≡ Menu

Review Sony Z-V1 camera compact canggih untuk content creator

Infofotografi kembali kedatangan kamera baru, kamera compact Sony ZV-1, kamera compact yang dirancang untuk membuat video casual. Apa itu maksudnya? Artinya kamera ini buat merekam video yang spontan, tidak direncanakan seperti merekam cuplikan kejadian sehari-hari yang seru yang kemudian untuk di sharing ke sosmed.

Sony ZV-1 banyak persamaannya dengan kamera compact premium Sony RX100 V yaitu mengunakan sensor type 1 inci dan lensa Zeiss 24-70mm f/1.8-2.8.

Ada beberapa hal di modifikasi untuk memudahkan pengguna untuk merekam video, contohnya ada tombol record video yang cukup besar, ada dua tombol custom (C1, C2). C1 yang bagian atas untuk mengatur ketajaman latar belakang (depth of field). Cocok bagi yang ingin praktis dan belum mempelajari fotografi/videografi, dan tombol C2 di bagian belakang di program untuk mengaktifkan product showcase AF.

Product Showcase AF adalah fitur baru di ZV-1, dimana sistem autofokus kamera akan memprioritaskan subjek yang dekat dengan kamera. Fitur ini sangat membantu bagi yang membuat beauty atau gadget/ tech reviewer yang biasanya harus menutup wajah supaya autofokus tidak melekat ke wajah/mata.

Berbeda dengan kebanyakan kamera Sony pada umumnya, Z-V1 ini mengadopsi articulating screen, artinya layar bisa diputar ke segala arah, tidak hanya atas bawah saja. Untuk videografi ini sangat membantu karena layar LCD tidak tertutup oleh aksesoris yang dipasang di hotshoe. Selain itu jika tidak digunakan kita bisa mengunakan untuk melindungi layar. Jika layar dalam keadaan tertutup, dan kita putar, kamera akan otomatis menyala tanpa harus menekan tombol ON.

Kamera ini juga punya aksesoris shooting grip yang cukup membantu. Saat kita menghubungkannya ke kamera, kita bisa pakai grip ini sebagai remote control, bisa ambil foto, rekam video dan juga zoom. Shooting grip ini saya bisa pegang atau bisa diubah menjadi mini tripod supaya lebih stabil footage yang diambil.

Fitur baru lagi yaitu mic audio internalnya yang mendominasi bagian atas kamera ini. Mic ini bisa mendeteksi arah suara dan membuat audio lebih bagus dan nyaman didengar, terutama di saat kita rekam video di tempat yang berisik.

Kelebihan kekurangan Sony Z-V1

Ada beberapa hal yang saya suka dari kamera ini, misalnya ukurannya yang compact dan ringan, lensanya berbukaan besar, kinerja autofokus cepat dan kualitas foto dan videonya bagus.

Yang saya kurang sukai adalah baterainya kecil, untuk syuting foto dan video seharian saya rasa perlu setidaknya empat baterai dan sebuah powerbank. Kedua, kamera ini tidak punya jendela bidik optik yang kadang berguna saat syuting di kondisi yang terang sekali atau saat ingin handling yang lebih steady. Dan terakhir, seperti kamera Sony lainnya, layar sentuhnya hanya untuk area fokus, tidak bisa untuk mengganti setting menu.

Kamera ini juga memiliki sensor relatif kecil (1 inch) dan tidak bisa ganti lensa seperti kamera seri Sony A6xxx atau A7, jadi yang mempertimbangkan untuk merekam video dan foto yang lebih profesional bisa lebih melirik seri kamera mirrorrlessnya.

Overheating?

Teman-teman juga mungkin penasaran berapa lama kita bisa record video, dan apakah kamera ini overheat? Di setting Auto OFF Temp standard, kamera akan otomatis berhenti merekam setelah merekam 5 menit untuk menjaga suhu internal kamera, tapi jika kita set ke OFF, maka kamera bisa merekam lebih lama lagi itu sekitar 20-30 menit untuk 4K maupun Full HD.

Setelah merekam terus menerus, kamera akan terasa agak panas setelah 10 menit, tapi tidak terlalu masalah, saya masih bisa merekam video sampai 35-45 menit di dalam ruangan dengan suhu sekitar 23C. Di luar ruangan di kondisi cahaya matahari terik mungkin lebih pendek karena lebih panas.

Untuk yang suka jalan-jalan sambil ngomong, sepertinya harus mengunakan gimbal karena kamera ini tidak memiliki built-in stabilization di body kamera, dan software untuk menstabilkan getaran tidak begitu baik dan juga membuat sudut pandang menjadi lebih sempit karena ada crop. Sebenarnya stabilizer ini dilakukan secara software, bagi yang ingin sudut pandang yang lebih luas bisa mematikan stabilizer (istilah Sony = steadyshot). Setelah itu video dapat di edit dengan software Sony karena kamera telah mencatat getaran melalui gyroscopenya, atau kalau tidak begitu getar, videonya bisa dibiarkan tanpa editing.

Soal built-in audio meskipun lumayan jelas suara yang terekam, tapi external mic tetap merupakan solusi yang lebih bagus, karena selain akan lebih jelas lagi, juga lebih minim suara ambient seperti suara AC, kipas atau lainnya yang akan tertangkap. Untungnya kamera ini punya port untuk external mic dan hotshoe untuk memasang mic yang lebih berkualitas.

Memory card juga harus dipertimbangkan, saran saya minimal mengunakan 64GB untuk merekam video 4K, yang cukup untuk 1.15-2 jam, dan 32GB untuk full HD yang cukup untuk 2-2 1/2 jam.

Koneksi ke smartphone

Koneksi ke smartphone merupakan hal yang penting, tentunya Sony Z-V1 punya wifi yang bisa kirim foto dan video ke smartphone untuk segera di sharing ke ponsel.

Untuk video ada sedikit masalah, format video XAVCS kalau kirim ke smartphone mungkin gambarnya tidak mulus dan tidak ada audionya, maka itu solusinya adalah dengan mengaktifkan proxy recording di menu, artinya saat merekam video kamera akan membuat file kecil, dengan kualitas yang lebih rendah yaitu (HD (720p) di 9 mbps saja.

Oleh sebab itu, best practice-nya tetap mentransfer file video ke komputer terlebih dahulu untuk hasil video terbaik yang akan ditonton dalam jangka panjang, misalnya untuk Youtube.

Kesimpulan

Kamera Sony Z-V1 ini termasuk populer di kalangan content creator pemula, dan saya dapat memahami alasannya: Ukurannya compact, kualitas foto-video yang dihasilkan bagus dan tajam berkat sensor type 1 inci. Autofokusnya sangat cepat dan semakin pintar dan cepat. 

Selama ini, kamera Sony memang dianggap agak sedikit rumit karena banyaknya pilihan menu dan tombol, melalui Z-V1 ini sepertinya Sony ingin mengubah persepsi bahwa kamera Sony Z-V1 ini sudah mudah digunakan bagi awam, mode auto dan autofokusnya semakin pintar, dan ada tombol-tombol pintas untuk fungsi praktis  saat merekam video.

Tapi Sony telah berusaha dan menurut saya sudah mengarah ke arah yang tepat. Memang, Z-V1 ini belum sempurna, misalnya layar sentuh tidak ada, jumlah tombol dan menu yang berlembar-lembar dengan istilah yang rumit tentunya dapat membuat pemula jadi agak bingung dalam mengoperasikannya. Tapi Sony telah berusaha dan menurut saya sudah mengarah ke arah yang tepat.

Saksikan kualitas video dan autofokus di Youtube Infofotografi

Saat saya membuat video ini, sayangnya paket pre-order-nya sudah ditutup, untuk info lengkapnya, silahkan ikuti instagram dan youtube Sony Indonesia atau lihat di deskripsi video dibawah. Semoga bermanfaat dan sampai jumpa lagi di video berikutnya

About the author: Enche Tjin adalah pendiri Infofotografi, seorang fotografer, instruktur fotografi, penulis buku dan tour photography organizer. Saat ini, ia bertempat tinggal di Jakarta. Temui Enche di Instagram: enchetjin

{ 1 comment… add one }

Leave a Comment