≡ Menu

Dilema lensa fix bukaan besar : Prioritas pada bokeh atau ketajaman?

Lensa fix tidak dipungkiri masih jadi lensa yang penting dan terus dicari banyak fotografer, meski era lensa zoom sudah begitu memudahkan dan memanjakan fotografer modern. Salah satu alasan kenapa lensa fix tetap dicari adalah karena punya bukaan aperture yang lebih besar daripada lensa zoom, yang memungkinkan pemakaian shutter speed lebih cepat, sehingga kerap disebut lensa cepat. Belakangan ini semakin marak lensa fix yang berhasil dibuat dengan bukaan ekstra besar, misal f/1.2 bahkan f/1 yang bikin penasaran apakah lensa semacam ini akan tajam? Lalu seperti apa bokehnya? Bisakah lensa fix bukaan besar seperti ini menghasilkan foto yang tajam sekaligus bokehnya lembut?

Ilustrasi : lensa bukaan besar dengan f/1.4

Sebelum masuk dan menjawab kesana, kita ingat lagi kalau lensa fix bukaan besar, banyak juga yang memakai aperture dengan bukaan maksimal ‘hanya’ f/1.8 atau f/2 dan lensa semacam ini kerap dikaitkan dengan segmen ekonomis. Untuk kebutuhan profesional, tersedia lensa yang bukaannya sekitar 1 stop lebih besar lagi yaitu lensa-lensa fix dengan bukaan f/1.4. Bagi profesional, benefit 1 stop itu signifikan, misal yang tadinya harus motret dengan ISO 6400, jadi bisa pakai ISO 3200 yang lebih rendah noisenya. Tapi bagaimana bila memotretnya siang hari yang terang? Lensa bukaan besar seperti f/1.4 tetap diminati karena bokehnya yang lebih blur, sehingga nampak lebih punya karakter look yang unik.

Lensa Fujinon XF 50mm f/1 yang bisa auto fokus

Sayangnya mendesain lensa yang bukaan besar sekaligus tajam pada bukaan maksimal (tidak di stop down), bukan perkara mudah. Dulu banyak pengguna yang baru pertama mencoba lensa fix yang bukaan besar, misal lensa 50mm f/1.4 yang bingung (dan tidak habis mengerti) mengapa di f/1.4 fotonya tidak begitu tajam. Untungnya lensa masa kini, dengan terobosan teknologi komputerisasi optik yang lebih baik, bisa membuat lensa yang lebih ideal (walau harganya jadi lebih tinggi). Menyadari mereka mampu membuat lensa yang lebih tajam, produsen lensa mulai berusaha membuat lensa yang lebih besar lagi bukaannya, misal lensa Fuji XF 50mm f/1.0 (untuk APS-C, harga 20 jutaan) yang belum lama ini kami coba. Alhasil, ketajaman di f/1 memang tidak yang sangat tajam, tapi menurut saya sudah sangat baik mengingat bukaan f/1 adalah tantangan besar bagi produsen lensa, dan prioritasnya tentu lebih kepada karakter dimensi dan bokeh dari sebuah lensa. Ada juga sih lensa fix bukaan besar yang tajam sekali di bukaan maksimal sekaligus punya bokeh yang lembut, misal Canon RF 50mm f/1.2 tapi harganya juga aduhai (40 jutaan). Wajar dengan harga segitu, bisa didapat dua hal sekaligus, yaitu tajam dan bokeh.

Hasil mencoba lensa Fuji XF 50mm f/1 di kamera Fuji XT3, fokus ke cangkir kopinya dan perhatikan betapa tipisnya ruang tajam (DoF) dalam foto ini

Saya pribadi merasa, lensa dengan bukaan besar lebih kepada kebutuhan spesifik saja dan belum tentu praktis dipakai. Saya termasuk yang berfikir sebaliknya, bagaimana dengan sebuah lensa fix yang bukaannya sedang-sedang saja, tapi bisa dibuat ringkas, murah dan tajam. Tentunya saya akan korbankan dua hal, pertama bokeh, dan kedua light gathering ability (yang akan membatasi saya foto di keadaan gelap). Saya suka lensa seperti Canon EF-S 24mm f/2.8 yang seperti pancake lens, atau Fuji 35mm f/2 yang ringkas dan enak buat street. Di beberapa kesempatan, saya pernah mencoba lensa Tamron seperti 24mm f/2.8 for E-mount, yang sayangnya masih agak besar lensanya.

Lensa manual fokus dengan bukaan f/0.95 pun ada

Meski demikian, lensa fix bukaan besar yang murah, dengan kualitas ketajaman yang kurang di bukaan maksimal, tetap bisa jadi pilihan. Saya juga punya Yongnuo 50mm f/1.4 untuk Canon DSLR, yang memang kurang tajam di f/1.4 tapi saya maklumi itu. Belakangan ini ada lensa 7Artisans yang membuat lensa 25mm dengan bukaan f/0.95 manual fokus yang juga bisa diduga hasil fotonya kurang tajam bila tidak di stop down. Tapi bila harga tidak terlalu mahal, punya lensa bukaan ekstra besar tidak ada salahnya juga kok, jaga-jaga saja siapa tahu akan motret di tempat kurang cahaya, atau perlu foto potret yang bokeh sekali. Lagipula tidak semua foto juga harus yang super sharp kan, kadang-kadang softness dari lensa bisa memberi karakter dan keunikan sendiri dari sebuah foto.

About the author: Erwin Mulyadi, penulis dan pengajar yang hobi fotografi, videografi dan travelling. Sempat berkarir cukup lama sebagai Broadcast Network TV engineer, kini Erwin bergabung menjadi instruktur tetap untuk kursus dan tour yang dikelola oleh infofotografi. Temui dan ikuti Erwin di LinkedIn dan instagram.

{ 4 comments… add one }
  • Ricky Bayu September 5, 2022, 9:17 pm

    Bang mau tanya nih, sigma 24-70mm f2.8 EX DG HSM apakah cocok di canon eos R ya? Apakah butuh adapter lagi atau gimana?

    • Enche Tjin September 8, 2022, 9:48 am

      Iya, karena lensa tersebut didesain untuk DSLR

  • Komar February 8, 2022, 12:36 pm

    ni lensa yg fokusnya meleset dikit malah bikin runyam. Apalagi yg msh pakai dslr, yg menggunakan single poin fokus…. belum lagi kalau ada issue front atau back fokus. Kudu kalibrasi fokus lagi di body. Tapi kalau udah nurut… mantap ni lensa

    • Erwin Mulyadi February 9, 2022, 10:35 am

      Ya setuju, untungnya lensa yang saya coba kemarin 50mm f/1 dibuat untuk mirrorless dan auto fokusnya lebih mudah karena terbantu dengan deteksi mata atau wajah, meski tetap tidak aman kalau subyeknya gerak dikit aja ke depan atau belakang.

Cancel reply

Leave a Comment