≡ Menu

Bagaimana memahami lensa tele dengan bukaan f/11 seperti Canon RF600mm dan RF800mm

Belum lama berselang Canon meluncurkan dua lensa supertele fix yaitu 600mm dan 800mm untuk RF mount (full frame). Yang unik adalah, kedua lensa punya bukaan f/11 yang mungkin akan membuat bingung sebagian orang. Kenapa lensa ini dibuat dengan f/11? Kenapa tidak f/4 atau f/2.8? Apa konsekuensinya dengan bukaan lensa yang sekecil itu dalam pemakaian di lapangan? Artikel kali ini saya coba ulas tentang serba serbi lensa, khususnya dalam memahami kaitan bukaan lensa, fokal lensa dan eksposur yang dihasilkan. Selamat membaca..

Lensa Canon RF600mm f/11 IS STM

Pertama sekali, kita perlu back to basic dulu untuk pahami lagi kaitan segitiga eksposur. Lensa dengan aperture yang lebih besar, misal f/2.8 kerap dibilang lensa cepat, karena bukaannya yang lebih besar akan mampu menghasilkan foto dengan eksposur yang pas dengan shutter yang (lebih) cepat, dibanding lensa f/4 misalnya. Keuntungan shutter cepat salah satunya untuk dapat foto yang tajam bebas dari goyang meski tanpa tripod. Maka tak heran kalau lensa bukaan besar lama-lama jadi banyak diminati, apalagi kalau lensa itu berjenis fix focal (bukan zoom).

Perbandingan berbagai fokal lensa tele (credit : William H. Majoros, digitalbirdphotography.com)

Kedua, kita pahami lagi tentang fokal lensa. Definisi dasar fokal lensa sebenarnya adalah jarak dari titik api lensa ke sensor kamera, tapi kalau bingung ya sederhananya makin panjang fokal lensa akan mampu menjangkau subyek lebih jauh. Misal lensa 300mm akan bisa dipakai memotret burung dengan lebih jelas dan tampak dekat, daripada lensa 100mm. Fokal lensa juga dikaitkan dengan sudut gambar, makin kecil fokal lensa maka sudut gambar makin lebar, dan bidang gambar yang bisa diambil makin luas. Misal lensa 28mm punya sudut 75 derajat, tapi lensa 14mm punya sudut 114 derajat, jauh lebih lebar kan? Lensa fish eye bahkan bisa mencakup 180 derajat.

Hubungan aperture dan depth-of-field

Nah barulah kita simak seperti apa kaitan antara fokal lensa dan nilai bukaan lensa (aperture). Tapi sebelum itu, sedikit lagi saya ingatkan kalau aperture itu dirancang untuk menghasilkan lubang untuk masuknya cahaya, disebut dengan bukaan lensa. Lubang yang makin besar memang lebih membantu menghasilkan eksposur yang terang, tapi terlalu besar akan membuat depth-of-field jadi terlalu tipis. Lubang yang kecil sekali akan memberi depth yang sangat luas (ini jadi prinsip kerja pin-hole camera di masa lalu). Kenapa ini saya bahas? Karena kita perlu tahu kalau pada aperture tertentu (misal f/8), ukuran diameter bukaan lensa aktual itu berbeda-beda, tergantung fokal lensanya, sesuai rumus dasar fokal/aperture berwarna kuning berikut ini:

Jadi misal saya pakai lensa 28mm f/8 itu sesuai rumus diatas, ukuran diameter bukaan lensanya adalah 3.5 mm, kecil sekali. Tapi kalau saya pakai lensa 300mm f/8 itu diameternya adalah 37.5mm. Berbeda kan? Nah mari kita hitung berapa diameter bukaan lensa Canon RF 600mm dan 800mm f/11 yang saya bahas di awal :

  • Canon RF 600mm f/11 punya diameter 600/11 = 54,5mm
  • Canon RF 800mm f/11 punya diameter 600/11 = 72,7mm

Nah ternyata meski f/11 tapi diameternya cukup besar kan? Misal lensa 800mm f/11 itu diameter depannya lebih dari 7 cm, lebih besar dari lensa 600mm meski sama-sama f/11. Jadi semakin tele fokal sebuah lensa, maka dengan aperture yang sama akan memiliki diameter bukaan lensa yang lebih besar. Anda ingin lensa 800mm dengan f/4? Secara teori bisa saja, nanti lensa itu akan punya diameter sekitar 20 cm (kira-kira sebesar piring makan kita). Mau yang f/2.8? Diameternya akan nyaris mencapai 30 cm !!

A : bentuk lensa tele seperti pipa yang panjang, perlu diameter lebih besar meski ‘cuma’ f/8 atau f/11
B : panjang fokal dibagi diameter menghasilkan f number (aperture)

Semoga sampai disini paham ya. Setelah saya jelaskan kalau f/11 di lensa tele seperti lensa 600mm atau 800mm itu pada dasarnya punya diameter yang besar, bukan berarti saya mau bilang kalau lensa tersebut akan bisa memasukkan cahaya yang banyak ke dalam kamera. Walau diameternya besar, lensa tele itu bentuknya panjang seperti pipa, yang membuat cahaya sulit untuk bisa masuk dengan maksimal kedalam kamera. Jadi untuk bisa membayangkan pemakaian lensa semacam ini, kita mesti kembali ke kajian eksposur teoritis.

Saya memotret dengan Canon EOS R5, dan lesna RF 800mm f/11 IS

Eksposur, yang dibangun atas tiga elemennya (ISO, shutter, aperture) tetap mengacu pada berapa f-stop lensa yang kita pakai (misal apakah f/2.8, f/4 atau f/8), bukan besarnya diameter lensa. Contohnya bila saya akan pakai lensa 600mm f/11 ini, maka hasil eksposurnya akan tergantung seberapa terang kondisi pencahayaan di tempat itu. Misal di keadaan yang sangat terang, boleh jadi saya dapati eksposur yang pas itu didapat dengan ISO 800 dan shutter 1/1000 detik. Tapi begitu keadaan menjadi agak redup, maka f/11 yang tidak bisa dibuat lebih besar ini akan membawa kendala, yaitu foto akan jadi gelap bila kita tidak menaikkan ISO atau melambatkan shutter speed. Nah menaikkan ISO kita tahu dampaknya adalah noise, dan melambatkan shutter speed di fokal lensa yang tele akan berdampak foto yang goyang. Untungnya adanya IS di lensa Canon 600mm dan 800mm ini juga cukup membantu mencegah goyang. Tapi intinya bisa dibilang, secara teori lensa tele fix dengan bukaan yang juga fix di f/11 seperti Canon 600mm atau 800mm ini hanya bisa dipakai optimal di outdoor siang hari cerah, seperti penyuka foto olahraga atau satwa. Kalau keadaan agak gelap, sangat perlu bantuan pencahayaan tambahan seperti lampu flash eksternal yang kekuatannya besar.

Hasil mencoba lensa RF800mm f/11 dengan shutter 1/1600 detik dan ISO 1250 di siang hari.

Jadi segini dulu ulasan sederhana saya tentang lensa dengan jenis fokal telephoto, dikaitkan dengan aperture, diameter bukaan dan kemungkinan pengaturan eksposurnya. Di ulasan ini saya tidak membahas soal jarak fokus lensa, yang saya baca sih keduanya baru bisa memfokus benda di jarak sekitar 5 meter atau lebih, yang termasuk normal-normal saja. Intinya sharing ini ingin menjelaskan kalau dalam mendesain dan memilih lensa memang ada kompromi akibat hukum fisika optika yang tidak bisa ditawar, dan ada baiknya seorang fotografer mau untuk mencoba memahami konsep fundamental seperti ini. Terima kasih dan silahkan diskusi di kolom komentar bila ada yang hendak ditanyakan atau ditambahkan.

About the author: Erwin Mulyadi, penulis dan pengajar yang hobi fotografi, videografi dan travelling. Sempat berkarir cukup lama sebagai Broadcast Network TV engineer, kini Erwin bergabung menjadi instruktur tetap untuk kursus dan tour yang dikelola oleh infofotografi. Temui dan ikuti Erwin di LinkedIn dan instagram.

{ 1 comment… add one }

Leave a Comment