≡ Menu

Menghadapi kekecewaan saat tur fotografi

Beberapa hari ini, ada acara besar di Candi Borobudur yaitu perayaan Waisak, dimana Bhiksu/Bhiksuni dan segenap umat Buddha berkumpul untuk membaca sutra dan bermeditasi. Tahun lalu saya sempat kesana tapi tahun ini saya tidak berkunjung kesana. Dari berita yang saya baca, ternyata tahun ini keadaannya lebih berantakan dari tahun lalu. Suasana tidak tertib dan banyak pengunjung yang membuang sampah sembarangan. Bahkan ada juga pengunjung yang bersikap buruk seperti membuat kegaduhan dan merusak dekorasi.  Kegaduhan itu akibat dari kekecewaan pengunjung yang batal menyaksikan pelepasan lampion di ujung acara akibat hujan yang cukup deras di malam hari itu.

Suasana pelepasan Lampion di perayaan Waisak tahun 2012 yang lalu

Sebagai guru pembimbing dan organizer tour fotografi, kekecewaan merupakan hal yang biasa bagi saya, bahkan sudah seperti teman baik. Seringkali harapan cuaca yang bagus tidak menjadi kenyataan. Misalnya cuaca mendung, badai, hujan dan sebagainya. Kondisi eksternal seperti cuaca buruk, tidak dapat kita kendalikan, dan selalu akan berlangsung. Percuma jika kita kecewa atau bahkan marah-marah. Kita tidak dapat mengendalikan kemauan alam semesta, tapi untungnya kita dapat mengendalikan bagaimana kita bereaksi terhadap kondisi yang kita hadapi.

Saya pikir, kekecewaan tersebut disebabkan karena kita (yang menggemari fotografi) terlalu melekat pada hasil foto, bukan proses. Saya sering memberi nasihat kepada murid (sekaligus teman saya) bahwa menggemari fotografi adalah menggemari proses bukan hasilnya. Hasil foto, penghargaan, jumlah “likes” di Facebook, semuanya adalah bonus. Yang mesti kita nikmati adalah prosesnya. Jika kita tidak menikmati proses, biasanya hobi fotografi kita tidak akan bertahan lama.

Saya percaya selalu ada hikmah baik yang dapat kita terima jika kita menerimanya suasana eksternal dengan baik. Contohnya seperti tur ke Vietnam, April akhir yang lalu. Kita batal menginap di atas kapal di Ha Long Bay karena otoritas lokal melarang karena ada badai di malam hari. Kekecewaan jelas sekali tergambar di wajah peserta. Tapi saya kagum terhadap semua peserta yang bersikap dewasa dengan tidak bereaksi negatif. Setiap peserta tetap semangat dan “make the best out of it” (berusaha maksimal) dan menghasilkan karya foto yang baik. Hari selanjutnya kita bisa mengunjungi desa kuno Duong Lam, dimana sebagian peserta mendapatkan kesempatan untuk memotret foto-foto yang beberapanya menjadi favorit mereka selama tur.

Kembali lagi soal perayaan Waisak 2013, di candi Borobodur, akhirnya pelepasan lampion jadi dilakukan di pelataran Candi Borobudur tapi di petang sehari setelah perayaan Waisak. Dari berita yang saya baca, pelepasan lampion di hari itu lebih tertib dan dihadiri oleh para Bhiksu dan umat Buddha saja.

Jadi, jangan terlalu lama kecewa. Tarik nafas panjang, terima kondisi apa apa adanya, dan nikmati prosesnya. Keep Calm and Make Pictures (Tenanglah dan terus membuat foto)

Kaos diatas bisa dipesan lewat 0858-1318-3069 Sampai saat ini masih lengkap ukurannya. Saya pakai ukuran XL. Di belakangnya ada logo infofotografi.com

 

About the author: Enche Tjin adalah pendiri Infofotografi, seorang fotografer, instruktur fotografi, penulis buku dan tour photography organizer. Saat ini, ia bertempat tinggal di Jakarta. Temui Enche di Instagram: enchetjin

{ 8 comments… add one }
  • Santy June 5, 2013, 10:18 am

    Tulisan ini menarik, bergaya ‘mengalir’ enak, dan akhirnya ada
    unsur lucunya dengan foto kaos merah itu, tepat !
    Sebuah kombinasi bagus !
    Intisari baik dari tulisan tersebut adalah mengajak, dan tidak menggurui para fotografer walau yang menulis adalah guru/dosen fotografi.
    Benar, yang kita nikmati adalah proses …mencari obyek, mendekati obyek, menyetel-nyetel perangkat, dan berharap hasil yang cemerlang.
    Tahun depan mungkin pak Enche bisa adakan tour photo ke Borobudur kala acara Waisak ????

  • Peter May 27, 2013, 7:15 pm

    Saya sampai di lokasi sudah dalam keadaan basah kuyup, hujan deras gak bs keluarin kamera dan tripod, melihat umat buddhis berdoa dengan di dorong2x oleh pengunjung lain membuat saya merasa harus mundur dan coba lagi lain waktu di tahun depan…alhasil jepretan cuma bisa 1 kali pakai kamera hp(ini foto yg menjadi berharga buat saya) karena prosesnya…walaupun hasilnya standard…he2x.

  • erwin sembiring May 27, 2013, 3:29 pm

    Setuju Sekali..waktu tinggal di Baltimore saya teringat juga dgn kata kata “keep calm and ask Boh”

  • Enche May 27, 2013, 3:26 pm

    @andi Tahun kemarin juga hujan dari siang ke sore, cuma malamnya sudah berhenti.

    @yusup Betul sekali, setuju dengan pendapatnya tentang kebebasan yang kebablasan. Mudah-mudahan panitia dapat belajar lebih dari acara ini dan tahun depan lebih baik lagi dalam mengakomodir semua pihak tanpa ada yang terganggu.

  • yusup May 27, 2013, 3:16 pm

    Mmg disayangkan kl justru fotografer jd pengganggu acara. Seharusnya kita mendokumentasikan acara tp tnp mengganggu jalannya acara. Apa lg ini acara ritual. Cukup disayangkan jk ada yg bilang bhw “mengambil gambar tu adl kebebasan” (dikutip dr okezone.com). Mmg hal itu adl kebebasan, tp kita jg perlu menghargai org laen.
    @Ko Enche: thanks sdh reminding. Mmg kdg tnp sadar, demi mengejar hasil, kdg kita justru mengganggu bahkan jd tdk menghargai org laen.

  • andi May 27, 2013, 3:12 pm

    untung saya pulang sebelum hujan deras….ngk kebayang kemana berteduh ribuan orang,belum keamanan yg tidak terjaga,copet berpesta ria…….ngk biasanya waisak hujan….maka dari itu dg tidak ada tenda maupun pohon yg dapat untuk berteduh…..blom keterlambatan pejabat…..bisa dimaklumi bertapa menderitanya mereka,mau foto tertutup payung dan payung……semoga apa yg terjadi dimalam itu di evaluasi untuk tahun2 berikutnya

  • Aris Amir May 27, 2013, 2:52 pm

    Tulisan yang menginspirasi, Koh!

    • Enche May 27, 2013, 3:22 pm

      @Aris trims untuk komentarnya

Leave a Comment