Sebelum diumumkan secara resmi akhir Februari 2020 nanti, spesifikasi Fujifilm X-T4 ternyata sudah bocor seminggu sebelumnya. X-T4 memang dinanti-nantikan karena merupakan kamera terunggul (flagship) dari Fujifilm, dalam arti memiliki teknologi yang mutakhir dan fitur yang lengkap.

Seperti yang dibahas oleh saya dan mas Erwin Mulyadi di Youtube tentang X-T200, akhir-akhir ini Fuji menyasar kawula muda yang senang membuat konten video, itu terlihat dari desain kamera mereka diantaranya X-A7, X-T200 dan X-T4. Ketiganya punya kemiripan dalam desain layar LCD yang bisa diputar ke segala arah dan spesifikasi yang membantu dalam merekam video, katakanlah bisa merekam video 4K, Full HD slow motion 240p, layar lipat/putar, baterai yang kapasitasnya 50% lebih besar dst.

Sepertinya pembuat kamera foto saat ini berpikir bahwa untuk bisa laris, kamera digitalnya harus punya spesifikasi video yang profesional. Di satu sisi memang bisa dimaklumi, tapi di sisi lain, penambahan spesifikasi video memiliki efek samping, misalnya ukuran jadi besar dan bobot jadi tambah berat, dan yang pasti harga makin tinggi.
Fuji yang secara tradisional adalah pembuat kamera foto pun saat ini merasa tidak bisa tidak mengikuti tren, yaitu meningkatkan teknologi kameranya untuk siap bersaing dengan raksasa elektronik yang memang sudah terkenal di kalangan videografer pro yaitu Sony, Panasonic dan Canon. Maka itu beberapa tahun lalu mulai membuat kamera yang ditujukan untuk bersaing seperti X-H1 (yang entah akan diteruskan atau tidak), X-T200 dan X-A7 yang jelas-jelas untuk menyasar videografer muda.
Saya sendiri merasa fokus ke video dalam beberapa tahun belakangan ini semakin marak. Tapi berapa persen orang beli kamera foto yang videonya bagus? Jika sumber daya pembuat kamera (insinyur dan desainernya) harus fokus mengembangkan videonya saja, dan dari segi fotografinya tidak ada pengembangan, tidak heran kalau para fotografer baik pro maupun amatir enggan untuk membeli kamera yang baru.
Sebagai praktisi fotografi yang juga mengelola channel Youtube, tentunya saya ingin gear yang mumpuni untuk merekam video, tapi saya juga ingin kamera yang dirancang khusus untuk fotografi, yang bisa lebih menyenangkan dan simple saat mengunakannya.

Balik soal Fuji X-T4 lagi, harganya saya baca dari rumor-nya sekitar tiga juta lebih mahal dari X-T3 (Rp 19.5jt) jadi sekitar 23.5 jt. Kalau benar, harga tersebut sudah tidak “merakyat” lagi. Padahal Fuji terkenal dengan merk yang tidak membuat kantong jebol, makanya diminati anak muda yang merupakan pelanggan intinya.
Melihat peluncuran produk Fuji setahun belakangan ini yaitu GFX100, X-T30, X-PRO 3, X100V, X-T200 dan X-T4, empat diantara enam kamera berharga diatas 20 juta. Kenyataan tersebut membuat saya khawatir. Oleh sebab itu, kedepannya saya pikir Fujifilm harus memasarkannya dengan hati-hati untuk mempertahankan dominasinya sebagai merk yang digandrungi anak muda di Indonesia.
Spesifikasi dan harga Fujifilm X-T4
- 26MP X-Trans APS-C CMOS sensor
- ISO 160-12800
- Built-in Image Stabilization
- Continuous shooting 15 fps mechanical
- 30fps electronic (crop 1.25x)
- Berat: 607 gram
- Baterai baru kapasitas 50% lebih besar
- Titik AF: 425 titik
- 4K 60p maks 20 menit
- Full HD 240fps maks 3 menit
- Layar sentuh dan putar
- Headphone dan Mic Jack
- Film simulation Eterna & Bleach bypass
- Dual SD Card
Ko mau nanya dong, saya pengguna Nikon d3400.. rencana mau upgrade ke d7000 atau beralih ke Fujifilm xe2. Mohon masukan dan pendapatnya ko.. tolong dijawab ya ko butuh masukan banget hehe
D7000 sudah lama, kenapa tidak pilih at least D7200?
Wah ternyata tiap tahun ngeluarin kamera. Baru taun lalu keluar xt-3 skrg udah ada xt-4 aj
Jadi berasa seperti beli hape nokia waktu tempo doeloe yah.. 🙂
fuji bikin satu seri kamera khusus untuk video karna tidak semua fotografer butuh video, saya sendiri memilih fuji xe3 karna desain dan fitur hampir mirip dengan xpro2, kalau seri xe nanti diteruskan saya berharap benar-benar murni untuk fotografi seperti leica m10
ISO minimalnya masih mentok di 160 padahal saya berharap “diturunkan” lagi menjadi 100 supaya akur dgn merek lain juga meteringnya jangan dibuat langganan under 1/3 stop melulu. Oh iya, moga2 yg xt4 ini LCD dan EVF nya kalau sdg iddle lebih dari 10 detik jangan dibuat terlalu patah2 refreshnya seperti di xt3 krn benar2 sangat mengganggu
CMIIW, untuk ISO, saya rasa ISO 160 itu adalah ISO native dan masih bisa di boost ke ISO yang lebih rendah. saya punya seri X-T30 yang mana ISO bisa di boost ke 80 dan berjalan di RAW.
harusnya T-X4 bisa di boost sampai minimal ISO 80 atau lebih rendah lagi.
Sepertinya bisa, tapi kualitas / dynamic range mungkin dikompromikan. ISO 160 itu kalau di brand lain ISO 100, menghasilkan gambar dengan terang gelap yang mirip2.
Betul seperti yg bung entje katakan kalau iso hasil boost itu pasti ada yg dikorbankan. Fuji ini sdh berpengalaman memproduksi kamera SLR sejak era 70an dan medium format di awal dekade 90an (fuji gx680), mosok kalah sama produsen lain yg baru kemaren sore bikin kamera foto. Hehehe..
Akan lebih mantap lagi kalau iso 100nya itu native bukan hasil ngeboost krn di era film yg paling banyak dipake juga yg iso cepe itu