Hunting ke Cirebon kemarin, saya diberi kesempatan memakai produk baru dari Sony yaitu kamera compact Sony RX100 Mark IV.
Kamera mungil dengan sensor 1 inchi dan 20MP ini sangatlah nyaman dibawa, cukup dimasukkan ke tas selempang (note : bukan tas kamera), membuat saya leluasa bergerak dan tidak kelelahan (biasanya membawa backpack khusus kamera). Kenyamanan lainnya saya tidak perlu membawa lensa tambahan ataupun repot mengganti-ganti lensa. Lumayanlah dengan rentang setara 24-70mm f/1.8-2.8 sepertinya cukup untuk mengakomodir gaya foto saya yang tidak terlalu ekstrim (baca : santai). Sebagai seorang yang introvert, saya juga tidak perlu risih dipelototi oleh orang-orang karena kamera yang tidak menyolok sama sekali. Plus ga bakal disamperin satpam atau petugas untuk menanyakan soal larangan/izin foto. 😀
Karena belum pernah menggunakan versi RX100 yang sebelumnya, maka saya tidak dapat membandingkannya. Namun kesan pertama ketika kamera ini berada dalam genggaman adalah seperti menggenggam kamera yang cukup mantap. Karena body yang terbuat dari logam, kamera ini jauh dari kesan kamera mainan.
Menu-menu di kamera ini juga mirip dengan menu di kamera mirrorless seri Alpha, jadi lumayan gampang pengoperasiannya bagi saya. Untuk tombol-tombolnya, kemungkinan akan terasa kesulitan atau kekecilan bagi teman-teman yang tangannya rada besar. Bagi teman-teman yang suka selfie, kamera ini memiliki layar yang bisa diflip ke atas, suatu fitur yang jarang ditemukan di seri Alpha lainnya.
Viewfindernya sangat membantu untuk komposisi dan saat kondisi cahaya terang dan menyilaukan. Saat tidak dipakai, viewfinder elektronik tersimpan cukup unik. Dalam posisi OFF, jika menekan tuas/switch untuk memunculkan viewfinder, kamera akan otomatis menyala, begitu juga sebaliknya jika viewfinder dimasukkan kembali, maka kamera akan OFF.
Dikarenakan waktu yang lumayan singkat untuk mengetes kamera ini dalam waktu 1x hunting dan saya hanya orang awam (juga bukan seorang GEEK yang akan mengutak atik semua settingan, mencoba semua mode dan membandingkan kualitas-kualitasnya), saya hanya mencoba kamera ini sesuai gaya hunting foto saya serta keunggulan/fitur barunya.
Built-in ND Filter
Saat siang hari dan ingin menggunakan speed yang lambat untuk merekam gerakan aliran air, filter ND sangatlah diperlukan. Kebetulan ketika kita mengunjungi curug Putri, saya pun menggunakannya dan bisa mendapatkan speed 4 detik. Awalnya, saya mengira filter ini hanyalah efek komputerisasi, namun setelah ditanyakan ke Enche lebih jauh, ternyata di dalam kamera ini memang ada sistem filter yang tertanam di dalamnya. Lumayan bisa menggantikan filter ND 3 stop.
HFR (High Frame Rate)
Satu hal yang paling menarik dari kamera ini adalah adanya mode High Frame Rate. Kita dapat merekam video slow-motion dengan settingan sampai 1/1000 fps. Tentunya, ada kompromi kualitas video yang agak menurun jika menggunakan speed 1/1000 fps.
Untuk menggunakan mode ini, kita perlu memutar tombol Mode ke HFR terlebih dahulu, kemudian menekan tombol bulatan yang ada di roda kontrol. Kamera akan masuk ke mode stand by untuk bersiap-siap mengambil rekaman video. Untuk merekam, bisa menekan tombol Movie (tombol bulatan merah). Video akan lansung dibuat ke bentuk slow-motion (gerak lambat) dimulai dari 2 detik sebelum kita menekan tombol Movie. Dengan demikian, meskipun kita telat menekan tombol movie, kamera sudah mulai merekam kejadian 2 detik sebelumnya. Karena merupakan inovasi baru, mode HFR memberikan daya tarik tersendiri dan menjadikan kamera ini patut dipertimbangkan untuk dimiliki.
Shutter speed max 1/32000 detik
Fitur ini dimaksudkan untuk membantu jika memotret di tempat yang sangat terang sekali atau perlu membekukan gerakan yang super cepat. Namun untuk hunting kali ini, saya maksimalnya hanya butuh speed 1/2500 detik untuk membekukan gerak ilalang yang ditiup angin yang cukup kencang. Hasilnya tajam. Penasaran dengan speed 1/32000 detik nya, saya pun mengarahkan ke arah matahari dan mendapatkan foto siluet kapal. Untuk speed 1/32000 detiknya saya kira cukup canggih, namun saya kebingungan speed secepat ini mau dipakai untuk foto apa. Sepertinya speed ini diperlukan jika kita fotonya mengarah ke matahari.
Terlepas dari fitur baru yang dijelaskan di atas semuanya, sisa percobaan foto hanya berdasarkan gaya foto saya (bisa jadi sesuai ataupun tidak dengan gaya hunting teman-teman).
Saya kurang begitu minat di fotografi aksi, jadi dengan fitur continuous shooting yang bisa sampai 16fps tidak terpakai olehku.
Umumnya, dalam rentang ISO 80-800, kualitas foto masih baik. Namun jika sudah di atasnya, kualitas foto agak menurun.
Contoh di bawah menggunakan ISO 640, dengan sedikit sentuhan Noise Reduction di Lightroom, noise pun menghilang.
Dengan foto di atas, kalau dibilang dengan ISO 100 orang pun masih percaya. Hehe…
Contoh di bawah menggunakan ISO 2000, masih bisa terselamatkan dengan Noise Reduction. Meskipun gambar agak kurang tajam seteleh noise reduction, foto masih bisa dipertajam dengan Sharpening di Lightroom.
Percobaan paling tinggi saya untuk hunting kali ini hanya di ISO 3200 dan bagi saya masih dapat diterima kualitasnya.
Perbedaannya pun hanya dilihat jika di zoom 100%. Kalau tidak di zoom, ga terlalu jauh dech bedanya. Jadi saya tidak terlalu kuatir jika perlu menggunakan ISO tinggi. Daripada hasil fotonya blur, lebih baik mengamankan shutter yang lebih cepat dengan mengorbankan ISO. Noisenya bisa diatasi kemudian. 😀
Tidak ketinggalan tentunya foto menggunakan fitur Picture Effectnya. Favorit saya adalah Illustration.
Untuk satu baterai, kurang lebih saya dapat mengambil sekitar 220 foto. Jadi saya sarankan untuk membawa powerbank ataupun baterai cadangan jika ingin hunting seharian penuh.
Hal lain yang perlu diperhatikan untuk penggunaan kamera ini adalah munculnya bintik-bintik merah pada gambar jika menggunakan shutter speed yang sangat lambat. Dalam foto-foto saya, bintik merah lebih terlihat pada speed 30 detik. Untuk yang 4 detik tidak terlihat sama sekali dan untuk speed dibawah 15 detik, hanya muncul sedikit sekali bintik merah dan hanya jelas terlihat pada bagian yang gelap. Namun sekali lagi, bintik merah ini hanya terlihat jika kita zoom 100%. Kemungkinan besar karena sensornya kepanasan. Bisa jadi juga karena saya mengambil foto long exposure berkali kali (mencoba beberapa kali variasi antara 4, 10, 15, dan 30 detik) sehingga sensornya kepanasan.
Untuk gaya hunting saya, biasanya saya tidak pernah menggunakan speed sampai 30 detik. Paling lama pun hanya 10 detik saja. Jadi saya rasa, masih cukup aman dan wajar untuk kamera bersensor kecil.
Oh iya, aspek rasionya juga mendukung format 1:1, sebenarnya sangat cocok untuk format square nya instagram. Namun sekarang ini instagram juga sudah mendukung format lanscape.
Beberapa foto favorit saya:
Ooops… kok pohon semua? Sepertinya jodohnya memang disana. Hahaha..
Saat tulisan ini dimuat, Sony sudah mengumumkan pre order yang dibundel dengan harga Rp 15 juta disertai bonus memory card 64GB + extra battery + custom Wooden grip. Jika berminat memesan bisa hubungi kita di 0858 1318 3069 atau infofotografi@gmail.com
Kamera ini patut dipertimbangkan jika kita ingin travel secara ringkas dan menginginkan kualitas foto yang bagus dan tajam.
Baca juga pengalaman Enche Tjin dengan kamera RX100 IV.
Kak mau tanya sony rx100 untuk video seperti apa ya. Kalau perbandingan sama sensor 4/3 kelas 12 mp dg lensa kit bawaan lebih rekomendasi yg mana?
Generasi apa masing2 kameranya? Keuntungan dan kerugian utama sony rx100 di lensanya yg gak bisa diganti. Baterai jg terbatas jadi kalau shooting lama gak begitu cocok. Tapi untuk travel dan video klip singkat2 bagus.
Halo Ko/Ci..saya mau tanya kamera sony rx100 mark IV itu harus pakai sd card yang SDXC ya? bila pakai SD CARD SDHC bisa tidak ya? Tolong di jawab ya…Sangat membantu 🙂
Terimakasih 😀
Seharusnya dua-duanya bisa, akan tetapi perlu diperhatikan class dan UHS nya karena diperlukan untuk merekam video 4K, minimal class 10 dan UHS-I (lebih bagus lagi kl UHS-3). Dibawah itu sepertinya tidak mendukung lagi.
Apa kabar Ko/ Ci, RX100 saya lensanya didorong oleh anak pada saat memotret, dan ada cap fingerprint, apakah saya harus membersihkannya dalam posisi nyala atau ada cara lain, oh ya selain itu di iso 640, noise kamera sy cukup buruk, tdk seperti hasil di atas yg isonya mencapai 3200
terima kasih banyak
Boleh dibersihkan saat nyala, cuma hati-hati saja. Noise tergantung jg dengan pencahayaan, dan bisa dikurangi dengan software seperti Adobe Lightroom.
Ko Enche,
Mau tanya nih, kalau rx100 mark iii dibanding dengan nex5n dipasangkan dgn zeiss 16-70mmf4 kualitas hasil foto nya bagus mana? Ketajamannya dan hasil warnanya?
Terima kasih
Bagus yang sensor besar seperti NEX5N+16-70mm dong. Tapi perbandingan ini agak janggal, karena yang pilih RX100 biasanya mau kamera yang bisa disimpan di kantong, memang bukan untuk mencari kualitas terbaik/repot ganti lensa.
Betul koh, ini memang agak aneh, tp kondisi saya adalah : sy punya kamera nex 5n dengan lensa kit dan 35mm f1.8. Dan dengan budget sekitar 10jt, lebih baik beli lensa zeiss 16-70mm atau beli second camera seperti sony rx100 atau panasonic lx100.
Pemikiran sy kl beli second camera, maka nex5n sy akan dipasang lensa 35mm.
Tp dari segi kualitas apakah sepadan? Makanya sy ingin pendapat koh Enche dari kualitas hasil rx100 / lx100 atau nex5n + zeiss 16-70.
Tlg bisa dibantu kasih masukan ya koh? Terima kasih.
Dear Iesan,
Saya tertarik topinya…cucok buat hunting di hot area ya… di mana belinya? 🙂
Di Kamboja mba Erna 🙂
Salam kenal ko, saya masih awam di fotografi, mau nny kamera ini dibandingan dgn sony A6000, lbh bgs ambl yg mana, tujuan ny utk travelling sama sehari2 gt. Tq ko.
Kamera compact ini dengan A6000 sangat berbeda, RX100 tidak bisa ganti lensa, sedangkan A6000 bisa, A6000 juga bisa pasang flash/aksesoris lain diatasnya. Kalau untuk sehari-hari dan tidak ada rencana ganti lensa, RX100 sangat praktis. Kekurangannya bisa dibaca di artikel diatas. Review A6000 bisa dibaca di artikel ini.
Kalo tamron 70-300mm f/4-5.6 dan canon 55-250mm IS bagusan mana ko Enche?
Harganya pun tidak jauh beda.
Yang Tamron ada VC, USD nya gak? kalau ada lebih bagus yang Tamron, kalau tidak, sebaliknya lebih bagus.
Maaf melenceng ko, sya mau tnya
Saya pengguna canon kiss x5, sya suka travelling, sya bingung mau beli btre grip dlu atau lensa, kira kira lensa apa yg cocok buat travelling? Sya pnya dana 2 jtaan hehe
Trima ksh 🙂
Kalau belum punya lensa telefoto/panjang, mungkin bisa cek lensa Canon 55-250mm IS. Supaya bisa foto objek yang jaraknya jauh. Battery grip meskipun bikin keren, tapi malah tambah beban saja.
keren sis ,kala era enteng2 mulai masuk
awas di kejar satpam :v
wih pertamax nih (Y)
Thanks. Kalau sudah dikejar satpam, saya beralih ke mobile photography saja, pakai HP. 😀
Harganya 11-12 dgn dsc rx10, bikin nambah galau.. hiks
Hehe… sebaiknya fokusnya di kebutuhan dan menetapkan budget. Kalau dibanding-bandingkan, nanti malah merambat ke apsc malah bisa-bisa ke full frame nantinya. Jadi tambah galau dan ga beli-beli. Selamat menimbang-nimbang. ^^