Momen yang tepat dalam memotret sulit dideskripsikan, tapi bisa dirasakan atau dilihat. Momen yang tepat (decisive moment) pertama kali didefinisikan oleh fotografer asal Perancis, Henri Cartier Bresson, yang mengatakan:
“The decisive moment, it is the simultaneous recognition, in a fraction of a second, of the significance of an event as well as the precise organization of forms which gives that event its proper expression.”
Henri Cartier-Bresson
Maksudnya dalam bahasa sehari-hari kurang lebih adalah: Ada momen dan komposisi yang paling baik untuk menceritakan sebuah peristiwa.
Merupakan tanggung jawab dari fotografer untuk menyadari kapan momen tersebut terjadi dan menangkapnya.
Definisinya ini bisa dipecah jadi dua hal:
- Pentingnya menangkap momen yang penting (klimaks) dari sebuah aksi
- Komposisi (posisi/susunan elemen-elemen foto dan latar belakang) harus harmonis dan cocok untuk ceritanya.
Jadi tidak mudah memotret “decisive moment” ala Henri karena selain momennya harus tepat, komposisinya harus cocok. Atau sebaliknya, gak cukup hanya komposisi yang cocok, tapi momennya juga harus pas.
Untuk meningkatkan kemungkinan untuk mendapatkan decisive moment, kita harus selalu siap dengan kamera dan lensa, sabar menunggu dan mengaktifkan fungsi foto berturut-turut.
Cara populer lainnya yaitu mencari latar belakang yang menarik terlebih dahulu, dan menunggu sampai ada subjek menarik yang lewat.
Saat ke Kamboja dua tahun yang lalu (2011), dari jauh saya melihat ada sebuah perahu yang berisi seorang remaja dan orang tuanya mendekati perahu saya. Saya melihat ekspresi mata remaja ini dipenuhi oleh determinasi yang tinggi. Lalu saya mulai membidik dan memotret satu per satu.
Dari beberapa foto diatas, foto yang kedua saya rasa termasuk foto decisive moment karena dari ekspresi, dan komposisinya lebih pas dan harmonis dibandingkan dengan foto-foto yang lain.
Di olah digitalnya (dengan Lightroom), saya krop aspek rasio-nya menjadi 4:3 supaya tidak terlalu panjang/tinggi, dan kemudian mengubah foto menjadi hitam putih, dan meningkatkan kontrasnya agar supaya pemirsa dapat lebih berkonsentrasi ke bentuk dan momennya dan tidak terganggu dengan berbagai warna yang ada di dalam foto.
Melalui post ini, saya juga mau pamit bentar, bawa murid dan teman-teman untuk foto-foto di Kamboja sampai tanggal 1 Desember 2013. Pendaftaran workshop/seminar/kursus tetap buka. infofotografi@gmail.com dan telp 0858 1318 3069.
Bagi yang ingin belajar editing dengan Lightroom (sederhana, cepat tapi bagus) bisa periksa jadwalnya di halaman jadwal kursus editing.
mau coba ‘decisive moment’ yg menantang? coba wedding photography. terutama wedding yg penuh dgn seremonial.
dijamin keringat dingin buat yg baru mulai. momen lewat atau salah setting atau salah fokus, gak bisa diulang.
yg ada disemprot klien. hahahaha…!
ditunggu laporan kamboja nya pak! =)
Maaf Ko, Melenceng dkit… Mau minta pendapat, antara Canon 50mm f1.4 dan Canon 85mm f.1.8 Bagusan mana u fto potrait half/full body.. Bagaimana dngan bokehnya ?
#Kamera APS-C
secara diafragma pasti bagusan 50mm f1.4 bokeh nya lbh cakep dibanding 85mm f1.8, namun perlu diingat harga 50 f1.4 jauh lbh mahal berlipat kali dari 85 f1.8. saran saya utk kamera APS-C cukup gunakan 85mm sudah bagus jg bokehnya utk portrait. Demikian saran saya.
loh pak, bukannya sudah ada kamera ya hehe 🙂
Selamat bertugas ke Kamboja pak Enche Tjin, bawa oleh-oleh yang buaaaanyaaak, hasil jeprat jepret di Kamboja, foto di atas bagus dan pas momentnya, terima kasih ilmu-ilmunya.
Saya pingin punya Nikon D60 yang ditawarkan itu pak Enche Tjin.
he he he ………………