Salah satu aspek yang dilihat saat menilai kualitas kamera digital adalah sensornya. Kita tahu sensor pada kamera digital adalah rangkaian peka cahaya, tempat gambar dibentuk dan dirubah menjadi sinyal data. Tidak semua kamera digital punya ukuran sensor yang sama. Sesuai bentuknya, kamera digital yang kecil umumnya pakai sensor yang juga kecil, sedangkan kamera mirrorless dan DSLR memakai sensor yang lebih besar. Sensor dengan luas penampang sama dengan ukuran film 35mm disebut sensor full frame. Mengapa penting untuk mengenal ukuran sensor di kamera digital? Karena ukuran sensor berkaitan dengan kemampuan menangkap cahaya dan menentukan bagus tidaknya hasil foto yang diambil. Sekeping sensor pada dasarnya merupakan sekumpulan piksel yang peka cahaya, saat ini umumnya sekeping sensor punya 10 juta piksel bahkan lebih. Makin banyak piksel, makin detil foto yang bisa direkam. Tapi saat bicara kualitas hasil foto, kita perlu mencari lebih jauh info ukuran sensornya, bukan sekedar berapa juta pikselnya saja.
Megapiksel, atau resolusi sensor, saat ini seperti jadi cara efektif untuk marketing. Maka itu ponsel berkamera pun dibuat punya sensor yang megapikselnya tinggi. Pun demikian dengan kamera saku sampai kamera canggih, semua berlomba menjual ‘megapiksel’ ini. Bayangkan sensor kecil yang dijejali piksel begitu banyak, seperti apa rapat dan sempitnya piksel-piksel itu berhimpit? Dibawah ini adalah contoh ilustrasi ukuran sensor, dua di sebelah kiri (yang berwarna merah) adalah mewakili sensor kecil, umumnya ditemui di kamera saku. Sensor kecil memang murah dalam hal biaya produksi, dan bisa membuat bentuk kamera jadi sangat kecil.
Di sisi lain, ukuran sensor yang lebih besar memang lebih mahal dan kamera/lensanya jadi lebih besar. Tapi keuntungannya dengan luas penampang yang lebih besar, tiap piksel punya ukuran yang lebih besar dan mampu menangkap cahaya dengan lebih baik. Maka itu saat kondisi kurang cahaya, dimana kamera tentu akan menaikkan ISO (kepekaan sensor), yang terjadi adalah hasil foto dari kamera dengan sensor besar punya hasil foto yang lebih baik. Sedangkan di ISO tinggi, kamera sensor kecil akan dipenuhi bercak noise yang mengganggu. Noise ini oleh kamera modern dicoba untuk dikurangi secara otomatis (lewat prosesor kamera) namun yang terjadi hasil fotonya jadi tidak natural seperti lukisan cat air.
Sensor CMOS vs sensor CCD
Perbedaan utama desain CMOS dan CCD adalah pada sirkuit digitalnya. Setiap piksel pada sensor CMOS sudah memakai sistem chip yang langsung mengkonversi tegangan menjadi data, sementara piksel-piksel pada sensor CCD hanya berupa photodioda yang mengeluarkan sinyal analog (sehingga perlu rangkaian terpisah untuk merubah dari analog ke digital/ADC). Anda mungkin penasaran mengapa banyak produsen yang kini beralih ke sensor CMOS, padahal secara hasil foto sensor CCD juga sudah memenuhi standar. Alasan utamanya menurut saya adalah soal kepraktisan, dimana sekeping sensor CMOS sudah mampu memberi keluaran data digital siap olah sehingga meniadakan biaya untuk membuat rangkaian ADC.
Selain itu sensor CMOS juga punya kemampuan untuk diajak bekerja cepat yaitu sanggup mengambil banyak foto dalam waktu satu detik. Ini tentu menguntungkan bagi produsen yang ingin menjual fitur high speed burst. Faktor lain yang juga perlu dicatat adalah sensor CMOS lebih hemat energi sehingga pemakaian baterai lebih awet. Maka itu tak heran kini semakin banyak kamera digital (DSLR maupun kamera saku) yang akhirnya beralih ke sensor CMOS. Adapun soal kemampuan sensor CMOS dalam ISO tinggi pada dasarnya tak berbeda dengan sensor CCD dimana noise yang ditimbulkan juga linier dengan kenaikan ISO. Kalau ada klaim sensor CMOS lebih aman dari noise maka itu hanya kecerdikan produsen dalam mengatur noise reduction.
Cara sensor ‘menangkap’ warna
Sensor gambar pada dasarnya merupakan perpaduan dari chip peka cahaya (untuk mendapat informasi terang gelap) dan filter warna (untuk merekam warna seakurat mungkin). Di era fotografi film, pada sebuah roll film terdapat tiga lapis emulsi yang peka terhadap warna merah (Red), hijau (Green) dan biru (Blue). Di era digital, sensor kamera memiliki bermacam variasi desain teknologi filter warna tergantung produsennya dan harga sensornya. Cara kerja filter warna cukup simpel, misal seberkas cahaya polikromatik (multi warna) melalui filter merah, maka warna apapun selain warna merah tidak bisa lolos melewati filter itu. Dengan begitu sensor hanya akan menghasilkan warna merah saja. Untuk mewujudkan jutaan kombinasi warna seperti keadaan aslinya, cukup memakai tiga warna filter yaitu RGB (sama seperti film) dan pencampuran dari ketiga warna komplementer itu bisa menghasilkan aneka warna yang sangat banyak. Hal yang sama kita bisa jumpai juga di layar LCD seperti komputer atau ponsel yang tersusun dari piksel RGB.
Bayer CFA
Sesuai nama penemunya yaitu Bryce Bayer, seorang ilmuwan dari Kodak pertama kali memperkenalkan teknik ini di tahun 1970. Sensor dengan desain Bayer Color Filter Array (CFA) termasuk sensor paling banyak dipakai di kamera digital hingga saat ini. Keuntungan desain sensor Bayer adalah desain mosaik filter warna yang simpel cukup satu lapis, namun sudah mencakup tiga elemen warna dasar yaitu RGB (lihat ilustrasi di atas). Kerugiannya adalah setiap satu piksel pada dasarnya hanya ‘melihat’ satu warna, maka untuk bisa menampilkan warna yang sebenarnya perlu dilakukan teknik color sampling dengan perhitungan rumit berupa interpolasi (demosaicing). Perhatikan ilustrasi mosaik piksel di bawah ini, ternyata filter warna hijau punya jumlah yang lebih banyak dibanding warna merah dan biru. Hal ini dibuat mengikuti sifat mata manusia yang lebih peka terhadap warna hijau.
Kekurangan sensor Bayer yang paling disayangkan adalah hasil foto yang didapat dengan cara interpolasi tidak bisa menampilkan warna sebaik aslinya. Selain itu kerap terjadi moire pada saat sensor menangkap pola garis yang rapat seperti motif di kemeja atau pada bangunan. Cara termudah mengurangi moire adalah dengan memasang filter low pass yang bersifat anti aliasing, yang membuat ketajaman foto sedikit menurun.
Sensor X Trans
Sensor dengan nama X Trans dikembangkan secara ekslusif oleh Fujifilm, dan digunakan pada beberapa kamera kelas atas Fuji seperti X-E2 dan X-T1. Desain filter warna di sensor X Trans merupakan pengembangan dari desain Bayer yang punya kesamaan bahwa setiap piksel hanya bisa melihat satu warna. Bedanya, Fuji menata ulang susunan filter warna RGBnya. Bila pada desain Bayer kita menemui dua piksel hijau, satu merah dan satu biru pada grid 2×2, maka di sensor X Trans kita akan menemui pola grid 6×6 yang berulang. Nama X trans sepertinya diambil dari susunan piksel hijau dalam grid 6×6 yang membentuk huruf X seperti contoh di bawah ini.
Fuji mengklaim beberapa keunggulan desain X Trans seperti :
- tidak perlu filter low pass, karena desain pikselnya sudah aman dari moire
- terhindar dari false colour, karena setiap baris piksel punya semua elemen warna RGB
- tata letak filter warna yang agak acak memberi kesan grain layaknya film
Sepintas kita bisa setuju kalau desain X Trans lebih baik daripada Bayer, namun ada beberapa hal yang masih jadi kendala dari desain X Trans ini, yaitu hampir tidak mungkin Fuji akan memberikan lisensi X Trans ke produsen kamera lain (artinya hanya pemilik kamera Fuji tipe tertentu yang bisa menikmati sensor ini). Kendala lain adalah sulitnya dukungan aplikasi editing untuk bisa membaca file RAW dari sensor X Trans ini.
Sensor Foveon X3
Foveon sementara ini juga ekslusif dikembangakan untuk kamera Sigma tipe tertentu. Dibanding sensor lain yang cuma punya satu lapis filter warna, sensor Foveon punya tiga lapis filter warna yaitu lapisan merah, hijau dan biru. Desain ini persis sama dengan desain emulsi warna pada roll film foto. Hasil foto dari sensor Foveon memberikan warna yang akurat dan cenderung vibrant, bahasa gampangnya seindah warna aslinya. Hal yang wajar karena setiap photo detector di sensor Foveon memang menerima informasi warna yang utuh dan tidak diperlukan lagi proses ‘menebak’ warna seperti sensor Bayer atau X-Trans.
Yang jadi polemik dalam sensor Foveon adalah jumlah piksel aktual. Misalnya ada tiga lapis filter warna yang masing-masing berjumlah 3,4 juta piksel, maka Foveon menyebut sensornya adalah sensor 10,2 MP karena didapat dari 3 lapis filter 3,4 MP. Ini agak rancu karena saat foto yang dihasilkan dari sensor Foveon kita lihat resolusi gambarn efektifnya memang hanya 2268 x 1512 piksel atau setara dengan 3,4 MP (originalnya) dan yang terbaru 15 MP.
Meski demikian, karena kualitas di pixel levelnya sangat tinggi, maka saat diadu dalam cetak dengan foto buatan sensor Bayer, resolusinya seperti 2X yang tertera di file foto. Misalnya 3.4 MP setara 6.8 MP dan 15 MP setara 30 MP. (tambahan oleh Enche Tjin)
Salah satu kelemahan dari sensor Foveon adalah noise yang sudah terasa mengganggu walau di ISO menengah seperti ISO 800. Tapi seiring peningkatan teknologi pengurang noise maka hal ini tidak akan jadi masalah serius di masa mendatang.
Tambahan oleh Enche Tjin :
Kelebihan sensor Foveon adalah membuat foto dengan ketajaman dan micro-kontras yang sangat bagus sehingga detail foto lebih jelas dan tajam. Hal ini disebabkan karena tidak adanya filter AA (Anti-Alias) yang biasanya terdapat di sensor tipe Bayer. Juga tidak ada moire and chroma noise. Sehingga hasil dari sensor Foveon ini lebih murni daripada sensor lain.
Kelemahan sensor ini yaitu diperlukan tenaga prosesor yang sangat besar dan relatif lama untuk memproses fotonya, selain itu juga menguras tenaga baterai. Kamera jadi lebih cepat panas.
Kamera yang mengunakan Foveon ini sampai sekarang hanya Sigma, yaitu seri Sigma DP (compact) dan Sigma SD1 (DSLR).
Kesimpulan
Teknologi sensor gambar masih terus berkembang, dari yang paling mudah dilihat seperti kenaikan resolusi (megapiksel) hingga teknologi lain yang bisa membuat hasil foto meningkat siginifkan. Yang saya cermati adalah era Bayer sudah terlampau usang, dengan teknik interpolasi yang banyak keterbatasan, perlu segera digantikan dengan metoda lain. Sensor X Trans buatan Fuji membawa angin segar dengan peningkatan kualitas foto dibanding sensor Bayer khususnya dalam hal ketajaman dan kekayaan warna, namun sayangnya tidak (belum?) bisa diadopsi di kamera lain. Sensor Foveon pun demikian, walau secara teknik paling menyerupai emulsi film (yang artinya bakal memberi hasil foto yang paling baik) justru dipakai di kamera yang jarang dijumpai seperti kamera Sigma. Sensor kamera yang paling ideal itu harus cukup banyak piksel (detail), punya dynamic range lebih lebar dari sensor yang ada saat ini, punya filter warna yang lebih baik dari Bayer CFA, dan efisien (harga, performa, kinerja ISO tinggi dsb). Kira-kira kapan ya sensor ideal ini bisa terwujud?
Comments on this entry are closed.
Ada gak kamera compact, prosumer, yang sensornya di atas 1 inch?
Ada aja, Leica D-Lux7 (mft), ricoh gr III (aps-c), leica q (full frame), sony rx1 (full frame).
Om. Apa a7r itu menggunakan sensor foven. Kan gak punya filter AA?
Bukan Foveon, tetap ada filter Bayernya, filter AA itu dilapisan atasnya lagi.
Om kalo sensor aps c sama Xtrans masih bagus yg mana om ?
Perbedaan mendasar apanya om ?
Saya newbie om,
Heheheee
Apsc itu ukuran. Xtrans itu jenis.
Pentax Q7 memiliki sensor BSI-CMOS.
Apakah termasuk teknologi sensor yang sudah usang?
Apa kelebihan dan kelemahan sensor tersebut (selain dari aspek ukuran sensor)?
Untuk kebutuhan foto street dan landscape serta tidak dicetak besar, apakah masih dapat diandalkan?
Terlalu kecil permukaan sensornya, itu yang jadi kendala Pentax Q.
Menurut pengalaman dan pendapat pribadi koh Enche, berapa ukuran terkecil suatu sensor yg kualitasnya gambarnya sudah di atas rata2?
four thirds dan full frame ukuran sensor favorit saya. Bisa baca-baca artikel ini.
Mas kalo fujifim xm1 sama fujifilm xa10 bagus mana? Saya pengen beli mirrorles tapi masih bingung
xm1 karna pakai xtrans,,,,xa10 pakai bayer
Om, maaf mau tanya sya beli XT10 2nd lensa 16-50 tpi pnya sya di dus nya ada tulisan OIS 1 dan OIS II mnrut om ini brg ori gak? Trus sya rsa hasilnya agak kurang sempurna soalnya klo di zoom ampe full berasa ga natural aja kya ada fitur beautynya agak ngeblur dipercantik. Ato hrus pke lensa 18-55? Thx
Lensa 16-50mm memang kurang detail dan tajam hasil fotonya. Lensa yang 18-55mm mendingan, tapi yang paling detail biasanya lensa yang tidak bisa zoom, seperti lensa 35mm f/2.
mau minta saran koh,lagi galau 🙂
sudah 5 tabunan saya pake canon,60d. skrg pengin ganti mirrorless fuji xt1. yang mau saya tanyakan ketika saya pake xt1 apakah bisa diaplikasikan dengan memakai trigger youngno untuk flash eksternalnya?. karena ke depan saya sedang merencanakan untuk membuat studio mini.apakah tidak ada kendala pada saat pemakaian flash ekaternal.
Maaf pak tanya.. kalau sensor Digital Live Mos itu apa? Kenapa kamera yg menggunakan sensor itu mahal
Biasanya digunakan di kamera four thirds Olympus, soal harga relatif.
Om lebih rekomend fujifilm xt10 atau sony a6000 untuk portrait?
Fuji bagus untuk portrait
Om, ada artikel yang khusus membahas & sampel perbedaan hasil gambar dari Fujifilm bersensor X-Trans dan tanpa X-Trans ga?
Semakin banyak piksel..maka semakin banyak detail gambar yg ditangkap.. tapi kualitas piksel sendiri bergantung pd luas penampang sensor/ukuran sensor.. apa maksudnya bgtu ya ko..
Sehingga yg paling berperan terhadap kualitas gambar yaitu ukuran sensor..
“Megapiksel, atau resolusi sensor.. Banyaknya piksel disebut dengan resolusi” apakah ini bisa saya artikan piksel berbanding lurus terhadap resolusi/semakin banyak piksel maka semakin besar pula resolusi/semakin besar mega piksel sebuah kamera otomatis semakin besar pula resolusinya..misal HD, FulHD atau sekarang 4K.. apa bgtu yak o..??
Iya benar
apa penjelasan diatas (kualitas pixel sendiri tergantung dari ukuran sensornya) itu tidak berlaku pada sensor seperti sensor cmos ya ko?
kalau begitu bagaimana cara menentukan kualitas dari sensor cmos ko?
maaf masih blm paham mohon pencerahannya ko
Sama aja, CMOS kalau ukuran pikselnya kecil ya kualitasnya kurang, contoh di smartphone yg langsung jelek di tempat gelap.
Kak mau nanya dong, kamera mirrorless yg sesuai utk anak muda kalo bisa yg bs selfie sekaligus untuk bekerja makeup artist jadi utk foto detail makeup yg kisaran harganya 5-8 juta an apa ya? Sy udh punya fuji xm1 tp pengennya yg bs selfie hehe apa lebih baik sy beli xm2 fuji dan ganti lensa?
Yang bisa selfie Fuji XA2.
Mas saya lagi nyari2 kamera mirrorless , mau nanya rekomendasi kamera mirrorless yang bagus dan ga mudah rusak serta harganya dibawah 5jt.
Bisa baca-baca halaman rekomendasi kamera digital kami.
Mau tanya nin koh,
Diantara eos M10 dan eos m3 lebih rekomend mana ya?
Untuk traveling, dan photo produk
Lebih baik EOS M3.
Terima kasih atas jawabannya pak, jd kali boleh minta saran dari bapak, minimal budget untuk kamera yang dapat menunjang pekerjaan saya ini berapa tak pak minimalnya. Dan kamera nya ada fitur wifi nya pak, supaya tidak susah transfer gambar ke smartphone saya, terima kasih untuk jawaban yang keduanya pak
Pagi pak, saya mau tanya kenapa hasil foto kamera ponsel tidak sesuai dengan warna asli nya pak, kalau kamera digital budget 2,5juta yang ada fitur wifinya apa rekomendasi dari bapak yang bagus, saya jualan online, konsumen sering mengeluhkan warna difoto tidak sesuai dengan warna asli nya, terutama untuk warna hijau toska atau biru Aqua. Mohon bantuannya pak, sangat urgen sekali pak. Terimakasih pak
Kamera digital compact sekitar 2.5 jt kualitasnya tidak jauh beda dengan kamera handphone. Saran saya motretnya sebaiknya mengunakan cahaya yang netral (putih) seperti cahaya matahari di siang hari supaya bisa lebih tepat.
Belajar editing untuk mengkoreksi warna yang salah juga penting, seperti belajar editing lightroom.
Terimakasih pak, menurut bapak kamera yang cocok untuk pemotretan produk ,,kira kira berapa budget minimal nya, dan kalau boleh kasih saran saya nama kamera nya pak. Bagaimana menurut bapak antara nikon coolpix s9900 dan nikon j1 3 mirrorless, saya lihat harga nya kisaran 3,5 juta pak. Atau bapak punya saran yang lain???
Olympus EPL7 sekitar 7.4 jt oke, tapi sepertinya diluar budget ya. Dibanding S9900 dan Nikon 1 J3, bagusan J3, tapi sepertinya gak ada wifi.
Terimakasih atas masukannya pak..
Pagi Entje Tjin.
Masih masalah kamera untuk pengambilan gambar produk, dengan mengenyampingkan fitur wifi, dan lebih memperhatikan budget yang minimal, kira-kira selain Olympus Epl7 , kamera apa lagi yang bisa di andalkan untuk tugas di atas pak, mohon petunjuknya pak. Terimakasih pak
Mas kamera dslr fujifilm di indonesia apa ya, karna kebanyakan yg saya cari adalah prosummer ..
Fuji gak keluarin kamera DSLR lagi, yang ada seri Fujifilm X, mirrorless.
jadi klo pakai kamera fuji dengan sensor x trans, file RAWnya masih bisa di edit dengan lightroom tidak?
Bisa tapi kurang maksimal, karena LR dirancang untuk mengolah RAW general (dari sensor Bayer).
Mas saya mau bertnya, saya ingin membeli kamera fujifilm, tapi jenis yang mana yg paling bagus?
Saat ini yang terbaru X-PRO2
mau tanya kamera digital harga 1jt kbawah yg lumayan bagus apa ya?
Second mungkin. Di kamera bantul, coba
Mas mau tanya nih antara sony a5100 sama fujifilm xa2/xm1 mana yang lebih baik untuk keperluan memfoto hasil makeup utk menampilkan detail yg jelas dan natural?
pak mau tanya… saya sangat tertarik dengan sensor faveon menurut bapak lebih baik kualitas foto mana antara sigma dp3 dan nikon d610? karena saya bingung untuk memilihnya
Di ISO 100, kualitas gambar sensor foveon (terutama yang generasi Merrill) dan lensa fix memberikan warna dan ketajaman yang sangat tinggi. D610, D750 gak berdaya. Mungkin D810 dan A7RII baru bisa mengalahkan dari segi resolusi/detail saja. Di ISO 400 atau ke atas kualitas gambarnya ancur.
Mas, mau tanya fujifilm X-M1 dibandingkan dengan samsung NX3000 lebih bagus mana ya? Kebutuhan untuk travelling. Makasih
Bagusan Fuji X-M1
maaf agak melenceng koh, disini saya mau bertanya tentang ilmu fotografi koh, saya adalah seorang siswa sma semester terakhir yang ingin melanjutkan ke universitas, disaat kuliah nanti saya ingin mempunyai keahlian untuk bekerja sampingan untuk biaya kuliah. kebetulan dari masih smp saya sangat menyukai fotografi, dan saya ingin melatih kemampuan saya dari nol. oleh karen itu saya banyak browsing mencari referensi tentang fotografi. Dan saya sadar bahwa fotografi adalah sebuah keahlian yang sangat bergantung pada teknologi khususnya kamera, tapi karena masih menabung saya belum berkesempatan untuk membeli kamera DSLR. akan tetapi saya mempunyai kamera jadul peninggalan kakek saya yang dulu bekerja sebagai wartawan koran, kamera tersebut adalah Minolta Dynax 500si buatan th 1997 dan masih terawat sampai sekarang. yang ingin saya tanyakan adalah apakah kamera tersebut masih bisa dan cocok digunakan untuk memperdalam ilmu fotografi saya dimana sekarang sudah jamanya digital?, dan kalau bisa lensa apa yang bisa/cocok digunakan untuk kamera saya??. saya sangat menunggu jawaban koh enche agar saya tidak galau lagi. thanks sebelumnya untuk koh enche
Di jaman sekarang, kalau mau belajar fotografi harus pakai kamera digital. Budgetnya harus ditentukan, sebagai info, kamera DSLR/mirrorless baru paling murah sekitar 5 juta.
Bagusan mana fujifilm x30 dengan samsung nx3000? kebutuhan travelling sama terkadang foto product.
Beda konsep sih, x30 kualitas gambarnya dibawah nx3000, dan gak bisa ganti lensa, tapi praktis Dan modelnya cukup keren.
mohon pencererahannya ko ,, sy berencana ganti ke Canon 1D Mark II N , kira2 ad rekomendasi lain ko ? untuk kebutuhan job wedding
Kamera tersebut sudah lama sekali, banyak kamera baru dengan kualitas lebih bagus. Budgetnya kira-kira berapa?
mas saya mau tanya sensor XA2 adalah CMOS biasa,, jadi mana lbh bagus CMOS biasa atau Xtrans?? saya lagi tahap perimbangan untuk memilih XA2 atau XM1. terima kasih mas..
Sensor di X-A1 dan X-A2 adalah CMOS dengan Bayer CFA, jadi susunan filter warna sama dengan kamera lain. Untuk menghindari moire banyak produsen memasang low pass filter didepan sensor sehingga ada sedikit penurunan ketajaman. Sensor di Fuji X-M1 dan seri diatasnya adalah CMOS dengan X-trans yang susunan filter warna agak berbeda, dirancang khusus oleh fuji utk mencegah moire tanpa perlu low pass filter sehingga lebih tajam. Tapi beda dengan CMOS biasa, file RAW dari sensor dengan X-trans perlu diedit dengan program yg tepat supaya optimal.
jadi lebih prefer kamera fuji dengan sensor X-trans ya mas?
Gan , apakah sensor sensor itu dijual secara umum ? , atau kah sensor itu dibuat oleh produsen kamera sajah dan tidak dijual secara umum ? , cz saya penasaran ingin merakit kamera kecil kecilan hehe 🙂 thx
Setau saya tidak dijual eceran seperti itu hehe
Tulisan tingkat tinggi dan intinya berarti sensor-sensor kamera saat ini ketinggalan teknologi yah koh/mas ? …maaf mungkin saya yang gak mudeng tp lumayan buat tambah pengetahuan
Ko, mau tanya. Sensor APS-C di kamera mirrorless dan kamera DSLR apakah sama?
Mas, Enche atau mas Edwin, saya mau tanya.. kamera yang masih menggunakan sensor CCD dan masih di jual belikan atau laris di pasaran kamera apa ya?
yang sekarang kan lebih dominan kamera dengan sensor CMOS. sedang kamera yg menggunakan sensor CCD apa ya?
Apakah camera sya samsung nx kurang bagus kenapa tidak masuk dalam topik ya??mohon sarannya
Bukan kurang bagus tapi kurang peminatnya. Terakhir saya review Samsung NX30, kamera yang oke 🙂
Ko, sori melenceng dr topik. Sy msh bingung kamera2 baru skrg sdh ditambah wifi spy upload ke internet lbh gmpg. Trus msh ada tambahan GPS (yg saya ga tau gunanya apa). Apakah 2 fitur ini layak dibeli? Ato ga perlu? Sy sebenarnya ngincer 70D sbg upgrade dr 600D sy. Tp bingung perlu yg wifi ato ga. Mohon masukannya.
Itu tergantung kebtuhan masing-masing. Menurut saya GPS dan Wifi biasanya untuk kepraktisan saja.
Ko Enche, pernah pakai dsrl canon 550d? bagaimana pendapat ko enche soal kamera tersebut..
@wen Pernah, coba baca review mini saya.
Makasih sarannya mas, tanya lagi boleh ya? nikon baru aja keluarin lensa DX terbaru afs 18-140mm, bagaimana perbandingannya dengan afs 16-85mm & 18-200mm dari segi optiknya, CA, distorsi dan praktisnya? karena lensa ini FL lensa2 tsb enak buat travelling, mas Ence pilih mana?trims..
Mas Ence, saya mau tanya tentang Firmware apakah harus di update? apa fungsi update firmware buat kamera? kalau tidak pernah di update apa kamera bisa bermasalah? saya dah 4 tahun pake nikon D3100 belum pernah utak atik update firmware, buat kerja sehari2 cuma set WB, Iso,speed,diafragma, metering matrix, dll, trimakasih…
@anto Firmware kadang2 penting, kalau memang ada kekeliruan software yg ada di kamera, firmware juga berisi fitur2 baru. Memang, firmware gak wajib diupdate tapi gak ada salahnya kita lihat apakah ada updatenya dan apakah updatenya menguntungkan bagi kita.