≡ Menu

Travel Photography ke Bali dengan Canon 1500D

Travel photography, dua kata yang bila digabung menjadi sesuatu yang sangat diminati masyarakat modern, khususnya kaum milenial. Mengekspresikan kreativitas memotret sambil menikmati perjalanan tentu akan memberi sesuatu yang baru dalam pengalaman hidup, atau sekedar melepaskan diri dari penatnya rutinitas hidup orang modern. Bulan lalu saya pun menyempatkan untuk travel ke Bali, untuk melihat acara Melasti, Ogoh-ogoh dan kegiatan pasca Nyepi, dan hendak berbagi cerita dengan anda pembaca setia infofotografi. Gear yang saya bawa adalah kamera DSLR Canon EOS 1500D, dengan lensa kit 18-55mm, lensa fix 50mm, lensa wide 10-18mm dan lensa tele 55-250mm serta sebuah flash 430EX RT-III.

Salah satu proses Melasti, dengan lampu kilat 430EX untuk tambahan pencahayaan dari depan.

Melasti di pagi hari, lensa 10-18mm

Melasti sendiri adalah bagian dari prosesi keagamaan umat Hindu, dilakukan beberapa hari sebelum hari raya Nyepi dan bisa ditemui di banyak pantai di Bali dari pagi hingga sore. Tujuan foto saya adalah untuk mengambil setiap bagian cerita dari acara Melasti, semua hal yang unik, momen penting dan juga detail yang mungkin terlewat oleh turis biasa. Tentunya sebagai fotografer, memotret acara keagamaan perlu menjaga etika, sikap dan menghormati aturan yang ada serta tidak mengganggu proses keagamaan yang sedang berlangsung. Lokasi saya memotret Melasti juga berpindah-pindah tergantung waktu, kalau pagi ke pantai timur, saat sore saya pantai barat (Canggu dan Kuta).

Upacara di Pura Besakih

Sehari sebelum Nyepi, sudah tidak ada lagi kegiatan Melasti yang bisa ditemui. Maka saya pun memilih untuk bepergian agak jauh yaitu ke pura Besakih, di kaki gunung Agung (sekitar 2 jam dari hotel di Kuta). Di Besakih, sedang ada perayaan sepuluh tahunan yaitu upacara Panca Krama yang pasti akan sangat penuh. Disini banyak umat Hindu yang datang untuk mengikuti semua prosesi upacara, dan fotografer diperbolehkan memotret selama tidak masuk ke area tertentu yang dilarang. Setelah siang, saya pun kembali ke arah Kuta dan di perjalanan ditemui banyak masyarakat yang sedang membuat ogoh-ogoh ukuran besar, karena memang akan diarak keliling kota pada malam harinya.

Setiba di Kuta, banyak jalanan yang mulai ditutup, seperti di Legian. Supir mobil sewaan pun tidak bisa antar saya lagi karena dia juga harus pulang untuk siap-siap Nyepi besok pagi. Untungnya hotel saya dekat dengan pusat keramaian di Legian, jadi sore harinya saya sempatkan menyusuri jalan Legian untuk melihat banyak ogoh-ogoh yang sudah siap untuk diarak. Saat malam, banyak turis dan warga setempat yang memenuhi jalanan di daerah saya berada, untuk menunggu bermacam ogoh-ogoh yang akan lewat dengan berbagai bentuk dan kreativitasnya. Karena gelap, saya memilih memakai flash dan beberapa kali saya mencoba teknik flash kreatif dengan 2nd rear curtain sync yang tersedia di flash Canon 430EX.

Teknik flash kreatif dengan Canon 430EX

Esoknya, mulai jam 6.00 pagi saya sudah tidak boleh keluar hotel. Maka praktis seharian itu saya hanya beristirahat di hotel sambil memilah foto-foto yang sudah diambil selama 3 hari sebelumnya. Kebetulan ini adalah pengalaman pertama saya merasakan langsung suasanya Nyepi di Bali, yang tentu berbeda dengan di kota lain. Tidak ada kebisingan, tidak terlihat ada aktivitas apapun di jalan, dan setelah malam tiba tidak ada cahaya apapun yang tampak diluar hotel (kecuali cahaya bulan dan bintang). Benar-benar pengalaman yang mengesankan..

Esoknya, tepat jam 6.00 pagi aktivitas kembali dimulai. Saya keluar hotel untuk melihat suasana, tampak sedikit kendaraan yang mulai melintas di jalan, dan beberapa toko mulai dibuka. Tapi rasanya Bali pasca Nyepi itu seperti belum normal, mirip seperti kalau di Jakarta setelah lebaran, masih sepi dan banyak toko yang tutup. Sore hari saya mendatangi daerah hutan Mangrove di dekat bandara untuk melihat acara ‘Mebug-bugan’ atau perang lumpur. Disini puluhan orang (umumnya anak-anak) akan melumuri badannya dengan lumpur, lalu berjalan ke pantai untuk bermain dan bergembira, lalu membersihkan badan di air laut.

Dengan teknik HDR, saya menggabung 3 foto di editing.

Desa bersih Penglipuran

Di hari terakhir dalam sesi travel saya di Bali, saya mendatangi daerah Kintamani untuk melihat sunrise yang menawan. Perjalanan dari hotel dimulai jam 3 pagi, dan jauhnya perjalanan terbayar dengan view yang indah serta sunrise yang menawan. Bahkan saat tiba saya masih sempat memotret milky way sebentar sebelum akhirnya langit mulai terang. Saya menggunakan teknik HDR untuk mengambil foto matahari terbit, dengan menggabungkan 3 foto berbeda eksposur di software Photoshop. Puas melihat sunrise, saya melanjutkan perjalanan ke desa bersih Penglipuran, dan setelah itu check-out dan menuju bandara. Begitulah sharing perjalanan saya ke Bali dan secara umum gear yang saya bawa bisa diandalkan untuk mendapat kualitas gambar, tanpa perlu merepotkan karena umumnya termasuk kecil dan ringan.

 

About the author: Erwin Mulyadi, penulis dan pengajar yang hobi fotografi, videografi dan travelling. Sempat berkarir cukup lama sebagai Broadcast Network TV engineer, kini Erwin bergabung menjadi instruktur tetap untuk kursus dan tour yang dikelola oleh infofotografi. Temui dan ikuti Erwin di LinkedIn dan instagram.

{ 4 comments… add one }
  • Fajar Ali R April 25, 2019, 5:29 pm

    Biasa upload foto dimana om selain instagram?

  • Agus April 22, 2019, 11:46 am

    Man Behind the Camera

    • Erwin Mulyadi April 22, 2019, 1:31 pm

      Ya slogan kita kan Gear is good, vision is better. Peralatan yang sesuai kebutuhan itu baik untuk dipunyai, tapi vision yang akan menentukan hasil akhirnya. Disini saya hendak menarasikan kalau kamera 1500D, terlepas dari segmennya yang pemula banget, tapi sudah mencukupi untuk mayoritas kebutuhan fotografi umum. Alat yang lebih mahal, boleh jadi tidak menambah impact ke hasil foto secara signifikan, tapi peranan sang fotografer (ide/konsep, timing, pilihan lensa dll) yang akan menentukan visual akhirnya. Makasih pak Agus…terus berkarya ya.

Cancel reply

Leave a Comment