Saya mengunakan kamera Leica Q sudah kurang lebih dua tahun, dan selama ini saya menemukan berbagai kelebihan dan kekurangan kamera Leica Q.
Keunggulan pertama dari Leica Q dia memiliki sensor full frame, meskipun body kameranya tergolong ringkas. Dengan sensor full frame dan resolusi 24MP untuk Leica Q (Typ 116) dan 47 di Leica Q2, kualitas gambar sangat bagus dari hal detail, gradasi warna dan relatif bersih di ISO tinggi.
Yang kedua adalah lensa Leica 28mm f/1.7 OIS yang sudah fix di kamera ini, artinya tidak bisa diganti-ganti. Meskipun gak bisa diganti, lensa ini fleksibel untuk berbagai jenis pemotretan, seperti landscape, portrait orang dan lingkungannya.
Kelebihan ketiga adalah pada desain dan antarmukanya. Leica Q memiliki desain seperti kamera film, dimana fotografer bisa melihat dan mengatur bukaan langsung di lensa, dan shutter speed melalui roda yang ada di bagian atas kamera. Di belakang kamera ada beberapa tombol untuk mengganti setting, diantaranya tombol ISO dan tombol Fn (function) yang bisa diganti sesuai kebutuhan, misalnya WB/self timer.
di Leica Q2, desainnya lebih disederhanakan lagi menjadi tiga tombol dari lima tombol. Tombol-tombolnya menjadi lebih besar sehingga memudahkan saat memakai sarung tangan.
Yang keempat adalah sistem autofokus-nya yang cukup cepat untuk berbagai keadaan pemotretan, dan juga manual fokus dibuat mudah karena di lensa ini memiliki indikator jarak. Kita juga bisa memotret subjek yang cukup dekat dengan mengubah mode lensa ke makro, dimana kita dapat memotret dalam jarak 17cm dari kamera.
Kelebihan yang kelima adalah mekanisme kamera ini mengunakan sistem Leaf Shutter yang lebih senyap daripada kamera mirrorless pada umumnya yang mengunakan focal plane shutter. Ada pilihan electronic shutter juga jika ingin memotret tanpa suara sama sekali.
Ada beberapa hal juga yang saya tidak suka dari Leica Q. Yang pertama adalah tuas ON OFF. Saya sering secara tidak sengaja menggerakan tuas ke mode C (Continuous) padahal yang saya inginkan adalah mode S, yang artinya kamera hanya mengambil satu gambar setiap saya menekan tombol shutter. Di kamera Leica Q-P (variasi Q) tuasnya sudah dibuat lebih kuat dan di Q2 mode continuous harus di akses di menu.
Yang kedua adalah kinerja autofokus di kondisi sangat gelap atau kontras rendah, di saat seperti itu, saya biasanya mengunakan manual fokus.
Yang ketiga adalah weathersealing. Kamera Leica Q yang pertama belum weathersealed, jadi harus hati-hati saat main di pantai atau di tempat yang sangat berdebu, karena partikel debu dapat masuk melalui lensa atau lubang-lubang di bagian atas dan belakang kamera. Saran saya selalu mengunakan cover atau menutup lubang audio dengan tape.
Yang keempat adalah untuk mengakses mode video di Leica Q, biasanya melalui tombol bagian belakang kamera. Kadang-kadang saya tidak menyadari bahwa mode video yang sedang aktif sehingga saat ingin memotret, kameranya malah merekam video.
Masalah ini sudah teratasi di Leica Q2 dengan firmware update v2.0. Setelah firmware update ini, di menu ada status screen sehingga kalau kita ingin mengganti mode photo ke video, tidak lagi mengunakan tombol di belakang kamera, tapi harus melalui status screen.
Yang kelima adalah keterbatasan buffer saat memotret berturut-turut dengan format RAW+JPG. Saat kita memotret berturut-turut 10fps, buffer dengan cepat terisi dan kamera akan terhenti sejenak. Kita harus menunggu sekitar 7 detik untuk meliaht foto yang diambil dan puluhan detik untuk menunggu kamera selesai menulis ke memory card.
Masalah ini bisa diatasi dengan memotret JPG saja, tapi agak sayang karena di kondisi pencahayaan kontras tinggi, kita perlu RAW untuk memulihkan bagian yang terang (highlight) dan shadow (gelap).
Secara keseluruhan Leica Q baik yang pertama apalagi yang kedua masih sangat layak digunakan di tahun 2020. Kualitas gambar yang dihasilkan masih sangat baik untuk standar saat ini dan desainnya yang compact membuatnya menyenangkan untuk digunakan.
Bagi yang ingin belajar atau memperoleh kamera Leica bisa menghubungi kami di 0858 1318 3069