Saat pertama saya membaca spek dari kamera Nikon Z8, sekilas saya merasa hubungan antara Z8 dan Z9 seperti Nikon D700 ke D3 di era kamera DSLR.
Tapi setelah meneliti lebih lanjut, Nikon Z8 ini terasa jauh lebih mirip Z9 daripada yang saya duga. Kedua kamera memiliki image sensor yang sama, 45.7 MP stacked full frame sensor dan processor EXPEED generasi yang sama. Jadi secara fungsi, kedua kamera terasa sangat mirip.
Yang berbeda hanyalah di body-nya. Z8 ini punya body dan baterai yang lebih kecil, tidak punya antena GPS, tidak punya ethernet port, tombol-tombol lebih sedikit dan salah satu memory card slotnya SD-Card. Secara keseluruhan, body Z8 setengah kilogram lebih ringan dan harganya pun lebih murah.
Harga pre-order Z8 Indonesia adalah Rp59.7 juta body-only dan dengan paket lensa 24-120mm Rp75.6 juta. Ada bonus baterai dan adapter FTZ generasi kedua.
Secara spirit, Nikon Z8 adalah kamera yang dirancang buat ngebut, dengan teknologi stacked sensor, kamera ini bisa memotret sampai dengan 20fps RAW, 30fps JPG. Video 8k 30p dan 4K 100p. Sistem autofokusnya didukung deteksi subjek AI yang canggih dan jendela bidiknya meskipun resolusinya hanya tiga jutaan tapi sangat luas dan black-out free, jadi waktu memotret subjek bergerak, viewnya mulus tidak ada jeda atau gangguan lain.
Nikon Z8 sejatinya sangat mirip dengan Z9, hanya ada beberapa perbedaan seperti 500 gram lebih ringan, baterainya yang lebih kecil dan punya dua slot kartu memory yang berbeda CFExpress dan SD card.
Perubahaan ukuran dan memory card ini dianggap kelebihan bagi sebagian fotografer, karena bawaan lebih ringan, kamera muat di tas yang tidak terlalu tebal dan bisa menggunakan memory card SD Card.
Soal memory card, penggunaan SD card menurut saya adalah sebuah kelemahan, karena kecepatan SD Card dalam menulis dibawah CF express, jadi saat syuting burst kecepatan tinggi secara kontinyu, buffer jadi terbatas karena SD cardnya kewalahan.
Yang mungkin disayangkan bagi videografer adalah layar monitornya tidak bisa diputar ke segala arah, tapi bagi fotografer mungkin akan senang, karena layar 4 axis yang sama dengan Z9 cukup fleksibel untuk memotret low angle baik di orientasi landscape maupun portrait.
Satu lagi yang tidak umum adalah kita belum bisa mengunggah LUT preview/real time LUT ke kamera ini tidak seperti kamera hybrid lainnya. Jadi menurut saya kamera ini desainnya lebih photo-centric daripada video-centric.
Kualitas gambar dari Nikon seperti biasa, tajam, kontras dan warnanya matang langsung dari kameranya. ISO tingginya juga bagus, saya cukup pede menggunakan ISO 6400 jika dibutuhkan.
Kesimpulan
Menurut saya Z8 ini cocok bagi yang suka kinerja foto-video dari Z9 tapi ingin body yang lebih ringan dan ringkas. Tapi bagi yang suka kamera yang lebih ringkas lagi dengan kualitas gambar yang mirip, maka Nikon Z7 II pilihan yang baik. Memang, Z8 tidak secepat Z9, tapi beratnya hanya sekitar 600gram dan harganya 12-20 juta lebih murah tergantung dari promo yang sedang berlaku.
Marketing Nikon sepertinya mempromosikan Nikon Z9 sebagai pengganti kamera DSLR Nikon D850, tapi saya lebih melihat Z8 sebagai penerus seri kamera jago ngebut seperti D700-an. Seri D800an lebih fokus ke resolusi tinggi daripada kecepatan, oleh sebab itu kamera penerus kamera D850 harusnya menggunakan image sensor baru dengan resolusi lebih tinggi lagi, seperti 60 atau bahkan 100MP. Mungkin sensor tersebut ditujukan buat kamera Z7 generasi ketiga?
Saksikan kesan pertama dan uji coba Nikon Z8 di channel YouTube infofotografi