Liburan Idul Fitri kemarin, Enche mendadak memutuskan untuk liburan ke Perth, Australia. Semoga masih belum basi ceritanya.
Saya kebingungan dengan peralatan fotografi saya yang akan dibawa (yang lumayan tragis keadaannya). Punya 3 lensa fix canon (40mm, 50mm, 100mm macro) tapi ga punya body Canon. Punya body Sony A6000 tapi ga punya lensa Sony. Memang saya ada adapter lensa canon ke body sony, tetapi saya tidak suka ganti-ganti lensa dan dengan rentang 40mm ke 100mm, bukan rentang favorit saya untuk foto travelling. Lagipula, jika pakai adapter, autofokusnya agak lambat.
Pilihannya antara beli body Canon lagi dengan lensa kit, atau beli lensa favorit saya Sony SEL 16-70mm.
Karena ini liburan pribadi dan bukan kerjaan review mereview, saya tidak diperbolehkan Enche meminjam lensa dari vendor. Jadi, saya hanya dikasih pilihan antara beli sendiri atau menggunakan gear pribadi yang sudah ada.
Yah… akhirnya pilihan saya jatuh pada Nikon D5500 dan lensa kit 18-55mm dan lensa tele 55-200mm yang sehari-harinya dipakai sebagai kamera demo untuk kelas Kupas Tuntas Kamera Digital. Soalnya tidak rela keluar uang untuk beli gear lagi dan dananya sudah dialihkan ke liburan ini. Hehehe…
Pertimbangan membawa DSLR adalah dikarenakan perjalanan ini lumayan santai, hanya saya dan Enche dengan sepasang suami istri teman Enche. Kalau bawa group, saya lebih memilih memakai mirrorless saja.
Setelah sekian lama menggunakan mirrorless, kembali ke DSLR membuat saya agak kaku pada awalnya, karena mengambil foto dengan DSLR lebih menggunakan viewfinder. Saya beberapa kali tanpa sadar melakukan komposisi dengan melihat layar LCD, tapi tersadar kemudian karena layarnya hanya berisikan tulisan setting-setting kamera. Memang DSLR juga bisa menggunakan live view, tapi autofokus lebih lambat dan tampilan di layar juga lebih telat dari kejadian yang sebenarnya dan sepertinya lebih rentan goyang karena ketika kita mengambil gambar, dia harus menaikkan cermin terlebih dahulu (terjadi dua kali hentakan).
Perjalanan yang bebas dari beban kerjaan membuat saya lebih memfokuskan diri pada foto narsis. Jadinya setiap ada latar yang unik, kami langsung narsis. Foto narsis kami berdua boleh dibilang yang paling banyak di trip ini. 🙂
Saya juga tidak menemukan kendala dengan munculnya flare ketika foto berhadapan langsung dengan matahari. Foto-foto tersebut malah menjadi salah satu foto favorit saya.
Yang paling seru dari perjalanan ini adalah ketika kami mengunjungi pulau Rottnest. Perjalanan ke pulau ini menggunakan kapal. Kami berempat tinggal di sebuah villa dimana pemandangannya langsung mengarah ke laut. Ketika tiba di pulau ini, kami disambut dengan hujan. Cuaca yang dingin itu membuat saya malas untuk keluar lagi. Namun setelah hujan agak reda, saya dipaksa Enche untuk menemani hunting foto di luar. Ugghh… Malasnya.
Berbekal peta lokal yang bisa diambil secara gratis di loket kedatangan serta GPS dari handphone, kami pun mulai menjelajah.
Awalnya, kami berdua berjalan di jalan beraspal. Tiba-tiba Enche ingin mengambil jalur yang lain (jalur tracking) dan membawa saya sampai ke pinggiran pantai. Waktu kami berjalan, mungkin karena musim dingin dan baru selesai hujan, jalan yang kami lalui tidak tampak turis-turis lain. Awalnya si menyenangkan. Sunyi, sepi, bisa foto-foto dengan leluasa dan berjalan santai.
Makin jalan saya semakin ketakutan. Mana tahu nanti tiba tiba ketemu harimau, ular, buaya? Kalau masuk lubang, siapa yang bisa menolong nantinya? Atau kalau nanti hujan lagi dan ada petir, takut kesamber petir karena ga ada tempat berteduh. Hahaha… parno. Selain itu, pohon-pohonnya semakin jalan kelihatan semakin seram. Huhu… Akhirnya, setelah saya merengek-rengek meminta pulang, Enche pun kembali mencari jalan beraspal. Kami pun kembali ke jalan yang benar. Haha…
Sebenarnya tidak ada binatang buas di daerah ini, adanya Quokka, binatang marsupial asli Australia yang mirip marmut.
Keasyikan jalan-jalan, tidak terasa sudah hampir sunset dan kami pun belum menemukan tempat yang pas untuk sunset. Untungnya, di detik-detik terakhir, kami menemukan spot yang lumayan meski harus berlari-lari terlebih dahulu karena takut tidak keburu tiba di lokasi.
Lalu bagaimana dengan sunrise?
Kami bangun jam 4 pagi untuk bersiap-siap menuju tempat sunrise. Tempat ini belum terkenal di kalangan fotografer. Jadinya, sewaktu kami tiba di lokasi sunrise, kami hanya bertemu satu fotografer yang membawa tripod.
Jika ingin mengunjungi tempat ini dan menjelajah serta foto-foto, saran saya minimal menghabiskan 2 malam di tempat ini.
Kami juga sempat mendaftar ke tur setempat dan ikut program tur sehari. Kami dibawa singgah ke Yanchep National Park dan bertemu Tuan Kanguru yang pemalu dan Nona Koala yang pemalas.
Selain itu, kami diajak ke Lancelin Sandunes untuk bermain sandboarding.
Sejak mengenal fotografi, kami baru kali ini ikut tur wisata jalan jalan yang bukan fotografi. Kesannya? Kami selalu merasa waktu yang diberikan untuk setiap kunjungan tidaklah cukup bagi kami untuk mengambil foto. Kami selalu peserta terakhir yang kembali ke bus. Ah.. malunya 🙂
Di hunting ini, beberapa foto saya rusak akibat memory card sering sharing pemakaian di kamera yang berbeda. Sebaiknya jika ada beberapa kamera, masing-masing kamera memiliki memory cardnya sendiri. Selain itu, belilah merk yang sudah terjamin kualitasnya.
Untuk jalan-jalan pribadi, bagi saya DSLR pemula ini masih tidak merepotkan dan tidak terlalu berat untuk ditenteng. Kebetulan saya membawa tas selempang, sehingga ganti-ganti antar lensa kit dan lensa tele jadi gampang. Selain itu, saya merasa bahwa RAW di kamera Nikon paling gampang diedit warnanya di Lightroom.
NB : seluruh foto diambil dengan Nikon D5500 kecuali foto pertama dan foto ketujuh diambil dengan smartphone.
Sayangnya, kamera ini akhirnya harus dijual karena kelamaan menganggur di kantor. Bagi yang berminat bisa menghubungi saya di 0858 1318 3069. Kondisi masih sangat mulus sekali. 🙂 Kalau perlu cicilan bisa via Bukalapak.
Klo untuk skrg beli d5500 masih worth it kah ?
keren
Saya mau tanya untuk hasil gambar yg bagus dan tajam antara Nikon D90,d300s dan d5500 lebih baik mana ya?
Terimakasih Koh Enche Tjin
Minta saran nya dong, untuk d5500 ini, mending pake lensa 18-55 atau 18-140 ya? terima kasih
lebih fleksible 18-140
Maaf mau tanya soal lensa untuk nikon d5500,
Better beli lensa nikon af-s 35mm f/1.8G atau Sigma 30mm f/1.4 art?
Lbh better mana? Hasil foto lbh tajam yg mana?
Mohon pencerahan nya.
Terimakasih banyak.
GBU.
Foto nomer 2 yang ada bokehnya itu pakai lensa apa?
Nikon 35mm f/1.8
keren hasilnya, kalau trip seperti ini biar cepet settingnya AUTO atau pake manual sis, soalnya saya jg pake 5500
kebanyakan pakai mode Av/A/Aperture priority
Maaf oot, mau minta pendapat? Apakah saat ini fuji x100 secara spek masih realistis untuk dipakai sebagai kamera utama(harian)? Dan seandainya dibandingkan dengan xm1+xf27 kira” bagaimana? Trimakasih infofotografi
halo Om. tapi sayang tidak di bikin video vlog di YouTube Haha pdhl saya mendambakan review kamera kaya digitalrev di YouTube tp pake bahasa Indonesia. Krn kl pk bahasa Inggris lebih susah memahami.
Ko mending lensa sony 50mmf1.8 atau sigma 60mm untuk sony a6000? Thanks
Buat foto apa? Kalau foto portrait outdoor 60mm lebih ok, tapi kalau kadang indoor/gelap jg, bukaan f/1.8 akan sangat bantu.
dijualnya body only ci? kalo ama lensa kitnya berapa ci? thanks
Iya, kameranya saja 6.5 jt, sama lensa kitnya 7.25 jt.
udah laku yah? hehe
udah 🙂