Berbicara mengenai fotografi konser atau show apapun diatas panggung, bukanlah hal mudah. Malah cenderung sulit jika dibanding dengan landscape, portrait atau dan lain-lain. Berkejar-kejaran dengan kondisi gelap-terang dan lighting yang berganti-ganti warna, momen yang tidak terduga, jarak fokus yang cepat berubah-ubah dan lain-lain.
Itu baru masalah teknisnya. Sama pentingnya, adalah masalah non teknis. Semua pasti tahu, dibutuhkan pass / izin khusus untuk memotret konser besar. Bagaimana mendapatkannya? Dengan portfolio tentu saja. Tapi bagaimana bisa mendapat portfolio kalau tidak diberi kesempatan? Ini seperti kasus “ayam dan telur duluan mana”. Mari kita bahas pelan-pelan.
Hal Teknis
Untuk bisa sukses, dalam artian mendapat gambar bagus, anda harus bisa mengoperasikan kamera tanpa melihat (blindly). Jari-jari anda harus menjadi satu kesatuan dengan tombol-tombol di kamera. Gonta-ganti ISO, titik fokus, speed, aperture, harus dioperasikan secara cepat tanpa mata meninggalkan viewfinder. Kuasai kamera anda secara total!
Mode. Mode kamera apa yang terbaik dalam memotret konser? Dalam hal ini saya tidak bisa memberi jawaban pasti. Semua orang punya persepsi sendiri-sendiri. Kalau saya, cenderung memakai M / manual. Bukan manual focus ya. Alasannya? Pengukuran cahaya tidak mutlak. Misalnya, bisa saja spotlight yang datang dari berbagai arah (seperti backlight misalkan) menyebabkan metering kamera mengukur cahaya panggung secara pas, namun sang vokalis mungkin malah dalam keadaan under exposure.
Shutter Speed disini berperan lebih besar ketimbang Aperture. Terutama dalam konser rock. Saya tidak pernah menggunakan speed dibawah 1/200. Gerakan para personilnya yang enerjik sulit di-freeze dibawah 1/200. Malah tak jarang saya pakai 1/250. Ini akan menjamin anda akan mem-freeze movement.
ISO. Tak bisa dipungkiri, untuk jenis fotografi yang satu ini, kehandalan kamera dalam meng-handle ISO tinggi turut menjadi penentu. Keadaan stage yang biasanya dim-light, Speed tinggi, flash juga tidak diperbolehkan. Mau tak mau kita bergantung pada high ISO. Kenali baik-baik kamera anda. Jika ISO3200 noisenya amat parah, lebih baik pinjam kamera teman dulu.
White Balance. Sepenuhnya Auto. Saya selalu menggunakan RAW format karena warna lampu yang cenderung berubah-ubah. RAW memberi jangkauan yang jauh lebih luas ketimbang JPEG ketika diedit. Noise pun (sedikit) lebih halus.
Untuk tambahan, idealnya, saya selalu membawa dua bodi kamera. Satu untuk wide lens, satu untuk tele. Karena sangat tidak mungkin mengejar momen tapi masih mengganti-ganti lensa. Resikonya lensanya malah jatuh.
Hal Non Teknis
Nah ini yang tak kalah pentingnya. Malah bisa dibilang lebih penting. Saran utama saya, cobalah memotret konser-konser kecil didaerah sekitar dulu. Mungkin di kampus, band teman, atau acara-acara tertentu. Datangi panitianya, email, telepon, facebook, tawarkan pada mereka bahwa anda ingin berkontribusi untuk dokumentasinya secara sukarela. Jangan memikirkan profit dulu. Kumpulkan portfolio dulu dan atasi kesulitan yang dihadapi.
Be professional. Apalagi dengan band / artis yang telah memiliki nama. Tempatkan diri anda sebagai fotografer. Tidak usah merayu-rayu mengatakan anda adalah fans besarnya, sudah puluhan tahun menggandrungi bla bla bla… Cukup katakan anda seorang fotografer dan tujuan anda adalah memotret secara professional. Itu saja. You’ll get a lot of respect that way.
Jangan girang dulu setelah mendapat ijin. Tanyakan detailnya, Apa boleh memotret sepanjang konser? Banyak band besar yang hanya membolehkan fotografer untuk memotret hanya di tiga lagu pertama. Aksesnya kemana saja? Apakah boleh naik ke panggung? Bagaimana dengan backstage? Jangan sampai anda diusir keluar security dari venue karena kesalah pahaman kecil.
Hal lain yang penting ditanyakan juga; apakah Anda boleh memiliki dan meng-upload foto-foto hasilnya. Jangan kaget! betul bahwa fotonya adalah karya anda, tapi ini berkenaan dengan masalah copyright.
Banyak band besar yang tidak mengijinkan fotografer untuk tidak meng-upload online hasil fotonya, bahkan lebih ekstrim lagi, mewajibkan untuk menyerahkan memory card begitu konser selesai. Take it or leave it. Mangkanya, lebih baik, Tanya dulu.
Datang lebih awal. Bersiap lebih awal selalu lebih baik. Datangi manajernya, juga security. Say hello, siapa tau anda mendapat akses yang tak terduga. Tes lighting, check segala angle yang kiranya bagus, check semua setting kamera.
Last but not least, jangan lupa untuk berterima kasih setelah show selesai. Jalin pertemanan bila memungkinkan. Jika mereka menyukai anda, pasti anda dipanggil lagi. Anyway, itu kunci dari commercial photography; Selalu menjalin hubungan baik dengan klien.
Masih banyak sebenarnya tips yang bisa saya jabarkan. Namun karena keterbatasan tempat, kiranya cukup sampai disini dulu. Kalau ada yang mau bertanya, saya tak segan untuk menjawab hal-hal yang belum disampaikan. Silakan bertanya melalui kotak komentar dibawah artikel ini, atau saya bisa dihubungi di email wisnu.h,yudhanto@gmail.com atau twitter @wisnuhy.
Salam hangat! Keep shooting!
All images are the exclusive property of Wisnu Haryo Yudhanto (www.flickr.com/lordwisnu) and protected under Copyright Laws
Ini kan untuk yg pake akses, kalo sekiranya sebagai penonton bsa ga y pake teknik ini dan di upload bebas
mas wisnu n ko enche, perlukah lensa vitur vc, is, vr, os (stabilisai/anti getar) untuk motret konser? harganya lumayan bikin keringeten nih heuheu. Terimakasih.
koh accesories buat foto stage yg bagus dan utama/paling penting apa aja ya?
stage photography cukup merepotkan buat aku, waktu mencoba mengambil foto konser musik rock “charity night”…hasil jepretanku banyak sekali yang blur ! padahal sudah aku coba ganti-ganti settingan dari aperturenya, speednya, manualnya, ISOnya tapi masih tetap belum mendapatkan foto yang “freeze”….penasaran tingkat tinggi, sampai putus asa…tapi tetap semangat untuk belajar sebagai pengalaman…untungnya terhibur dengan kekuatan musik cadas sebagai obat penawar rasa frustasi…keep rockin ! salam jepret !
q jga batu mempelajari lightroom seperti d. bicarakan dsini. dan pengen belajar karena membaca dsini. tp smua d atas kalo dr sya sndri masalahnya cm d biaya… hmmm … makashi smua
Haa tarimakasiih Mr. Wisnu & Mr. Enche, atas pencerahannyaa…
Selama ini saya pake adobe Ps (bukan camera RAW) buat proses RAW, dan selalu bingung pas waktu atur kontras, sharpening juga noise control-nya (banyak yg gagal cetak, gara2 noises :p). Kemaren sempet coba Lr 5 versi trial beta, asik buat proses RAW dan reducing noise-nya cukup halus, tp tetep aja masih bingung hehe..
Maaf saya sudah OOT dari pembahasan stage concert jadi ke RAWRAWRAW & editing. Tarimakasih 🙂
Nah tuu buat yg mau tau bedanya RAW ama JPEG & cara ngeditnya biar gambarnya gak kualitas snapshot, ikutan deh workshopnya Lightroom. Berguna bgt!
@ Dian Sugiarto: mungkin itu krn sizenya kecil hehehe… utk ISO tinggi memang mau nggak mau tergantung dgn kualitas kamera. Kamera full frame biasanya memiliki kemampuan menghandle ISO tinggi krn permukaan sensor yg lbh luas.
pak Enche & pak wisnu, saya tertarik dengan gambar ke 2 dan ke 3,terlihat sangat tajam dan saya pikir ISO nya tentu cukup tinggi jika mengacu pada statement speed untuk freezing yg sebaiknya diatas 1/200.nah pertanyaan saya,bagaimana membuat gambar tetap tajam dengan ISO tinggi?mungkin boleh sharing type camera yg bisa diajak kompromi di high ISO.trima kasih.
@ NHK_ makasih yaa.. Wah kalo itu kepanjangan kl dijabarin disini. gmn kalo kita minta Pak Enche utk bikin workshop Adobe Lightroom aja =D
@Wisnu hehe saya sering tuh bikin workshopnya 🙂 Tapi intinya software Adobe Lightroom versi 3 keatas dan Adobe Camera RAW (Photoshop) Noise reductionnya bagus. Bisa juga ada setting NR di kamera masing-masing, tapi jangan terlalu strong, sehingga detailnya hilang. Jangan terlalu kuatir dengan noise dan tidak perlu di zoom sampai 100% gambarnya, karena pas cetak, noise tidak begitu kentara.
Fotonya bening, keren! 🙂
Gimana sih caranya mengolah RAW yang baik dan benar? Apalagi RAW ber-ISO tinggi, apa yang harus dilakukan supaya noise menjadi minimal tetapi ketajaman juga maksimal?
Mohon bantuannya 🙂
ko saya sudah beli buku kamera dslr itu mudah versi 2, bagus tp saya pengen lebih..
bagaimana kalau koko keluarin buku ‘kupas tuntas kamera nikon/cannon dan setting kamera utk berbagai kondisi.”
@salman fotografi itu mudah sudah punya? banyak tips yang saya bagikan disana untuk berbagai jenis fotografi.
@ M. Rizal: Good question. Saya gak terlalu ambil pusing dgn metering. Tp yg pasti bukan Spot.
Kalau titik fokus, saya pakai manual. Tergantung objeknya dimana & komposisi gambarnya gimana. Mangkanya saya bilang jari2 anda harus bisa meng-operate kamera secara blindly (tanpa melihat). Pindah2 titik fokus, pindah2 ISO & Speed. Mata jangan meninggalkan viewfinder. Kita gak akan pernah tau kapan ada “action” bagus dari personil di stage =)
1.Cocoknya pake apa ya: Evaluate, Partial, Spot, Center ?
2. Titik Fokusnya : bagusnya di taro dimana ya
Terima kasih
@ Alfian Eko: seringnya saya pentokin ke bukaan plg lebar (biasanya yg tele saya pake 70-200mm di f/2.8) kalau anda mau bikin lbh jelas bgroundnya ya naikin aja. tp ISO berarti jg hrs naik…
untuk diafragma brapa yang kira2 kita pakai om? terutama saat keadaan cukup gelap
@ Salman: kalau speed udh 1/200 keatas, tripod utk apa?
Iya, selain itu kayaknya bawa tripod malah ngerepotin, di pit (ruang antara pentas dan penonton) itu gelap dan sempit, gak bisa set tripod disana 🙂
bagaimana dengan tripod?