Mencoba kamera Leica M Monochrom
Beberapa waktu yang lalu saya memiliki kesempatan untuk mencoba kamera Leica M Monochrom keluaran pertama berpasangan dengan lensa Leica 35mm f/2.0 Summicron ASPH. Pada dasarnya saya memang menyukai kamera Leica M jenis Single Lens Range Finder ini, karena pada era kamera film saya sudah terbiasa menggunakan kamera Leica M untuk film Hitam dan Putih (Leica M4). Jadi setelah ada kabar bahwa Leica M mengeluarkan kamera digital berbasis Monochrom sekitar tahun 2012 saya sangat penasaran sekali untuk mencobanya, tetapi baru tahun ini terlaksana impian saya setelah mendapatkan pinjaman dari Leica Store Indonesia.
Disain dan Tampilannya
Disain dan tampilan semua model Leica M (film/digital) dari dahulu sampai saat kini secara garis besar tetap sama, ramping, mantap, dan kokoh, seolah-olah dibuat seperti kendaraan lapis baja. Menurut saya meskipun disainnya masih sama dengan Leica M terdahulu, dan tidak se-ergonomik dibandingkan kamera-kamera DSLM mutahir saat ini, tetapi sangat mudah digenggam dan dioperasikan. Semua tombol-tombol pengaturan yang diperlukan tersedia dengan tepat dan sederhana. Kamera Leica M Monochrom ini mempunyai tubuh cukup tebal sangat mudah pengoprasiannya, dan kinerjanya pun sangat bagus.
Menggunakan Kamera ini
Seperti yang sudah saya katakan bahwa pengoprasian Leica M itu sangat sederhana dan mudah. Leica M Monochrom ini pun tidak terkecuali. Bedanya Leica M Monochrom ini walaupun mekanik dan manual kamera (Focusing, Aperture, Shuter) tetapi ada pilihan AE nya, dibanding sewaktu saya menggunakan kamera Leica M film saat itu benar-benar manual dan tidak ada pengukur cahayanya.
Kita mulai bagian atas kamera, terdapat cakram pengaturan kecepatan dan posisi A (aperture priority), disampingnya bersama tombol bidik terdapat switch Off; S (single); C (continuous) dan Timer.
Pada bagian belakang selain optic view finder klasik, terdapat layar LCD hanya berfungsi sebagai tampilan menu pengaturan dan melihat hasil foto, tidak dapat berfungsi sebagai Live view. Disamping kiri layar LCD terdapa tombol-tombol Play, Delete, ISO, Info, dan Set. Di sisi kanan layar LCD terdapat tombol Menu terletak diatas Cakram Putar pilihan
Letak Baterai dan Memory Card ada dibagian bawah dengan mebuka plat penutup dasar kamera mirip persis seperti plat penutup dasar kamera Leica M Film.
Untuk melakukan focusing dan pemilihan aperture menggunakan gelang pengatur yang terdapat pada lensanya.
Bekerja dengan kamera ini.
Bekerja dengan kamera ini adalah kenikmatan tersendiri. Saya benar-benar menikmatinya. Ini memberi saya suasana kembali pada era kamera film dengan kamera Leica M4 tua saya, bahkan lebih menyenangkan dan mudah lagi denga adanya mode Aperture priority dan kompensasi pencahayaan.
Bagi yang belum terbiasa bekerja dengan kamera yang hanya merekam hitam dan putih saja, kamera ini membutuhkan pola pikir yang berbeda, karena tidak merekam dalam warna. Disini yang terpenting dalam pikiran kita adalah melulu tertuju kepada subjek, struktur, cahaya, kontras dan fokus. Dari awal kita harus melihat subjek dari sudut seni (komposisi, kontras dan gradasi nada abu-abu), karena tidak ada bantuan warna warni yang umumnya membangun nuansa indah pada hasil foto-nya nanti.
Berbicara tentang fokus, lensa Leica M dan sistem fokusnya (sistim bayangan kembar) sangat menantang dan sekaligus menyenangkan. Pengukur cahaya juga mudah digunakan, apalagi bila kita menggunakan mode Aperture Priority dengan memutar cakram kecepatan pada posisi ”A”. Pada kamera ini juga terdapat fasilitas kompensasi pencahayaan +/- 3 stop.
Di jantung Leica M monochrom ini tertanam sensor full-frame 18-megapixel CCD dengan Bayer Color Filter Array dihilangkan, dengan demikian akan menghasilkan sensor yang lebih sensitif dan responsif terhadap cahaya. Dalam teori, ini akan meningkatkan kualitas gambar karena mendapatkan sinyal monokromatik secara murni. ISO standard yang diterapkan mulai dari dasar ISO 320 hingga tertinggi ISO 10.000 dan bisa dipaksa ke ISO 160. Saya ketika menggunakan film lebih suka menggunakan ASA 400 karena alasan kepekaan dan grainnya, pada kamera digital monokrom ini dengan ISO 400 kita tidak mendapatkan grain seperti pada media film, yang kita dapatkan foto yang tajam, halus, renyah dengan kontras yang padat.
Perburuan
Kami melakukan pemotretan Street Photography disiang hari hingga sore di berberapa taman-taman kota yang terletak di Jakarta Pusat. Saya senang melakukan perburuan dengan kamera ini di siang hari, walaupun banyak orang tetapi kamera Leica M Monochrom dengan lensa 35mm Summicron yang mungil ini sangat sederhana terlihat bentuknya, tanpa logo tanpa, brand tertulis hanya sebuah kotak hitam saja kelihatnya, sehingga tidak terlau mencolok atau orang merasa terganggu dengan kehadirannya.
Yang saya kurang suka terdapat sedikit jeda pada kecepatan penulisan ke kartu. Butuh beberapa saat untuk kamera menulis dari buffer ke kartu, tetapi dengan menggunakan kartu SD yang super cepat ini akan membantu.
Lensa Leica Summicron-M 35mm f/2.0 ASPH
Leica Summicron 35mm f/2.0 ASPH adalah lensa prime manual klasik dengan kinerja gambar yang luar biasa dan bokeh yang unik. Mempunyai ukuran yang mungil dan bila dipasngkan dengan Leica M Monochrom menjadi perpaduan alat fotografi yang kompak dan elegan terutama untuk para street fotografer, dilengkapi pula dengan tudung lensa plastik bebentuk kotak. Sedikit kekurangan bagi saya adalah tombol pengunci tudung lensa (kiri/kanan) terlalu dekat dengan gelang aperture-nya sehingga jari saya sering tersandung dan kurang nyaman saat mengatur posisi aperture.
Pada ujung bayonet lensa terdapat 6 bit coding untuk meberikan data exsif pada kamera (lensa-lensa leica M lama tertentu tanpa coding pun dapat digunakan).
Bekerja dalam Paskaproses
Setelah selesai perburuan saya mengimpor semua ke Adobe Lightroom (LR). Di LR hasilfoto terlihat abu-abu agak datar. Tapi ini adalah file RAW yang menunjukkan rentang dinamis secara keseluruhan. Kita harus menyesuaikan semua di LR. Di LR kita juga tidak menemukan chanel warna, jadi untuk mendapatkan warna kulit yang terang, warna daun yang kontras atau wrna awan yang gelap kita harus menggunakan filter optik pada lensa saat awal pemotretan.
Tapi dengan pengeditan sederhana pada bagian-bagian: Black, White, Shadow, Highlight dan Clarity slider serta sedikit Dodging and Burn gambar akan berubah menjadi gambar hitam dan putih dengan kontras penuh yang padat, walaupun foto digital tapi kita benar-benar mendapatkan nuansa analog nya, apa lagi setelah melalui prose lanjutan menggunakan Silver Efex Pro.
Jika anda belum mencoba Plug-in Silver Efex Pro sebelumnya, anda akan terkejut dengan kemampuan luar biasa nya dalam mebangun gambar monokrom yang menakjubkan walaupun apabila hanya menggunakan preset-preset nya. Kontrol yang kuat dalam perangkat lunak ini memungkinkan kita untuk menyesuaikan berbagai perimeter agar gambar menjadi lebih sempurna, perangkat lunak Silver Efex Pro ini harus kita lihat seperti pada alat dalam kamar gelap bukannya “menipu” untuk menciptakan gambar monokrom sempurna.
Konklusi
Menurut saya ide Leica M monochrom ini adalah salah satu terobosan yang brilian untuk jenis kamera profesional SLRF yang pernah dibuat. Bersama-sama dengan lensa-lensa nya mereka para profesional menciptakan beberapa karya foto yang paling baik. Hal ini membawa kembali kesenangan saya memotret benar-benar dalam nuansa monochrom, senang dan gembira karena mendapatkan kembali sesuatu yang hilang di era fotografi digital sekarang ini.
Kamera ini kembali memberi saya berfikir ke tingkat yang lebih tinggi dengan fotografi. Karena kamera tidak akan memperbaiki kesalahan kita dengan auto-focus, IS, fasilitas-fasilitas memperbaiki kesalahan lainnya yang terdapat pada kamera digital saat ini, kita harus mengunakan teknik fotografi terbaik semampu kita. Jadi bila ada kesalahan atau gambar yang dihasilkan buruk, satu-satu nya yang harus disalahkan adalah diri kita sendiri.
Bila saya menggunakan kamera Leica M Monochrom, orang pasti akan bertanya: Apakah saya tidak memerlukan warna pada foto saya? Secara pribadi memang saya senang dengan keberadaannya Leica M monochrom ini apa lagi saya tidak bekerja sebagai profesional yang mungkin sebagian klien saya lebih suka foto berwarna, tapi melihat kamera ini begitu mahal IDR 99.000.000 badannya saja, kalau untuk sekedar hobby dan tidak semua foto bisa bagus dalam nuansa monokrom saya rasa saya akan berfikir bekali-kali untuk memiliki kamera Leica M Monochrom ini.
Bagi kebanyakan orang, ini adalah kamera mahal, ya kamera ini memang mahal karena pembuatanya masih dibuat secara terbatas, menggunakan bahan baku berkualitas unggul, masih menggunakan sistim mekanik berpresisi tinggi, dan benar-benar buatan tangan.
Pak mau tanya, di daerah jkrt, yg jual kamera second di daerah mana ya….
Mau cari kamera apa ya?
Maaf oot enche saya ingin tanya Lensa rekomendasi buat Naik Gunung+potrait bagusan yg 55-250mm f4.5-6 is atau 50mm-f1.8d kamera saya nikon d3300
55-200mm VR II mungkin akan lebih cocok karena di gunung lebih fleksibel dengan lensa zoom.
Bisa sekali tapi memang prosesnya lebih panjang, karena melalui editing di warnanya dahulu kalau warna belum sempurna, umumnya warna2 di file raw perlu di sesuaikan lagi
Pak Momi, hasil monochromenya bagus sekali dan tajam.
Apakah dengan menggunakan kamera biasa dan dgn bantuan Silver Efek Pro, bisa menghasilkan gambar yang mendekati hasil dari kamera Leica M.