Tanggal 12 September 2023 di X-Summit yang bertempat di Stockholm, Swedia, Fujifilm mengumumkan kamera flagship Fujifilm GFX100 II. Sistem kamera GFX menggunakan medium format sensor, atau bisa dibilang large format di lini kamera cinema/movie. Ukuran sensornya lebih besar dari kamera full frame yaitu 44x33mm, otomatis secara native aspek rasionya 4:3, berbeda dengan kamera digital yang pada umumnya 3:2.
Desain kamera GFX100 II ini sekarang agak berbeda, karena di generasi pertama, kameranya terintegrasi/tergabung langsung dengan vertical/battery gripnya. Sedangkan yang generasi kedua ini terpisah. Design GFX100 II lebih mirip GFX100S. GFX100 generasi ke-2 ini punya sensor baru, processor baru, jadi kinerja dan kualitasnya ada peningkatan, sistem AF-nya kini mirip dengan Fujifilm X-H2S firmware versi 3.0 yang dengan pintar dan sangat cepat mendeteksi subjek baik bergerak maupun tidak.
Dengan peningkatan tersebut Fujifilm semakin percaya diri meningkatkan daya tarik sistem GFX untuk berbagai genre fotografi baru. Secara tradisi, kamera medium format biasanya digunakan di jenis fotografi produk, commercial, portrait, fashion, dan landscape, tapi dengan peningkatan kinerja autofokus dan kinerja foto berturut-turut, GFX100 generasi ke-2 ini mulai membidik jurnalis foto.
Desain dan antarmuka kamera
Design dan layout kamera ini sekilas sangat mirip dengan Fujifilm GFX100S. Yang agak berbeda adalah bagian atas kamera sedikit agak miring. Menurut saya desain ini lebih baik karena memudahkan kita melihat setting di layar LCD di bagian atas kamera saat memotret dengan sudut rendah.
Layar LCD di atas kamera sangat besar, jadi saat memotret low angle, fotografer dapat melihat semua setting-setting penting. Kalau kurang terang, tinggal tekan tombol lampu, maka Layar LCD-nya akan inverse, yang gelap akan jadi terang, jadinya mudah melihat layar di berbagai kondisi cahaya.
Juga ada tiga tombol kecil yang berbentuk seperti chiclets yang memiliki fungsi khusus untuk mengatur sistem autofokus seperti deteksi subjek, face eye detect dan kompensasi eksposur. Tombol-tombol ini baru di kamera GFX. Untuk mengubah setting kompensasi eksposur, kita harus menekan sambil menahan tombol tersebut, dan di saat bersamaan memutar dial.
Di bagian belakang ada tuas untuk mode servo autofokus, S buat subjek tidak bergerak/still, C untuk continuous ideal buat subjek bergerak, dan M untuk manual fokus. Seperti biasa, ada tombol AF-ON, Q (Quick Menu) di bagian tepi kanan kamera, dan dial di depan dan belakang untuk mengganti setting ISO dan shutter speed. Untuk mengubah aperture biasanya dilakukan langsung di body lensanya.
Sayangnya GFX100 II tidak memiliki tombol empat arah, tapi digantikan oleh joystick empat arah yang bisa ditekan untuk konfirmasi setting. Di bagian depan kamera ada dua tombol custom.
Seperti GFX seri awal, jendela bidik bisa dilepas, dan bisa juga dipasang dengan adapter supaya jendela bidiknya bisa diangkat dan diputar. Jendela bidik besar dan berkualitas, saat diintip, pemandangannya lapang, dan sangat detail, karena resolusinya sudah 9 juta titik. Layar LCD-nya seperti seri GFX100S dan X-T5, bisa diarahkan ke atas, bawah dan samping saat shooting vertikal, tapi tidak bisa ke depan untuk selfie/vlogging.
Di bagian bawah kamera ada tempat baterai, yang sama dengan sebagian besar kamera fujifilm lainnya, dari X-S20, X-H dan X-t5. Baterai ini lumayan ukurannya, tapi jauh lebih kecil daripada baterai GFX100 generasi pertama.
Di bagian samping kamera, Fujifilm GFX100 II memiliki slot untuk dua jenis kartu, CF Express and SD card UHS-II. Sebagai kamera untuk profesional, konektivitas menjadi penting, GFX100 II tidak mengecewakan, ada ethernet port, full size HDMI, port untuk mic dan headphone jack, dan USB-C untuk charging atau untuk menghubungkan ke komputer.
Di bagian bawah ada tempat baterai, dan baterai yang digunakan mirip dengan kamera GFX dan beberapa kamera Fujifilm X kelas atas.
Bersama dengan kamera GFX100 II, sebuah vertical grip secara khusus dibuat untuknya, grip tambahan ini sangat membantu saat foto dengan orientasi portrait, selain untuk menyimpan dua baterai sekaligus. Tombol-tombolnya lengkap, termasuk joystick, sehingga memotret dari orientasi landscape ke portrait sangat nyaman.
Saya cukup senang dengan GFX100 II yg menggunakan desain opsional grip karena kadang fotografer menghadapi kondisi yang berbeda. Saat sesi foto portrait misalnya, lebih baik menggunakan grip karena pegangan lebih mantap dan nyaman, tapi saat travel atau outdoor, menggunak grip yang besar dapat menjadi pusat perhatian dan juga memberatkan.
Selain itu, kita bisa pasang dua baterai sekaligus. Dengan sensor baru, sistem autofokus canggih, foto berturut-turut yang cepat, IBIS dan video, kamera akan membutuhkan banyak sumber daya, dan baterai yang digunakan menurut saya cepat habis. untuk pemotretan intensif 3-4 jam-an, lebih aman punya baterai cadangan, dan saya sarankan untuk menyediakan setidaknya tiga atau empat baterai untuk pemotretan seharian seperti untuk event dan wedding. Untuk yang video mungkin akan butuh lebih tergantung setting video yang dipilih.
Kinerja Fujifilm GFX100 II
Fujifilm mengklaim kinerja IBIS (in body image stabilizationnya) ada peningkatan sampai 8 stop, terbaik sejauh ini. Saya menguji stabilizer ini dengan lensa 55mm dan mendapatkan gambar yang secara konsisten masih tajam di 1/4 detik, artinya saya mendapatkan stabilization 5 stop. Bagi saya ini sudah cukup baik. Jika saya memasang lensa yang lebih telefoto lagi, seperti 100-200mm, kemungkinkan saya akan bisa mendekati apa yang diklaim oleh Fujifilm. Perlu diingat juga setiap orang akan mendapatkan hasil yang berbeda tergantung seberapa stabil handlingnya.
Dari pengujian saya untuk tracking autofokus dengan lensa 55mm f/1.7 yang baru, saya melihat kinerjanya cukup baik saat subjek foto berada dalam jarak yang cukup jauh, minimal 1.5-2 meter, jika lebih dekat dari itu, kamera akan mulai kehilangan fokus. Untuk sistem deteksi AF dari kamera sendiri saya melihat kualitasnya sangat baik dan shooting burst 8 foto per detik juga sangat lancar dan cepat. Terasa lebih seperti menggunakan kamera dengan sensor yang lebih kecil.
Bagi jurnalis foto yang akan menggunakan kamera ini memotret subjek bergerak cepat seperti olahraga, menurut saya harus mencari lensa dengan motor fokus linear motor yang cepat dan senyap seperti GFX 45-100mm f/4 atau 100-200mm f/5.6.
Peningkatan Video
Selain foto, kualitas video juga meningkat. GFX100 II kini dapat merekam 4k 60p tanpa crop dan 8K 30p dengan 1.44x crop. Sebelumnya GFX100 hanya bisa merekam 4K 30p. Kualitas videonya mencapai 4:2:2 10 bit PRO RES dengan F-Log2 yang mendukung dynamic range sekitar 14 stop. Rolling shutter di 4k/60p 17ms.
Beberapa fitur yang yang akan sangat membantu sinematografer profesional yaitu frame.io yang memungkinkan untuk mengirimkan file langsung ke cloud, fungsi focus map, ssd recording via usb-C, Pro-Res/Blackmagic RAW recording via HDMI, waveform/vectorscope, penanda merah saat merekam video dan compatible dengan external cooling fan seperti kamera Fujifilm X-H2/X-S20.
Kualitas gambar
Yang mungkin faktor terpenting bagi teman-teman adalah kualitas gambarnya. Soal ini saya bisa pastikan kualitas foto yang dihasilkan kamera beresolusi 102 Megapixel ini sangat baik. Saya sempat menguji Fujifilm GFX 55mm f/1.7 yang baru untuk beberapa jenis fotografi seperti portrait, nature dan food dan hasilnya menurut saya sangat tinggi soal detail dan ketajamannya dengan depth of field (ruang tajam) yang sangat tipis. Karena file RAW-nya belum bisa akses saat dipinjami, saya belum bisa melaporkan dynamic range dan yang lainnya, tapi saya kira kualitasnya tidak kalah dan kemungkinan besar lebih baik daripada GFX sebelumnya.
Kesimpulan
Fujifilm GFX100 II berhasil mendobrak stigma bahwa sistem kamera medium format lambat kinerjanya, dengan kinerja foto 8 foto berturut-turut, dan autofokus AI yang sangat cepat, memungkinkan GFX100 II untuk digunakan untuk jenis fotografi/videografi yang melibatkan subjek bergerak cepat.