≡ Menu

Mengapa saat ini saat yang oke masuk ke bisnis fotografi?

Saat sekarang adalah saat yang tepat untuk masuk ke bisnis fotografi, mengapa?

  • Untuk memasuki bisnis fotografi tidak sulit, tidak seperti bisnis lain yang perlu harus punya modal relatif besar, tidak harus punya izin khusus atau punya sumber daya tertentu. Pokoknya kalau menguasai fotografi, bisa langsung terjun di bisnis ini (peralatan bisa disewa).
  • Belajar fotografi kini juga sangat mudah, banyak kursus betebaran di kota-kota, dan juga banyak buku-buku, internet (video dan tulisan) dan juga ada komunitas-komunitas tempat menggali ilmu. Dahulu, tidak begitu mudah untuk mendapatkan ilmu fotografi karena masih ekslusif dan peralatannya masih primitif dan lebih sulit dikuasai.
  • Belajar fotografi juga tidak memerlukan waktu yang lama, asal intensif dan serius, fotografi dapat di pelajari dalam waktu beberapa bulan sampai satu tahun. Tidak seperti karir lain yang memerlukan kuliah sampai 4-7 tahun atau memerlukan bakat yang luar biasa di bidangnya untuk bisa sukses.
  • Beberapa jenis fotografi tidak terancam resesi, misalnya foto portrait, wisuda, acara-acara liputan pernikahan, ulang tahun, dan fotografi komersial (iklan), fashion dan sebagainya.
  • Fotografi merupakan karir yang kreatif yang lebih menyenangkan bagi banyak orang daripada kerja kantoran biasa yang membosankan.
  • Di bisnis fotografi, kita mengontrol nasib kita sendiri, menjadi bos bagi diri sendiri daripada ditentukan oleh orang lain/perusahaan.
  • Fotografi merupakan bisnis yang fleksibel, mau kerja akhir pekan saja, bisa, mau kerja setiap hari, bisa, mau kerja 10 hari setahun, juga bisa. Intinya bisa jadi pekerjaan full time atau part time.

Nah untuk memasuki bisnis fotografi, kita mempunyai dua pilihan / dua jalan utama. Jalan pertama yang paling sering ditempuh fotografer pemula adalah menjadi fotografer lepas atau freelance.

evolusi-fotografer-profesional

Evolusi fotografer

Mengapa bekerja sebagai fotografer lepas itu relatif mudah?

Jawabannya sederhana sih, yaitu karena kita bisa fokus ke fotografi saja, dan tidak direpotkan dengan ngurusin sisi bisnis seperti: mendapatkan pelanggan, mengurusi jadwal, membayar gaji dan ongkos, mengurusi marketing, manajemen, akuntansi, sales dan sebagainya. Pokoknya muncul di jadwal yang sudah ditentukan dan kemudian kerja, setelah selesai di kasih bayaran sesuai dengan kesepakatan.

Meski terdengar enak, tapi masalahnya menjadi fotografer lepas juga banyak kekurangannya

  • Pertama, orang lain mendapatkan keuntungan yang tidak jarang lebih besar dengan menjual jasa kita
  • Seringkali, kita kehilangan hak atas foto-foto, misalnya tidak boleh dijual ke pihak lain, dan batasan lainnya
  • Kita tidak mendapatkan pemasukan tambahan dari foto-foto tersebut karena kita sudah menjual kepada Bos / perusahaan
  • Insentif untuk melakukan yang terbaik tidak terlalu kuat, karena bayaran kita kurang lebih sudah tetap berdasarkan kesepakatan awal.
  • Biasanya kita bekerja mengikuti aturan atau gaya perusahaan tertentu yang kadang kala tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan.
  • dan yang terakhir, dan mungkin paling penting adalah, kita kemungkinan tidak akan menjadi kaya dengan hanya bekerja untuk orang lain.

Jadi, masing-masing jalan entah menjadi fotografer bebas atau mengelola bisnis fotografi sendiri memang ada positif negatifnya, tinggal kita pilih saja yang sesuai dengan apa yang kita inginkan. Semoga sukses!

Artikel yang berhubungan dengan bisnis fotografi: Bagaimana menjadi fotografer profesional

About the author: Enche Tjin adalah pendiri Infofotografi, seorang fotografer, instruktur fotografi, penulis buku dan tour photography organizer. Saat ini, ia bertempat tinggal di Jakarta. Temui Enche di Instagram: enchetjin

{ 42 comments… add one }
  • hani March 1, 2015, 12:41 pm

    Setidaknya komentar mbk mawar menyadarkan kita untuk serius dan fokus….,bukan sekedar mengharapkan pujian dari orang2,tapi segera sadar ternyata keritikan lebih membanguun..

  • aryo February 18, 2014, 12:11 pm

    alat mudah dikuasai tapi mencari orang yg mau bayar untuk sebuah foto itu yg susah

  • leo January 30, 2014, 4:50 am

    walau dah telat komen nya..
    @ mbak Mawar..
    “Ada yang foto model dengan lensa 70-200mm. Mungkin dia alergi cewe & harus foto dari jauh. Homo? Mungkin”
    hahaha iya kali.. tapi saya sering juga foto model pake 70-200 n saya gak homo mbak. alay juga gak. blom punya duit mungkin iya.. hahahaha

  • arlan September 10, 2013, 11:14 pm

    @mawar : menurut saya fotografer yg kamu maksud bkn fotografer namanya itu namanya sok’er …. Dan yg pastinya “NGK MUNGKIN BANGET DIA PAMER SAMA FOTO OR KAMERANYA sama fotografer beneran ( bakal kena kritik masalah komposisi), pasti cuma pamer sama temen2nya yang ngk tau on\off kamera ( megangnya aja ngeri ) yg bukan menjadikan kamera sebagai kalung yg di bawa kemana-mana, ke mall, ke kampus, ke cafe, ke WC upppsssss,,,,, fotografer beneran sepenilai’an saya hanya membawa kamera buat ngejob, hunting dan kumpul2 komunitas foto, kalo yg jeng mawar maksud itu bukan fotografer namanya… Tq

  • aep June 30, 2013, 8:47 pm

    jangan saling salah menyalahkan,koreksi aja diri sendiri,,,,,,,,,,,,,

  • jangkung r June 18, 2013, 11:43 am

    Weleh-weleh disini rame banget om enche, pada sibuk komen ݪªªªªª..hehehehe..ݪªªªªª Ʊϑaђ hidup saling berdampingan aja,sesama tukang foto itu tidak bersaing tapi sodara seperjuangan. Yang senior kasih saran ama junior, ♈ªʼnĝ junior jangan sungkan untuk minta pertimbangan seniornya,hal ini berlaku pula pd dunia bisnis foto.kalo kita idup rukun kan bisa bagi2 rejeki juga. ʼnƍƍɑªĸ bakal rugi, tapi malah untung. Tul gak om enche? Hehehehe..intinya,teknologi fotografi såªτ ini sangat pesat dan terjangkau, jd jangan heran kalo banyak anak muda jln2 ϑi alun2 nyangklong DSLR. Beda ama jaman th 2000an waktu itu hanya beberapa orang aja ♈ªʼnĝ nyangklong kamera analog. Kalo saya wkt itu hanya punya nikon fm 2 silver ama lensa 65mm. So, tetap SEMANGAT \(•ˆ▽ˆ•)/ \(•ˆ▽ˆ•)/ dan jangan berhenti belajar motret yang baik. Salam jepret..

  • Abdil June 7, 2013, 12:48 pm

    saya lagi belajar soal photography,, om. kebetulan cari digoogle,, mampir kesini. bermanfaat banget ni blog ini buat newbie kaya saya hehe makasih sudah share. ya.
    eh Ps. dari tadi keliling blog ini artikel yang ini lebih panjang dan seru komenya ya dari pada artikelnya ahaha

  • sergio April 14, 2013, 12:21 am

    Saya juga salut sama komennya “Yenpiaopiao”dan jg kritikan dr “Mawar” krna kritikan tidk sll bersifat negatif.Sya sudah lama pake kamera hp LG L7 dan selama hampir 1thn lbh sya menghasilkan foto2 dr kamera itu,Foto landscape,acara2,satwa liar termasuk serangga dan portrait.Setelah saya merasa kurang pada bulan maret kemarin (2 mnggan)saya langsung beli eos 600d dan sekarang saya pengen gukan dngan maksimal lensa kit-nya dan belajar dr situs mas Enche ini dan saya sangat yakin kalau kemampuan saya akan bs bertambah!jd buat saya memiliki kamera dslr itu hal yg sangat wajar2 aja n kapan2 saya jg mau simpam hasilku di flickr atau ke jejaring sosial apa aja dngan tujuan bisa bljar jg….klo orang lain pnya dslr n upload di jejaring sosial apa aja dngn tujuan pamer n alay itu urusuan dia.mau jd fografer yg baik adalah foto dan foto!pepatah orng afrika mengatakan”km bisa berjalan berarti km jg bisa berdansa dan kalau km bisa bicara berarti km jg bisa bernyanyi”jd saya katakan klo km bisa melihat berarti km jg bisa mengabadikan obyek itu dngn kamera.Di bukunya mas Enche jg ada yg berjudul “fotografi itu mudah”!……….marilah kita belajar bersama dan lupakan kedengkian dan iri hati krna itu akan menghabat kita dalam belajr apa aja…maaf klo ada kata2ku yg tidak sopan dan ini tdk tertuju kepada siapapun…….

  • adian December 22, 2012, 6:08 am

    assalammu’alaikum Wr.Wb
    Maaf jika mengganggu, namun sy suka akan komentar “Yenpiaopiao” dan jg salut atas kritikan “mawar”. saya pikir semua itu sangat membantu terutama bagi saya yg baru akan belajar photography, dengan kritikan “mawar” membuat saya sadar bahwa mempunyai dslr tdk membuat kita jadi sombong, dan dgn komentar “yenpiaopiao” membuat saya termotivasi untuk belajar. Terima kasih semua….
    tuk admin salut dan sukses

  • Ndal December 28, 2011, 10:55 pm

    menarik sekali…memang jejaring sosial bisa digunakan sbg tempat menuai ilmu/masukan dan “embel2” tulisan jg perlu agar foto kita tdk disalah gunakan, menurut saya pribadi kita akan menjadi alay bila semua dilakukan secara berlebihan…misalnya setiap abis jepret-edit-langsung upload tdk pilih pilih dulu..kan sayang klo foto terbaik kita yg di upload, knp ga diikutkan lomba foto aja?dan knp harus di jejaring sosial?sedangkan banyak tempat lain yg kita bisa menimba ilmu lebih banyak dan lebih cepat…untuk kepentingan promosi sepertinya gak terlalu efektif klo lewat jejaring sosial krn sya yg ngerasain sendiri, pengguna jejaring sosial 80 persen adalah orang yg belum berpenghasilan tetap…jd menurut saya jejaring sosial sgt cocok untuk aktualisasi diri dan menuai pujian tp “not good for business”…dlm sebulan dari jejaring sosial belum tentu ada satu pelanggan yg deal, tp malah dari hasil kenalan di lingkungan sosial yg NYATA jelas banyak order yg datang…

    mohon maaf klo kurang berkenan ini cuma share aja mari belajar bersama

  • Enche October 19, 2011, 1:05 pm

    gak apa apa hehe.. bagus tuh tujuannya 🙂

  • rizal October 19, 2011, 12:45 pm

    Apapun alasannya kita berkumpul disini untuk Motret, setelah itu terserah pada pribadi masing-masing, mau diupload, dicetak atau disimpen sbg dokumen. yang pastinya kita pasti sepakat untuk menghasilkan karya terbaik…

    weleh….weleh tulisannya kok jadi banyak banget yak……
    buat mas enche mau diketawain juga gak apa-apa kok…. saya gak tersinggung….

  • rizal October 19, 2011, 12:37 pm

    Mawar, saya seringkali upload hasil photo preweeding, close Up atau apa saja yg bagus menurut saya pribadi (gak tahu bagi orang lain), tujuannya untuk menambah calon pelanggan sebagai tambahan uang jajan anak saya, tapi juga tidak menutup kemungkinan untuk dikritik, baik itu yg pro atau yg NB. Salam buat anda, saya suka tulisan anda yg jujur….

  • rizal October 19, 2011, 12:26 pm

    Oh ya…pernah ada kejadian, seorang yg ngakunya fotografer mengritik atau mecela kawan sesama fotografer yg memakai lensa 15-85, karna dia sendiri memakai lensa kit 18 – 135 yg terlihat lebih panjang dan baginya mungkin kelihatan lebih gagah. Barangkali dlm hatinya dia bilang “gue nih fotografer profesional lihat saja lensa gua lebih panjang dibanding punya elo”.

  • yenpiaopiao September 28, 2011, 8:44 am

    Menurut saya ( boleh terima boleh tidak ) :
    – Saya menyukai fotografi pada pertengahan tahun ini dan membeli kamera pertama saya pada tanggal 28 juni 2011. Sebelumnya saya tidak kenal apa-apa tentang fotografi dan juga belum pernah memiliki kamera compact murah sekalipun karena saat itu sedikit pun saya tidak tau tentang fotografi.
    Tapi pada pertengahan tahun ini akhirnya saya mulai menyukai fotografi dan akhirnya saya membeli kamera pertama saya yaitu DSLR, Nikon D90.
    Apakah saya salah ? Apakah saya ingin kelihatan keren, ikutan-ikutan teman, anti kamera pocket?
    Saya hny bisa menjawab “ pandangan tiap org berbeda, cara belajar tiap og juga tdk sama “ temukanlah cara anda sendiri untuk menjadi yang terbaik bagi diri anda dan bagikan kepada orang lain.
    “ Perjalanan hidup tidak kekal tanpa berbuat amal “
    Alasan saya kenapa memilih DSLR untuk perjalanan fotografi yang bermula dari hobby ini :
    1. Karena perkembangan teknologi yang sangat pesat ini, saya lebih memilih cara belajar saya yaitu dari atas ke bawah utk bidang fotografi ini. Memang aneh dan mungkin tdk masuk akal tapi itulah cara saya dan ini juga tidak dapat saya jelaskan hanya dgn kata-kata.
    2. Prinsip saya “ jangan tanggung dlm melakukan sesuatu “ jadi saya akhirnya memilih kelas semi pro walaupun saya tidak tau apa-apa. Tapi dengan ini saya makin di tuntut untuk belajar lebih banyak dan akhirnya saya mulai mengerti tentang fotografi.
    3. Mas enche pernah mengatakan kalo jangan sering menganti kamera/body DSLR dalam waktu dekat. Menurut saya itu betul jadi saya memilih D90 ini untuk menemani saya dalam jangka waktu yang lama.
    4. Masukan dari teman-teman sama seperti pilihan saya, di tambah dengan nama D90 yang sudah cukup harum membuat saya tidak dapat menolak pasangan saya ini. Selain alasan di atas saya juga memiliki banyak alasan lainnya lagi dan sangat tidak akan menyesal akan pilihan saya.
    Sebelumnya saya sempat minder untuk memiliki kamera DSLR karena saya juga pernah mendapatkan kritikan seperti kata-kata Mawar tapi akhirnya saya menentukan jalan saya sendiri karena…
    “ akan lebih baik jika saya menyesal akan pilihan sendiri daripada pilihan orang lain “
    Kita memerlukan masukan-masukan dari orang lain tapi kita tidak harus atau jangan menjadikan diri kita seperti orang lain.
    “ Be Your Self “
    – Setelah saya memiliki DSLR, saya mulai belajar fotografi, mulai mengambil foto dari foto makro sampai foto landscape, mencoba foto apa saja karena saya tau anda bisa karena terbiasa. Dalam waktu yang lama foto-foto saya pun semakin banyak tapi pikiran saya masih belum terbuka, ilmu yg saya dapatkan juga tdk ada kemajuan yang cukup berarti.
    Kemudian saya mulai mencari ilmu, berbagi pikiran dari blog,forum sampai pada social networking ( salah satunya facebook ).
    Di facebook saya mulai mengupload foto-foto hasil jepretan, melakukan tag pada teman yang lebih berpengalaman maupun gak, di foto saya juga selalu menambahkan nama saya seperti yenpiaopiao photography dll.

    apakah saya ingin pamer ? apakah saya seolah-olah juga ingin menunjukkan saya adl fotografer ?

    Jawaban saya :
    Tentu tidak karena sebagai seorang yang ingin tau lebih jauh tentang fotografi namun tidak sempat untuk menekuninya melalui workshop, kursus dll.
    Hal yang dapat saya cari tau, berbagi pikiran itu iya tentunya melalui jejaring sosial tersebut dan lainnya.

    Kenapa saya melakukan tag pada friend list?
    Karena saya ingin belajar dari kritikan mereka walaupun yang mengkritik itu adl org yang tidak tau apa-apa, saya menghargai mereka juga toh langganan/konsumen kita kan juga tidak tau apa-apa soal fotografi.
    Aturan-aturan fotografi juga bukan aturan mati yang harus kita ikuti sepenuhnya, jika suatu foto di nilai bagus oleh kita dan org lain so kenapa tidak kita terapkan.

    Apakah sebagai orang yang mulai belajar fotografi saya tidak boleh menuliskan nama saya di bawah foto yang benar-benar hasil jepretan saya?
    Apakah dengan gitu saya seolah-olah ingin menunjukkan kalo gue itu fotografer?
    Saya rasa ini cumalah pemikiran negatif pada diri kita, karena yang menentukan/mengatakan kita fotografer toh bukan diri kita saja. Hasil foto kita lah yang akan memberikan jawaban itu.

    Kenapa saya selalu menambahkan nama saya di bawah foto hasil jepretan saya?
    Saya merasa ini suatu kepuasan diri saya sendiri, saya menghargai foto saya karena saya tau hasil kadang tidak harus selalu menjadi prioritas tapi “ USAHA “ itulah yang sangat di perlukan pada beberapa hal.
    Dengan menambahkan nama saya di bawah foto, saya berusaha untuk tampil apa adanya saya mendapatkan berbagai kritikan dari sanalah saya akan banyak belajar.

    Di sini saya hanya ingin berbagi, bertukar pemikiran/pandangan saya. Saya minta maap jika ada kata-kata yang salah, “ Hidup itu belajar “ mari kita sama-sama belajar.

  • Sc4n September 4, 2011, 3:24 am

    @Lugi : Gak usah kuatir, biarpun dunia digital menjamur, aku yakin org tetap butuh memajang foto. Mungkin nanti dunia cetak foto akan habis kalo diciptakan digital frame sampe ukuran jumbo yg harganya dibawah 100rb rupiah, wkwkwkwkwkkwkwk… Lagian, bisnis fotografi tidak hanya jadi tukang foto loh… Masih ada yg namanya “stock fotografi”, malah kalo dibeli perusahaan tertentu misal buat advertising, bisa lebih mahal tuh.

  • patyanara September 3, 2011, 7:43 pm

    setiap orang punya prosesnya masing2…gitu aja kok repot

  • Nugraha September 3, 2011, 12:36 pm

    Kabur ah…malu…

  • kennoy September 2, 2011, 11:06 pm

    eh lupa..mbak mawar, itu di blog saya photonya lagi megang camera juga #eaaaaaa…..tapi itu udin lama bangettttt tahun 2007 :malu
    mau diganti lupa coding CSS nya..*ngeles*

  • kennoy September 2, 2011, 11:01 pm

    saya pernah buat tulisan yang mirip2 sama koment mbak mawar..:D

    http://imo.thejakartapost.com/kennoy/2011/06/15/photography-is-just-a-toy/
    atau ini

    http://gabnmic.multiply.com/journal/item/89/_Fotografi_Main_-_Main_

    saya juga pernah di nasehati sama nubie who’s totally not a photographer waktu dia minta saran mau beli camera, saya sarankan pake X dia bilang katanya cam itu jelek soalnya kalo cahaya remang2 kurang bagus. trus kekeuh ga mau gonta ganti lensa soalnya bodynya nanti bisa jebol :ngakak :terharu…
    anyway, tapi saya salut lah dengan perkembangan photografi sekarang. jaman dahulu yang kuliah jurusan fotografi itu jarang soalnya biayanya mahal..:mewek

    salam,
    Kennoy ( bukan photographer)

  • TSams September 2, 2011, 8:02 pm

    wah ini semua master fotografi yak…manthaph
    Saya merasa tersinggung nih, bene-bener baru di fotografi enggak tahu apa2 dan punya DSLR. Termasuk gak saya yang gaya2n, menghabiskan duit ortu, hasil foto sok bagus, make pict orng lain dinamai diri ndiri, sok pamer dll yang sekiranya sedikit terdengar negatif yah..
    Berharap tidak memberikan kesan negatif dan mencoba menerima dari segi posoitif dan membangun.

  • Dicky.R September 2, 2011, 12:13 pm

    WakakAKakk,:-D Manstabb,:-)

    salute dh,mba..!! xixixi,:-P

  • Lugi September 2, 2011, 11:13 am

    Gan, ane udah menekuni hobi fotografi dari pertengahan 2010 sejak beli DSLR pertama, belajar otodidak sendiri tiap hari ga bosen baca2 artikel, review and forum di dpreview.com, dari lighting, komposisi, posing, bahkan teknik olah warna utk nge print hasil foto scr profesional dll hampir semua paham, hasil jepretan cukup mumpuni, nah skr udah punya keahlian fotografi cukup utk mulai bisnis, hanya saja memang banyak fotografer2 pemula yg membuat persaingan harga tampak tidak sehat, apa kira2 bisnis ini masih bisa jd penghasilan utama? Dan apakah bisnis ini tidak akan tergeser krn perubahan teknologi ke digital (org jd lebih tertarik di posting di jejaring sosial tdk utk di print dan dipajang di dinding) spt contoh jaman bisnis wartel langsng mati pas ada teknologi handphone…

    • Enche September 3, 2011, 12:22 am

      @Lugi bisa, banyak juga profesional yang menggantungkan hidupnya dari fotografi saja. Kuncinya sih gak cuma harus bisa foto aja, juga harus bisa bisnis. Coba baca artikel ini.

  • endro September 2, 2011, 10:55 am

    hahahhaha bener banget tuh. make body 12jt dan lensa 17jt tp hasil’y masih bagus temen’y yg pake 1000d lensa standar lagi. bingung gw kadang2…

  • Sc4n September 2, 2011, 10:52 am

    Oh ya kelupaan…. Ada lagi kasus dimana saya dimintai pendapat seorang “fotografer” yg mau beli peralatan strobist, dan dia nanya peralatan saya apa aja. Berhubung dana saya belum cukup dan memang baru tahap belajar, saya memilih belajar landscape photography dan mencoba jadi natural light fotografer. Otomatis peralatan saya tidak mencakup lampu studio. Lampu flash pun hanya 1. Paling tripod dan filter2. Aku kasik dia saran, beli peralatan sesuai kebutuhan aja. Eeeeeeh…..dia malah komentar : “gak keren ah. Ntar dikira fotografer kere…” (…dan saya pun terdiam seribu bahasa…)

  • Sc4n September 2, 2011, 10:36 am

    @mawar : setuju banget…. Ada satu lagi fenomena fotografer magic, yaitu ngandalin software magic kayak Photoscape, dsb. Masih mending kalo editing sendiri pake Sotosop. Saya juga pernah ngeliat foto hasil jepretan “fotografer” jenis ini. Jelas2 under eksposure dan ruang tajamnya ga jelas, malah dengan polosnya bilang : “halah….ntar juga diedit bagus. Zaman skrg fotografer mana yg gak ngedit?” Ckckckckckck

  • adiguna September 2, 2011, 10:34 am

    Keren Banget comentnya mawar…. Pdes abisss, mungkin fotografer yg merasa seperti itu pst bkal mlu dech dirinya…ehh, bukan fotografer namanya, tapi “Tukang Foto gaya-gaya’an” Hahaahaaa… top abisss bicara sesuai fakta, i Like it…

  • don sibuea September 2, 2011, 10:21 am

    Hahaha kocak niy komen mba mawar, jgn2 nama pjngnya mawardi niy:)

  • MT September 2, 2011, 9:42 am

    Mantap banget dah komen mawar….

  • Hok September 2, 2011, 9:32 am

    Setuju sekali dengan komentar Mawar :D. Ada lagi di kaskus kasus2, edit2 foto cewek keren bening milik fotografer luar negeri terus dihapus watermark dan dikasih milik sendiri.

  • Hadi September 2, 2011, 9:27 am

    Bagus sekali komentar nya jenk Mawar… hahaha… kalo menurut saya sih, dalam hal jepret menjepret itu ada tahapan… seperti ilustrasi pada tulisan ini, ada evolusinya… ntar juga akan ada ‘seleksi alam’, mana yang akan tetap megang kamera setelah beberapa waktu… karena motret dengan DSLR kalo gak diikuti dengan perasaan ingin terus belajar hasilnya bisa cepat putus asa… saya udah lihat juga orang yang kayak gitu… baru beli DSLR, anti sama yang entry level… maunya level menengah keatas, harga diatas 15jeti… tapi karena lama lama minder sendiri ama hasil jepretan orang lain yang cuma pake DSLR entry level bekas seharha 3,5jt tapi lebih bagus dari dia… hehehe…

    Tapi emang yang dibilang Mawar adalah kenyataan.. hehehe… sayangnya Jenk mawar gak ninggalin “jejak” di halaman ini….. 🙂

  • sullams September 2, 2011, 9:25 am

    Mawar: hehehe kayaknya saya salah satunya tapi tidak tersinggung kok.. hanya tersenyum simpul..ih..malu jadinya… makasih.. makasih..

  • Massaboe September 2, 2011, 9:18 am

    wah saudari/a mawar komen anda nyentil sekali, saya suka :))

    saya dan teman saya sudah lama geram dengan orang2 bertipe kayak gitu. kamera saya digital krn belum ada tabungan utk beli dSLR. lalu saya melihat beberapa orang di jejaring sosial memakai dSLR untuk foto2 narsis SAJA.

    saya apal sekali kelakuan anak2 g4ul macam gitu. pasti setelah foto langsung diunggah. atau dengan cara baru, preview foto di LCD dSLR lalu difoto pake kamera hp, diupload dan jadi ava twitter, DP atau profpik. HELLO? dSLR eloh buat apa??

    hati saya tersakiti mendapati hal spt itu menjamur. saya yang tak mampu beli dSLR, yg disuruh nabung sendiri oleh org tua untuk mendapatkannya, yang saya inginkan sejak 4 tahun lalu tapi belum terwujud, mereka malah menghamburkan uang ortu cuma buat mengikuti tr3nd g4ul 🙁

    sori curhat, mungkin ada yg senasib. kalo saya kebanyakan omong mohon maaf lahir batin ya =))

  • Enche September 2, 2011, 9:03 am

    Haha bagus tuh 🙂 thanks komennya

  • Mawar September 2, 2011, 8:26 am

    Nah, justru karena itu banyak bermunculan fotografer-fotografer ga jelas. Fotografer Magic, fotografer alay. Dengan diagnosa:
    – Tidak tau apa2 soal kamera dan lensa, tapi merasa tau (saya pernah melihat ada ‘fotografer’ yang mengomentari temannya yang juga ‘fotografer’ di sebuah jejaring sosial yang menyarankan temannya untuk: “Memotret dengan sudut 300mm agar lebih sip.” Ga tau deh itu antara pura-pura bodoh apa pura-pura pinter.)
    – Tidak tau pencahayaan, tapi merasa tau. Foto over dibilang sengaja, foto under juga dibilang sengaja.
    – Beli dSLR karena ikut-ikutan temen, ikut-ikutan lingkungan (Biar keliatan keren n coba bisnis gaul yang lagi ngetrend sekarang ini geto loch.)
    – Anti kamera pocket (percaya kalau dSLR memperbaiki hasil fotonya)
    – Suka foto model-model sexy yang jadi ajang pamer lensa n kamera (Ada yang foto model dengan lensa 70-200mm. Mungkin dia alergi cewe & harus foto dari jauh. Homo? Mungkin.)
    – Abis foto cewe-cewe sexy, ditaruh di jejaring sosial, dengan watermark nama diri dengan embel-embel ‘Photography’, ‘Photowork, ‘portraiture’, dll
    – Tidak lupa buat tag fotonya ke semua orang di friend list n ‘minta keripik pedes’
    – Tapi ga boleh sombong karena itu mengakulah ‘sedang belajar’ atau ‘newbie’
    – Kalau ada yang minta komentar foto, cukup bilang: “Tonalnya mantap, bro!” Tonal itu apa? Nanti dulu. Yang penting keliatan pinter dulu aja.
    – Gejala yang mudah terlihat dari Fotografer Magic adalah foto profil jejaring sosial yang harus tampak dia sedang memegang kamera (lebih mahal kamera & lensanya sangat disarankan). Pamer ingin kasih tau dunia kalau,”Gw ini fotografer, cuuuy! Yeaah…!” Kamera = obat PD. Kasian.
    – Nama di jejaring sosial juga harus nunjukin kalau ‘Gw itu fotografer’. Boleh dengan embel-embel contoh sebagai berikut: Udin Photography, Udin Belajar Motret, Udin Nikonian, Udin Photowork, Udin Shutter, Udin Slow Speed, Udin Alpha, etc. Oh, ngga. Bukan alay. Tapi fotografer 🙂

    Ini fakta. Lihat sekeliling anda-anda sekalian, lihat di jejaring-jejaring sosial. Atau jangan-jangan anda salah satunya? 🙂 Tersinggung? Silakan. Memang seharusnya merasa tersinggung.

  • mardha April 13, 2011, 5:46 am

    awalnya dulu hoby..lama2 dapet tawaran job kecil2an…sekarang lumayan juga sebulan minimal ada 4 tawaran job..lumayan untuk nambah penghasilan tanpa kehilangan pekerjaan utama 🙂

  • tukangpoto April 3, 2011, 12:37 pm

    Fotografi digital memang telah membuka peluang yang lebih besar bagi siapa saja untuk menekuni dunia fotografi, tidak seperti ketika fotografi analog dulu.

  • Galih March 28, 2011, 1:15 am

    Eemm boleh juga untuk dipelajari, meski untuk menjadi profesional membutuhkan budget yang tidak sedikit tentunya… 😀 Nice inpo

  • dilojor March 25, 2011, 1:16 am

    good

  • asep sofyan March 23, 2011, 11:56 am

    …. Fotografi merupakan karir yang kreatif yang lebih menyenangkan bagi banyak orang daripada kerja kantoran biasa yang membosankan….
    mantab om. SETUJU !!!

  • notooke March 23, 2011, 11:26 am

    asyik juga ya jadi Fotografer !!!!!!….heheheheeee…

Cancel reply

Leave a Comment