebetulnya itu sudah mencukupi untuk berbagai kebutuhan fotografi dasar. Anda yang terbiasa memotret memakai live view dengan layar lipat dan sentuh, atau yang ingin menikmati auto fokus Dual Pixel AF saat live view, memang 1500D ini bukan pilihan yang bisa memenuhi hasrat tersebut. Tapi setidaknya 1500D ini tetap ada live view, bisa auto fokus meski prosesnya agak lama. Live view di 1500D tetap berguna untuk kebutuhan mendapat simulasi eksposur, simulasi warna WB dan saat manual fokus. Terakhir, konektivitas WiFi/NFC menegaskan kalau di segmen basic pun fitur ini tetap dijadikan prioritas oleh Canon demi kemudahan berbagi foto di media sosial dengan cepat.

Link pembelian : Bukalapak | Shopee | Lazada


Berikut adalah contoh-contoh foto yang kami ambil dengan kamera Canon EOS 1500D dengan berbagai lensa seperti lensa kit, lensa 50mm, lensa 55-250mm STM, lensa 24mm dan lensa 10-18mm. Lokasi pemotretan bervariasi dari Jakarta, Cirebon, Semarang dan Bali.

Para pembatik. ISO 1600, lensa 50mm f/1.8

Membatik. ISO 800, lensa 50mm f/2.

Nenek penjual otak-otak. Lensa kit, f/4.5, ISO 5000.

Imlek. Lensa kit, f/5.6 ISO 800

Lensa kit, f/4,5, ISO 6400. keadaan aslinya termasuk gelap.

Stasiun Ambarawa. Lensa 10-18mm.

Lawang Sewu. Lensa 50mm, f/5.6.

Lensa 10-18mm di posisi 10mm (ekuivalen 16mm di full frame)

Curug Lawe. Lensa kit, f/11.

Simetri. Lensa 10-18mm.

Lensa 10mm, f/11 5 detik ISO 100.

Masjid Agung Jawa Tengah. Fokal lensa 10mm.

GPIB Immanuel (dikenal sebagai gereja Blenduk), pakai lensa kit.

Jakarta cityscape, lensa 10mm f/8.

Fokus kontinu (AI Servo) dengan lensa 55-250mm.

Senja di Ancol. Lensa kit dengan ND 6 stop.

Lensa 55-250mm, di fokal 70mm. Pencahayaan lampu LED.

Red Velvet Latte. Lensa 50mm, f/2.8

Skascrapper. Lensa kit 18-55mm, dengan f/11.

Simpang Sudirman – Casablanca. Lensa kit 18-55mm dengan f/16

Tarian Merak tradisi sunda. Lensa kit 18-55mm.

Perayaan Melasti di Bali. Lensa kit 18-55mm.

Blue Nemo. Lensa EF-S 55-250mm.

Melasti di pagi hari. Lensa wide 10-18mm.

About the author: Erwin Mulyadi, penulis dan pengajar yang hobi fotografi, videografi dan travelling. Sempat berkarir cukup lama sebagai Broadcast Network TV engineer, kini Erwin bergabung menjadi instruktur tetap untuk kursus dan tour yang dikelola oleh infofotografi. Temui dan ikuti Erwin di LinkedIn dan instagram.

{ 9 comments… add one }
  • Zuhri ramadhan July 10, 2019, 2:14 pm

    Mohon saran nya om, saya baru beli canon 1500d, lensa 18-55 stm. untuk foto di dalam ruangan, ketika pakai iso tinggi, banyak noise di hasil foto, Bagaimana ya om biar hasil foto dalam ruangan tidak banyak noise nya dan hasil foto nya tajam. Terima kasih om

    • Erwin Mulyadi July 10, 2019, 3:29 pm

      Pakai tripod, ISO rendah.

      • Zuhri ramadhan July 10, 2019, 4:35 pm

        Jika dalam kondisi kurang pencahayaan dan lampu flash tidak dapat di gunakan, bagaimana om.
        Terus jika untuk pengambilan video settingan yg bagus bagaimna ya, karena saat coba ambil video, pengambilan fokus nya agak lama jika objek nya bergerak.
        Maaf banyak nanya, masih baru belajar soalnya.
        Terima kasih om.

  • Saulan June 10, 2019, 9:35 am

    Bisa gak kamera Canon 1500 d di buat video ? Atau hanya khusus buat foto aja?

  • dias April 26, 2019, 6:05 pm

    mohon saranya om, 1500D sama 700D bagus mana ya? scr kan mrk sama-sama 24MP, beda di digic4+ vs digic5, kalo fitur konektivitas lain gk terlalu perlu mnding pilih mana ya?

  • Noval March 25, 2019, 12:29 pm

    om mau minta sarannya, lebih oke mana antara Canon EOS 60D sama Nikon d7100?

  • Anjar March 25, 2019, 9:07 am

    Mohon sarannya mas Erwin Canon EOS 800D, EOS M50 dan Nikon D5600 mending pilih yang mana ? Kebutuhan lebih ke Landscap.
    Banyak review luar menilai kualitas gambar dan Dynamic Range d5600 diatas rivalnya, tapi apakah perbedaan kualitas gambarnya signifikan dan cukup jadi alasan untuk ambil D5600 ? Soalnya saya tergoda EOS M50 yang lebih kekinian dan bisa dipasang speedbooster sehingga lebih wide untuk landscap.
    Terimakasih

Leave a Comment