≡ Menu

Sharing pengalaman memotret Cityscape (pemandangan kota)

Masih teringat saat pertama kali motret Cityscape, saya terkaget-kaget melihat hasil foto langit biru pekat yang kontras dengan warna lampu gedung/mobil tampak sangat indah. Sempat bolak balik melihat ke langit, sepertinya langit tidak biru seperti yang terekam dalam foto. Akhirnya saya mengerti bahwa itulah yang disebut momen blue hour, fenomena alam yang mana langit menjadi berwarna biru pekat. Pengalaman pertama ini membawa kesan sangat dalam, sehingga saya berupaya untuk merekam momen blue hour pada setiap kesempatan memotret Cityscape.

V -  f/8 – ISO 50 – 13 detik

Menyadari bahwa genre fotografi Cityscape relatif jarang ditulis sehingga sulit untuk mencari referensi bagi yang baru belajar maka mendorong saya untuk sharing pengalaman meskipun masih dalam tahap belajar. Bersyukur saat ini di Infofotografi.com sudah dibuka kelas teori dan praktik motret Cityscape sehingga teman-teman bisa belajar bersama Mas Erwin Mulyadi juga dengan Ko Enche Tjin.

Ketertarikan pada dunia fotografi diawali di Infofotografi sekitar tiga tahun yang lalu. Dari Infofotografi-lah saya tahu, kenal, lalu suka, hingga kecanduan dan terasa seperti “sakau” kalo tidak bisa motret seminggu saja. Sepertinya lebai, namun dari obrolan teman – teman yang sama-sama belajar di Infofotografi hal yang ini juga dialami oleh mereka. Pengetahuan dan ketrampilan motret saya lahir, tumbuh dan berkembang dari kelas, workshop, sharing pengalaman serta hunting bersama yang yang diselenggarakan Infofotografi.

Membaca buku fotografi, browsing di internet, bergabung berbagai sosial media, diskusi dengan senior, mengikuti berbagai kegiatan hunting merupakan sarana menambah wawasan dan mengasah ketrampilan teknik motret yang sangat efektif. Bergabung dengan komunitas dari berbagai genre fotografi juga memperkaya wawasan secara instan karena dalam komunitas selalu ada fotografer yang ahli dalam bidangnya.

Saya memilih lebih banyak motret Cityscape selain karena “keterpukauan” dengan keindahan momen blue hour juga alasan praktis, bisa motret kapan saja tanpa harus cuti dari kantor. Sedangkan untuk genre fotografi landscape, human interest, model, macro, atau genre lainnya perlu waktu khusus terutama saat weekend/hari libur.

Flyover, f/8 - ISO 100 - 8 detik

Di manakah tempat motret Cityscape?

Motret Cityscape biasanya dilakukan dari rooftop/heli pad. Diantara Cityscaper dikenal istilah “Ngatep” untuk menggantikan terminologi motret dari rooftop. Obyek foto Cityscape adalah pemandangan kota dengan gedung pencakar langit yang dilengkapi lampu-lampu, kendaraan serta sarana jalan/taman yang diambil dari rooftop/ketinggian.

Mengapa motretnya mesti dari rooftop/ketinggian? Pandangan kita lebih luas, tidak terhalang oleh gedung, perumahan, pepohonan, tiang listrik, lampu jalan sehingga view kota dapat ditampilkan secara lebih utuh.

Dengan menggunakan kriteria itu maka foto Cityscape di Indonesia sejauh ini lebih banyak dilakukan di Jakarta yang telah memiliki gedung-gedung pencakar langit. Lebih spesifik lagi, dari atap gedung di sekitar Monas, Jalan Thamrin, Jalan Sudirman, Jalan Dr Satrio, Jalan Gatot Subroto, Jalan Rasuna Said, Komplek SCBD, Central Park, Daerah Kuningan,yang pengelola gedungnya mengijinkan untuk dilakukan pemotretan.

Semoga dalam waktu dekat dapat dilakukan foto Cityscape di kota-kota besar yang sudah memiliki gedung-gedung tinggi seperti Surabaya, Makassar, Semarang, Medan atau Bandung. Kendala keterbatasan jumlah gedung tinggi sepertinya segera teratasi dengan adanya kamera drone. Motret Cityscape dapat dilakukan di semua kota dengan drone tanpa harus naik ke rooftop.

Sudirman (blue hour sore) f/8 – ISO 200 – 4 detik

Kapan momen motret Cityscape?

Terkait hal ini ada yang berpendapat kapan saja bisa dilakukan tanpa batasan waktu. Saya lebih suka motret Cityscape saat blue hour (menjelang sunrise dan setelah sunset), serta saat golden hour (setelah sunrise dan menjelang sunset). Di Jakarta motret Cityscape hampir selalu dilakukan sore hari saat lampu kota mulai menyala. Sangat jarang motret Cityscape pagi hari karena saat blue hour pagi hari, lampu gedung/kota di Jakarta sebagian besar sudah dimatikan. Berbeda dengan situasi di negara lain, kita bisa motret Cityscape pagi hari maupun sore hari karena lampu gedung/kota menyala sepanjang sore sampai pagi.

Waktu ideal untuk motret Cityscape di Jakarta adalah menjelang sunset sampai setelah blue hour habis (saat langit sudah gelap). Setelah blue hour habis sebaiknya berhenti motret karena langit sudah gelap dan daerah perumahan penduduk serta taman akan tampak gelap karena kurang cahaya. Bila dipaksakan maka foto Cityscape kita menjadi kurang indah, karena daerah yang kekurangan cahaya akan tampak blocks hitam dan kehilangan detail pada area tersebut. Dengan demikian secara durasi, moment motret Cityscape di Jakarta sore hari relatif singkat yaitu sekitar 30 menit sampai dengan 1 jam.

Sheikh Zayed Road’s morning, f/8, ISO 400mm, 6 detik

Peralatan untuk motret di rooftop.

  1. Peralatan utama pasti body kamera dan tiga jenis lensa. Untuk kamera full frame, lensa lebar seperti 16-35mm (10-24 di APS-C) sangat banyak digunakan. Lensa zoom medium 24-70mm, dan telefoto 70-200mm terkadang digunakan untuk memotret detail yang jauh. Kadang dibutuhkan lensa yang ultra wide seperti lensa 10mm untuk menangkap pemandangan yang sangat luas saat memotret di sudut yang sempit.
  2. Tripod yang kokoh diperlukan karena adanya angin kencang di rooftop yang berpotensi foto kita “goyang/shake”. Tripod mini dapat digunakan apabila ada pagar/dinding batu yang stabil di rooftop.
  3. Filter juga diperlukan (Soft GND 0.6, 0.9, 1.2 atau 1.5), filters CPL dan ND kadang dipakai bila kita naik ke rooftop saat alam masih sangat terang atau ingin merekam gerakan awan yang tertiup angin.
  4. Untuk antisipasi hujan, perlu disiapkan rain cover untuk lindungi kamera/lensa kita.
  5. Beberapa gedung yang memiliki pagar dinding rooftop agak tinggi sehingga kadang kita perlu membawa bangku untuk berdiri agar bisa motret.

Dengan perlengkapan itu maka kita sudah siap untuk motret Cityscape di rooftop.

Yang kadang membingungkan kita, bagaimana dengan setting kamera?

Saya biasa menggunakan : Mode A (Aperture Priority) : f/8, f/11 atau f/16. ISO: 50 – 200. Shutter speed menyesuaikan dengan +/- Exposure Compensation.

Pengaturan White Balance (WB) perlu beberapa kali disesuaikan dengan kondisi alam sejak sunset sampai blue hour. Biasanya saat blue hour menggunakan AWB cukup aman. Namun demikian apapun pilihan WB-nya, tetap perlu dipastikan warna yang di kamera adalah sama atau mendekati sama dengan alam yang kasat mata dan warna gedung/kota sesuai aslinya agar saat Post-Processing (editing) tidak perlu banyak mengubah .

Marina Bay Sands (MBS) - f/8, ISO 100, 15 detik

Hal yang perlu diperhatikan saat motret Cityscape

  1. Kegiatan motret Cityscape dilakukan secara berkelompok yang dikoordinir oleh Event Organizer (EO). Pastikan bahwa pengurusan ijin untuk naik ke rooftop sudah beres pada saat kita mau motret. EO meminta peserta berkumpul di lobby gedung sekitar jam 16.30 sd jam 17.00. Upayakan datang tepat waktu, agar peserta lain tidak menunggu. Untuk naik ke rooftop akan dilakukan secara bersamaan setelah semua peserta siap. Ikuti dengan patuh arahan instruktur/EO juga aturan dari masing-masing Pengelola Gedung.
  2. Lokasi motret Cityscape di rooftop yang merupakan ruang terbuka/tanpa atap sehingga di sana angin berhembus kencang. Perlu membawa jaket tipis yang windproof & waterproof untuk berlindung dari terpaan angin kencang atau hujan yang kadang tiba-tiba turun.
  3. Siapkan stamina yang baik (biasanya lift tidak sampai ke lantai atap sehingga kita masih harus naik tangga manual sekitar 1 sd 3 lantai).
  4. Motret semua angle tidak dapat dilakukan dalam satu kali kunjungan. Sebaiknya tidak memaksa diri berlarian pindah-pindah untuk mengejar moment pada semua angle. Selain berbahaya juga tidak akan menghasilkan foto yang baik.
  5. Untuk membuat foto yang indah, pada saat tiba di rooftop lebih dulu lakukan obseravasi di sekeliling rooftop untuk memilih angle dan menempatkan Point of Interest pada komposisi yang pas. Hadirkan “rasa diri” dalam foto sehingga penikmat foto bisa langsung tahu saat melihat foto “….itu karya si A”
  6. Hal lain yang perlu diperhatikan bahwa pada saat kita motret rooftop, di lantai lain di gedung tersebut juga sedang berlangsung aktivitas kantor/hotel/apartment sehingga kita harus tertib dan tidak gaduh. Hati-hati di rooftop terdapat berbagai instalasi gedung antara lain AC, gondola, penangkal petir, juga listrik/genset. Pastikan setelah motret, seluruh peralatan kita tidak ada yang tertinggal termasuk botol bekas minuman dan bungkus makanan.
  7. Terakhir foto selfie/wefie adalah wajib karena jarang kita punya kesempatan mewah berada di rooftop/helipad gedung pencakar langit dan jangan lupa nikmati keindahan suasana sunset (golden hour & blue hour) selama sesi motret Cityscape untuk menambah rasa syukur atas Ciptaan-Nya.

Semoga sharing ini bermanfaat dan apabila teman-teman ingin diskusi lebih dalam terkait motret Cityscape dengan senang hati saya menyambut.


Enche Tjin : Trims untuk sharing pengalamannya Bu Heirini Soebari. Simak juga photo story karya Bu Heirini.

Bagi yang ingin belajar Cityscape kini bisa dilihat jadwalnya di halaman ini, atau hubungi 0858 1318 3069 untuk info jadwal hunting foto.

{ 9 comments… add one }
  • Oneal September 18, 2019, 2:29 am

    Halo kak mau bertanya. Apakah pengambilan foto Cityscape photography itu harus selalu di rooftop? Elemen Cityscape photography selain gedung gedung pencakar langit, dan jalanan apa saja ya? Kalo misalnya ada orang-orang yang ter-expose apakah tidak apa apa? Terima kasih sebelumnya 🙂

    • Erwin Mulyadi September 18, 2019, 2:14 pm

      Tidak harus di atap. Bisa juga dari bawah, yang penting adalah mendapat kesan modern perkotaan (urban living) yang identik dengan gedung bertingkat. Waktu pengambilan yang biasanya malam alasannya karena gedung akan tampak lebih indah bila lampunya sudah menyala. Orang yang tertangkap kamera biasanya kecil sekali, diabaikan. Lebih penting adalah elemen langit (bila blue hour atau golden hour) dan elemen mobil yang bergerak untuk diambil motion blurnya.

  • Debby December 11, 2017, 1:53 pm

    Keren….berguna banget neh, baru baca….thanks Herini

  • ihsan abdurrahman December 8, 2017, 9:31 am

    selamat pagi.
    Saya ingin bertanya bagaimana prosedur perizinan untuk menggunakan gedung yang nantinya kita pakai untuk huntiing photo city scape ya koh? kebetulan saya dan komunitas mau coba hunting photoscape gitu tapi selalu terkendala izin.
    Teriakasih

    • Enche Tjin December 8, 2017, 8:20 pm

      Iya, sangat rumit jika ngurus sendiri, harus ada orang dalam yang kenal dan percaya kita. Jadi lebih baik ikut acara yang diadakan event organizer.

  • Ralfa Khansa September 18, 2017, 12:54 pm

    Permisi, saya mau tanya, foto yang kedua itu daerah mana ya? Terima kasih

    • Herini Soebari September 19, 2017, 5:02 am

      Di persimpangan Jalan Sudirman & flyover Casablanca

  • Lia April 30, 2017, 5:11 pm

    Koh enche.. Butuh pertolongan ni.
    Tadi saya udah deal ni mau beli d5500 dengan lensa 18-140mm. Tapi si owner toko malah nyaranin saya lebih bagus d7100.
    Sama2 lensa 18-140mm tp d7100 lebih semi pro. Ditambah lagi iming2 FP 51 titik vs 39 titik. Si toko ngasi harga setara 14juta-an untuk dua tipe ini.
    Yang bikin saya galau:
    1. D7100 untuk tahun 2017 terlalu jadul ga sih dr segi software dan fitur?
    2. Untuk ISO d7100 gimana koh? Klo poto cityscape waktu malam noise-nya keliatan ga koh?
    3. Saya masih pemula tapi serius untuk photography. Suka candid, streetphotography, objek yg bergerak. Mentoknya cocok yg mana koh?

    Gara2 itu saya keluar tokonya linglung..hahaaa
    Help me kohh!

    • Enche Tjin May 17, 2017, 5:30 pm

      1. Gak juga, masih oke menurut saya di tahun 2017
      2. ISO D7100 sama D5500 kurang lebih sama, karena sensornya APS-C dan selisih tahunnya gak bergitu beda (2 tahun). Kalau foto pemandangan ya kita pakai tripod, bisa pakai ISO rendah.
      3. Kalau untuk serius, D7100 lebih banyak fitur yang menunjang, misalnya fitur untuk flash dan pengaturan yang lebih detail. Tapi kelemahan utama D7100 adalah ukuran dan beratnya lebih besar dari D5500. Dan D5500 layarnya bisa diputar, D7100 gak bisa. Kalau lebih ke serius, saran saya kamera D7100 lebih tangguh.

Cancel reply

Leave a Comment