Hari Jum’at, tanggal 12 Januari 2018 yang lalu, Jakarta kedatangan tokoh fotografer terkenal di genre photojournalism, Martin Parr. Beliau terkenal dalam membuat proyek-proyek fotografi yang mendokumentasikan gaya hidup orang Inggris dan Eropa.
Sedikit latar belakang dari Martin Parr, ia adalah anggota agen foto Magnum, dan pernah menjadi presiden Magnum selama tiga setengah tahun. Tahun lalu, Martin membuka Martin Parr Foundation di Bristol, kurang lebih 2 1/2 jam berkendara dari London. Tujuan dari yayasan ini adalah untuk memelihara arsip dan warisan foto Martin Parr dan karya fotografer lainnya yang mendokumentasikan Inggris, Irlandia dan juga sebagai perpustakaan.
Martin telah mempublikasikan lebih dari 100 photo book dan karya-karyanya telah menghiasi sekitar 80 pameran foto di seluruh dunia. Dalam seminar hasil kerjasama Leica Store Indonesia, Panna Foto, Bank Permata dan Erasmus Huis ini, Martin berbagi tentang berbagai photobooknya.
Karya Martin unik karena sangat berbeda dengan photojournalist pada jamannya. Sebagian besar meliput perang, ketidakadilan dan kekerasan di berbagai belahan dunia. Tapi Martin Parr malah memotret kehidupan orang biasa yang belanja di supermarket, atau berlibur di pantai. Foto-fotonya berisi sindiran bagi gaya hidup orang-orang di Inggris, dan saat dia ingin masuk Magnum, banyak juga fotografer-fotografer yang menentangnya karena gaya fotonya tersebut. Bagi Martin, supermarket dan pantai merupakan front line (garis depan) juga, tidak hanya di medan perang.
Dalam Seminar, Martin mengatakan, memotret orang asing tidak mudah, seperti berperang juga, tapi ia senang dengan tantangan tersebut. Pada akhirnya, Martin berhasil masuk agency Magnum, setelah menang tipis dengan selisih satu suara saja. Sebagai informasi, untuk masuk ke agency Magnum, 2/3 anggota Magnum harus menyetujuinya. Di seminar, Martin bangga dengan pencapaiannya dan membandingkan kalau didunia politik, mendapatkan suara 2/3 atau 66% itu kemenangan telak (landslide victory).
Ditanyakan tentang bagaimana pengalamannya sempat menjadi presiden Magnum Photo, agency yang didirikan oleh fotografer legendaris Henri Cartier-Bresson dan Robert Capa, Martin mengatakan pengalamannya seperti herding cats, artinya pekerjaan yang sangat sulit karena anggota-anggotanya memiliki latar belakang dan aspirasi yang berbeda-beda.
Kesan pertama saya bertemu dengan Martin adalah seorang yang bawaannya santai dan sederhana, tapi posturnya sangat tinggi, kurang lebih 185cm. Melihat gaya fotografinya yang seringkali memotret dari jarak yang sangat dekat dengan orang yang tidak dikenalinya, saya pikir sesuatu yang tidak mudah dengan postur tubuh yang tinggi tersebut. Tapi karena Martin orangnya murah senyum dan ramah, saya rasa tidak ada orang yang marah setelah difoto secara candid.
Salah satu ciri utama karya foto Martin adalah membuat foto yang lucu, Martin menghubungkan sifat tersebut dia peroleh saat muda yang senang menonton acara-acara komedi seperti Monty Phyton yang bergaya satire (menyindir). Dia juga tidak mudah tersinggung dan mengambil hati jika ada orang yang menyindirnya, dia malah ikut ketawa saja.
Awalnya Martin memulai perjalanan fotografinya dengan foto hitam putih, tapi lalu dia menyadari warna bisa menarik perhatian orang untuk melihat fotonya dan mengamati lebih jauh makna yang terkandung didalamnya. Maka itu ia sering memotret di kondisi yang cerah dengan warna-warni menarik dan sering juga mengunakan lampu kilat meskipun di luar ruangan.
Di sesi tanya jawab, ada yang menanyakan bagaimana Ia bisa produktif sekali dalam menerbitkan photo book. Martin menjelaskan bahwa bahwa yang penting harus punya banyak foto dulu, dan kalau sudah banyak karya fotonya, maka otomatis dapat membuat photo book dalam jumlah banyak.
Saat ditanya apakah pernah merasa burn-out (Capai, stres dan bosan dalam memotret), Martin menjawab ia tidak pernah merasakan hal tersebut karena ia melihat begitu banyak hal dalam keseharian yang menarik untuk di foto. Salah satu nasihatnya adalah potretlah sesuatu yang akan berubah, seperti kota Jakarta terus berubah, dan jangan terlalu kuatir dengan style/gaya foto, karena hal tersebut akan berkembang dengan sendirinya.
Terima kasih untuk para panitia penyelenggara yang telah mengundang Martin Parr ke Indonesia untuk pertama kalinya.
artikel yg sangat menarik pak enche, banyakin artikel sprti ini
Baik, jika ada kesempatan pasti saya berbagi 🙂
Thank you Pak….
Sama-sama 🙂