≡ Menu

Pentingnya memahami keterbatasan

Saat saya kuliah dulu, ada mata kuliah yang menarik bagi saya yaitu Decision Science (Ilmu membuat keputusan). Di kuliah ini, hal yang paling mengesankan bagi saya yaitu cara membuat keputusan yang baik sebenarnya sederhana, yaitu menentukan batasan-batasan (Constraints). Masuk akal juga, kita hidup di dunia yang serba terbatas, dengan membuat banyak batasan, kita ujung-ujungnya akan mendapatkan keputusan terbaik.

Contoh sederhana saja, misalnya akhir tahun ini kita ingin punya kamera, lensa, atau flash baru, bagaimana cara kita untuk memilih yang terbaik? Yang paling penting ditentukan terlebih dahulu adalah batasan budget/dana atau limit kartu kredit yang dimiliki. Tidak ada gunanya mencari kamera yang sesuai keinginan tapi harganya jauh diatas kemampuan kita.

Batasan yang lain mungkin berat, ukuran kamera dan lensa, kecepatan autofokus (penting jika sering memotret subjek bergerak cepat), dan fitur-fitur lainnya sampai menemukan kamera yang sesuai.

Keterbatasan juga bisa membuat foto kita lebih baik dan lebih kreatif. Kenapa bisa demikian? Beberapa bulan terakhir, saya banyak mengunakan kamera compact, dan masing-masing tentunya memiliki kelebihan tapi juga banyak keterbatasannya. Tapi justru dengan menyadari keterbatasan tersebut, saya lebih fokus saat memotret sehingga menghasilkan banyak foto yang saya sukai.

Contohnya kamera saku Ricoh GRD IV yang sensor gambarnya kecil dan lensanya tidak bisa zoom. Saya mengunakan kamera ini saat tour fotografi Kamboja, dan saat itu.saya ingin menghemat tenaga karena sehari sebelumnya saya baru saja selesai hunting foto dengan group pertama.

Mengunakan kamera yang compact membuat saya bisa memanjat cukup tinggi tanpa merasa keberatan dan bisa mencoba komposisi yang berbeda seperti ini. Meskipun gak bisa zoom, saya tidak merasa masalah, malah jadi lebih lega gak usah pusing mau zoom ke berapa, tinggal konsentrasi cari posisi dan komposisi yang menarik.

angkor-thom-gate

Saat saya kuliah dulu, saya jalan-jalan di waktu hujan gerimis dengan payung. Saat berjalan saya melihat pemandangan yang menarik. Untungnya ada kamera compact di kantong sehingga saya bisa lebih mudah mengabadikan sudut ini. Jika menggunakan kamera yang lebih besar, mungkin akan lebih sulit karena perlu dua tangan untuk mengoperasikannya.

bucknell-nostalgic

 

Beberapa bulan terakhir, saya mengunakan kamera Sigma DP2 Merrill. Kamera ini unik karena sensornya Foveon, 3 lapis warna, tidak seperti kamera pada umumnya yang hanya 1 lapis (Bayer). Kualitas warna dan ketajaman sangat baik, tapi kinerja kamera ini sangat buruk. Untuk menunggu proses satu foto saja kira-kira 10-15 detik. Baterainya cuma cukup 25-50 foto (menurut pengalaman pribadi saya), dan lensanya tidak bisa zoom, dan juga tidak ada stabilizer baik di lensa/kamera. Selain itu, ISO 400 keatas itu noisenya sudah banyak dan warnanya pudar,

fall-is-coming

Keterbatasan-keterbatasan kamera Sigma itu membuat saya lebih sabar, seperti saat mengunakan kamera film, saya selalu memotret  diatas tripod dengan ISO 100. Lucunya, beberapa fotografer di lapangan sering melirik dan senyum-senyum, mungkin karena mereka belum pernah lihat kamera semacam ini sebelumnya, atau merasa aneh karena saya memakai kamera sejenis kamera compact tapi pakai tripod yang besar layaknya pakai kamera DSLR.

Memiliki kamera yang punya fitur lengkap itu memang menyenangkan, kita tidak merasa terbatasi dengan kamera kita. Tapi tidak ada batasan juga bisa membuat kita cepat terlena dan tidak fokus. Sehingga tidak mengunakan kamera tersebut dengan potensi penuh. Contohnya misalnya saat memotret di kondisi minim cahaya, karena kita sudah sangat pede dengan kemampuan kamera canggih yang ISO-nya mencapai 8 digit, maka kita dengan pedenya mengunakan ISO tinggi tanpa mengunakan flash dan/atau tripod. Akibatnya hasil foto banyak noisenya, warnanya jelek dan kalau foto orang, tidak tajam dan sebagian tertutup bayangan.

Dengan kamera pemula atau canggih sebenarnya tidak masalah, jika kita memahami keterbatasan kamera kita dan fokus ke keunggulannya, maka hasil foto kita juga bisa bagus dan menarik.

telaga-remis

About the author: Enche Tjin adalah pendiri Infofotografi, seorang fotografer, instruktur fotografi, penulis buku dan tour photography organizer. Saat ini, ia bertempat tinggal di Jakarta. Temui Enche di Instagram: enchetjin

{ 5 comments… add one }
  • Ono junior December 21, 2014, 1:28 pm

    Ini yang saya cari, hampir persis dengan saya mr.tjin, cuma pakai gadget tpi brusaha dgn ksabaran,, mengejar lebah kesana kemari,, ular, serangga, dll , pnuh pengalaman,ksabaran, kehati-hatian, menentukn sudut pandang beckgroud fokus,. Zoom (25cm dri objek) saya cuma pakai kaki, salah langkah ehh tu binatang pada kabur… Batasan ini yang membuat saya menikmati apa yang saya gunakan, menarik, penuh proses… Artikel ini menyadarkan saya.. Thanks mr.tjin..

  • Taufik December 21, 2014, 10:34 am

    Mas Enche, Untuk membuat efek fote seperti pada gambar kedua “bucknell-nostalgic” itu bagaimana caranya?thanks

    • Enche Tjin December 21, 2014, 10:36 am

      Saya biasa pakai lightroom untuk mengatur saturasi warna dan kontras supaya lebih tinggi.

      • Taufik December 21, 2014, 10:49 am

        Makasih mas Enche atas jawabannya..

  • willy December 21, 2014, 2:02 am

    Makasih ilmunya koh (Y)

Cancel reply

Leave a Comment