≡ Menu

Ada apa dengan Covid-19? Kapan pandemi ini akan berakhir?

Sejak Presiden RI Jokowi mengumumkan ada dua pasien yang terinfeksi Coronavirus (Covid-19) tanggal 2 Maret 2020, mulai ada kesadaran bahwa ternyata warga Indonesia bisa terkena virus ini juga. Sebelumnya, banyak teori yang mengatakan warga Indonesia tidak akan kena karena hidup di daerah tropis, banyak minum jamu, jahe, atau berkulit sawo matang. Kesemuanya akhirnya tidak terbukti dan sampai tanggal 28 Maret 2020 ini, secara resmi sudah teridentifikasi lebih dari 1155 warga Indonesia yang terinfeksi, dan 102 orang sudah meninggal dunia karena Covid-19 ini.

Sebenarnya kalau mau jujur, pasien yang terinfeksi dan meninggal dunia jauh lebih banyak, karena volume tes di Indonesia masih sangat sedikit dan hanya diprioritaskan ke kalangan tertentu, juga tidak sedikit yang meninggal duluan sebelum di tes.

Yang membuat saya tertarik untuk menulis tentang ini adalah banyaknya hoax atau kabar simpang siur yang beredar, misalnya ada yang bilang kalau berpikiran positif dan punya imun tubuh yang kuat bisa tidak terkena infeksi virus ini, atau jika tidak sakit tidak perlu memakai masker, dan sebagainya.

Asal muasal Covid-19

Untuk memahami virus ini, kita harus tau asal muasal dan bagaimana cara penyebarannya. Menurut riset, virus ini berasal dari kelelawar yang diperdagangkan di pasar seafood dan binatang liar di Wuhan, China. Dari kelelawar terus pindah ke manusia, dan kemudian dari manusia ke manusia lainnya. Virus ini kemudian menginfeksi saluran nafas dan paru-paru dan menyebabkan pneumonia (radang paru) dan akhirnya diketahui oleh pemerintah China di akhir Desember 2020 dan beberapa hari kemudian mengabarkan ke WHO.

Jumlah pasien di kota Wuhan makin meningkat dan kemudian meluas kota-kota lain di provinsi Hubei, dan bahkan ke luar negeri termasuk ke negara ASEAN. Tapi sampai awal bulan Februari 2020 di Indonesia belum ada satu kasus pun, padahal negara tetangga misalnya Singapura, Malaysia dan Thailand telah melaporkan adanya kasus ini. Hal tersebut memicu ahli epidemiologi dari Universitas Harvard, Marc Lipsitch, menduga virus ini sudah sampai di Indonesia, tapi belum terdeteksi. Tapi peringatan ini membuat Menteri Kesehatan RI meradang.

“Itu namanya menghina, wong peralatan kita kemarin di-fix-kan dengan Duta Besar Amerika Serikat (AS). Kita menggunakan kit-nya (alat) dari AS,”

ujar Terawan seusai rapat di Kantor TNP2K, Kebon Sirih

Akhirnya pada tanggal 2 Maret 2020, Presiden RI mengumumkan ada dua pasien yang terinfeksi. Mereka terinfeksi karena ada kontak dengan warga negara Jepang di acara dansa, dan kemudian contact tracing dilakukan dan beberapa orang yang terduga dikarantina/isolasi. Tapi seiring waktu berjalan, ternyata virus telah menyebar lebih luas, bukan hanya dari WNA ke orang lokal, tapi sudah local-based transmission, alias ke sesama orang Indonesia.

Saat saya menulis ini, berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah seperti himbauan social distancing, yaitu menjauhi kerumunan, dan mengambil jarak setidaknya 1.5-2 meter dari orang lain. Kawasan wisata, alun-alun tempat banyak orang berkumpul ditutup dan sekolah diliburkan di berbagai kota besar di Indonesia, tapi sepertinya upaya-upaya ini belum cukup karena pasien-pasien baru terus berdatangan dan angka kematian semakin meningkat. Berita dan testimonial menunjukkan bahwa rumah sakit kewalahan mengatasi pasien yang bertambah jauh lebih banyak daripada yang sembuh.

Cara penularan virus

Coronavirus (Covid-19) adalah virus baru, maka sering disebut juga Novel Coronavirus (Novel artinya baru), jadi belum ada obatnya. Untungnya angka kematian akibat virus ini tidak besar, sekitar 2-3%, meski demikian, angka ini jauh lebih tinggi daripada flu biasa yang dibawah 1%.

Tapi kemampuan virus ini menyebar dari orang yang satu ke lain sangat besar. Ada tiga cara penyebaran virus ini. Yang pertama lewat droplet, yaitu tetesan kecil yang keluar dari tubuh penderita lewat bersin dan batuk. Jaraknya sekitar 1-2 meter. Karena itulah warga dihimbau untuk melakukan social distancing, supaya kalau ada orang yang didekat kita bersin, karena kita berjarak, maka droplet tersebut tidak bisa mencapai kita.

Droplet itu kalau kena ke baju, atau kulit tangan, itu tidak membahayakan, karena tidak ada reseptor virus disana. Tapi kalau kemudian tangan kita menyentuh mata, hidung atau mulut, maka virus yang berukuran kira-kira 5 mikron ini bisa masuk ke dalam tubuh dan menginfeksi saluran pernafasan kita.

Ada himbauan yang mengatakan yang mengunakan masker hanya untuk orang sakit, tujuannya untuk mencegah orang yang terinfeksi kalau bersin dan batuk bisa menularkan ke orang lain. Dengan mengunakan masker, maka droplet akan tertahan di dalam masker. Tapi sepertinya ini bukan himbauan yang bijak, karena orang yang tidak sakit jika tidak mengenakan masker, akan lebih mudah tertular karena hidung dan mulut mereka tidak diamankan.

Maka itu, mengenakan masker di tempat umum sangat penting, karena dengan mengenakan masker, kita bisa mengurangi kemungkinan masuknya virus lewat hidung dan mulut asalkan kita mengenakannya secara benar. Sedangkan mata bisa dilindungi dengan mengunakan kacamata.

Maka dari itu banyak tenaga medis baik dokter dan perawat yang tidak mengunakan masker dan APD (Alat Pelindung Diri) di awal wabah banyak yang terjangkit virus ini. Juga di negara-negara dimana masker tidak biasa dipakai lebih banyak jatuh korban, misalnya di Amerika Serikat dan Eropa khususnya Italia dan Spanyol.

Selain itu, keunikan dari Covid-19 ini adalah 20% dari penderita tidak menunjukkan gejala, dan tidak mengetahui dirinya penderita dan jika tidak mengunakan masker, akan menularkan ke orang lain yang sehat.

Beberapa negara Asia yang pernah menderita karena wabah virus flu seperti SARS dan MERS, seperti Hongkong, Taiwan dan Singapura, rakyatnya telah berpengalaman dan terbiasa mengunakan masker dan jika kita lihat datanya tingkat penularannya lebih sedikit, padahal secara geografis lebih dekat dengan epicenter pandemi.

Maka dari itu saya kurang memahami himbauan mengapa hanya orang sakit yang perlu mengenakan masker. Apakah karena persediaan masker di Indonesia terbatas atau adakah penyebab lainnya?

Penularan kedua adalah melalui sentuhan ke permukaan yang ber-virus. Misalnya seorang pasien bersin dan dropletnya kena ke tangannya, kemudian menyentuh gagang pintu, virusnya pindah kesana. Jika kemudian orang yang sehat menyentuh gagang pintu tersebut dan menyentuh hidung/mulut, orang yang sehat itu bisa terinfeksi. Memang, virus tidak bisa bertahan lama di permukaan benda mati, tapi menurut penelitian sementara, virus bisa bertahan cukup lama, bahkan berhari-hari di permukaan berbahan logam. Karena itulah yang paling aman adalah sering mencuci tangan supaya virus tidak menempel di tangan.

Penularan ketiga paling berbahaya yaitu aerosol transmission. Penularan ini terjadi biasanya di dalam suatu ruangan yang tertutup yang berisi banyak orang. Jika seorang penderita mengeluarkan droplet dari tubuh, baik saat berbicara, bernyanyi, bersin atau batuk, bisa saja virusnya yang hanya 5 mikron terbang ke udara mengikuti arah angin dari AC kemudian menjangkiti banyak orang disekitarnya.

Penularan jenis ini terjadi di sebuah gereja besar di kota Daegu, Korea Selatan, yang akhirnya menjangkiti lebih dari 5000 orang. Kejadian yang sama juga terjadi pada acara Tabligh Akbar di Malaysia yang dihadiri oleh puluhan ribu orang, yang pada akhirnya menjangkiti lebih dari 900 orang. Maka itu, berkumpul di tempat yang berisi banyak orang terutama di ruangan tertutup seperti restoran, aula, dan tempat ibadah saat ini dihimbau keras untuk tidak dilakukan selama pandemi ini belum teratasi dengan tuntas.

Gejala pasien

Gejala pasien yang dilaporkan cukup bervariasi, tapi yang utama adalah demam, batuk kering tanpa dahak yang terus menerus, dan sesak nafas. Sesak nafas yang mengarah ke pneumonia ini sering diderita pasien yang terinfeksi cukup parah karena virus Covid-9 ini menyerang paru-paru.

Alasan utama mengapa virus ini menyebar sangat cepat adalah karena sekitar 20% yang terjangkit tidak menunjukkan gejala-gejala apapun (asymptomatic) tapi bisa menularkan ke orang lain. Makanya itu orang-orang yang punya riwayat berhubungan dengan orang yang positif, atau pernah ke negara dengan kasus Covid-19 yang banyak, perlu melakukan isolasi diri selama 14 hari karena itu adalah masa inkubasinya.

Belakangan ditemukan hal yang menarik yaitu ditemukannya 30% orang yang terjangkit virus ini kehilangan rasa dan bau (sense & taste), tapi ini perlu diteliti lebih lanjut.

Pasien yang telah dinyatakan sudah sembuh juga harus berhati-hati, karena ada kasus dimana setelah tujuh hari, pasien tersebut di tes kembali dan ternyata virusnya muncul kembali.

Obat dan vaksin

Sampai saat ini belum ada obat dan vaksin untuk mengobati atau mencegah penyakit akibat virus ini. Vaksin sedang dibuat di berbagai negara, tapi paling cepat membutuhkan waktu 18 bulan, membutuhkan biaya yang sangat besar (milyaran US$) itupun kalau lancar-lancar saja. Ilmuwan yang telah menemukan vaksin ini, juga perlu membuat vaksin-nya dan melakukan vaksinasi di negaranya dulu, dan proses tersebut mungkin akan menunda peredaran vaksin ke seluruh dunia.

Obat juga belum ada, meskipun beberapa tempat mengklaim bahwa ada beberapa obat seperti Viagra (biasa untuk disfungsi ereksi), Chloroquine (obat anti malaria), Avigan (anti-virus buatan Fujifilm), Kaletra (anti HIV-Aids) dan Remdesivir (obat Ebola) bisa jadi alternatif pengobatan meskipun ke-efektivitasnya belum teruji secara klinis dan masing-masing punya efek samping.

Di beberapa negara seperti di Singapura, ada dokter yang berinovasi dengan cara mengambil plasma darah dari mantan pasien yang telah sembuh untuk dimasukkan ke pasien yang masih sakit dengan harapan supaya pasien yang masih sakit bisa terbantu dengan antibodi yang masuk ketubuhnya untuk memerangi virus ini.

Berapa persen angka kematian dan bagaimana distribusinya?

Sampai saat ini, yang paling beresiko adalah orang tua, terutama yang berusia diatas 60 tahun. Alasannya karena hal ini penyakit ini belum ada obatnya, maka kesembuhan tergantung dari kuatnya imun / ketahanan tubuh. Anak muda yang memiliki sistem imun yang masih kuat biasanya hanya mengalami gejala-gejala yang ringan, dan sembuh dengan sendirinya dalam waktu 7-14 hari.

Tapi seiring usia bertambah, sistem imun berkurang, dan meningkatkan kemungkinan virus ini menginfeksi paru-paru dan membuat pasiennya sesak nafas dan akhirnya meninggal.

Tapi bukan berarti yang berusia dibawah 60 tahun akan aman, karena jika memiliki comorbid, atau ada penyakit penyerta kronis yang diderita, seperti penyakit jantung, diabetes, kanker, atau penyakit lainnya yang mewajibkan penderitanya memakan obat berjenis steroid atau yang menurunkan imun tubuh, maka itu dapat menyebabkan komplikasi dan menyebabkan kematian.

Perokok berat juga akan lebih beresiko karena zat nikotin yang menumpuk di paru-paru akan memperparah kondisi jika virus sampai sempat masuk ke dalam.

Untuk yang berusia muda, tentunya mungkin akan merasa virus ini tidak ada apa-apanya dan tetap tidak mematuhi himbauan seperti mengunakan masker di tempat publik, tidak menjaga kebersihan dan mendatangi kerumunan massa dan sebagainya. Anak muda mungkin berpikir kalaupun terkena virus tapi imun tubuh akan melenyapkannya dengan cepat.

Meski pemikiran tersebut rasional, tapi anak muda yang sedang terjangkit virus, bisa menularkan ke orang lain, terutama ke keluarga atau teman yang mungkin berusia lanjut, atau memiliki penyakit kronis lain (comorbid) yang mana sistem imun di tubuhnya sudah terkompromikan. Kalau itu terjadi, dapat berakibat fatal.

Kapan wabah/pandemi Covid-19 ini akan berakhir?

Pandemi ini akan berakhir tentunya setelah ditemukan vaksin dan semua orang di dunia sudah divaksinasi sehingga virus ini tidak bisa menjangkiti manusia lagi. Tapi seperti yang saya tulis diatas, membuat vaksin membutuhkan waktu yang cukup lama, paling cepat 18 bulan.

Supaya virus ini bisa terkendali cara yang efektif adalah berusaha memutus rantai transmisi. Kita tau bahwa cara penularannya adalah melalui antar manusia, maka dengan social distancing, isolasi diri, maka virus tidak bisa menjangkiti orang lain. Jika semua di dunia ini taat, maka dalam waktu 14 hari virus bisa hilang dengan sendirinya.

Tapi kenyataan yang terjadi berbeda, di Italia, beberapa minggu lalu, masih banyak orang yang berkerumun di tempat umum, meskipun pemerintah sudah melakukan karantina wilayah (lockdown) sehingga penyebaran masih terjadi. Setelah adanya peraturan yang tegas dan denda yang besar dan ancaman penjara, baru rakyat Italia mengikuti aturan.

Demikian juga di Indonesia. Meskipun pemerintah sudah menghimbau untuk mengurangi mobilitas penduduk, tapi di berbagai tempat masih ramai, dan mobilitas antar wilayah seperti mudik/pulang kampung masih marak dilakukan. Ujaran pejabat, selebriti, influencer dengan tagar #dirumahaja sepertinya belum dianggap serius oleh banyak orang.

Di negara lain, seperti di China yang menerapkan yang disebut orang barat “Draconian Rules” yang artinya mengunakan gaya represif, seperti penduduknya tidak diperbolehkan meninggalkan rumah mereka, dan jika ada anggota keluarga yang terinfeksi virus atau dicurigai, maka negara bisa secara paksa menjemput mereka dan mengisolasi orang tersebut supaya tidak menulari orang lain. Setiap orang yang dalam karantina, wajib mengunakan aplikasi khusus dan melaporkan gejala mereka dua kali setiap hari dan keberadaan lokasi mereka dimonitor secara ketat. Jika tidak melapor atau keluar dari zona wilayah, langsung akan ditindak. Di sisi lain pemerintah bertanggung jawab menyediakan makanan dan air minum ke wilayah yang terkena lockdown. Saat ini, China telah berhasil menekan angka infeksi baru dan angka kematian dan sudah beberapa hari terakhir sudah tidak ada orang yang terinfeksi di Wuhan, asal virus ini muncul pertama kalinya. Lockdown kota Wuhan akan dibuka tanggal 8 April 2020.

Kasus Covid-19 sempat meroket di China dipertengahan Februari, tapi berkat kebijakan yang sangat ketat membuatnya berhasil memutus rantai transmisi virus Covid-19

Karena perbedaan budaya, tradisi dan kepemimpinan, masa pembasmian virus ini tidak akan sama. Misalnya jika gaya pemerintah China diterapkan di negara yang demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia seperti di negara barat, hal itu dapat memicu pergolakan sosial.

Ada kemungkinan virus ini akan terus “keluyuran” sampai ditemukannya vaksin. Hal itu wajar, tapi yang penting adalah meskipun ada pasien baru yang terjangkit, tapi harus diimbangi juga dengan yang sembuh supaya tenaga medis dan rumah sakit yang sangat terbatas kapasitasnya bisa melayani pasien baru tersebut. Kondisi yang seimbang ini sering disebut upaya flatten the curve.

Di Korea Selatan yang kasusnya tiba-tiba meledak di kota Daegu, memiliki strategi yang sedikit berbeda. Pemerintah menjalankan contact tracing dan tes secara masif supaya bisa mengindentifikasi siapa yang terjangkit, yang mana yang tidak. Sampai 25 Maret 2020, Korsel telah melakukan lebih dari 324.000 tes. Jumlah yang sangat banyak untuk negara yang populasinya hanya sekitar 50 juta orang. Hebatnya Korsel bisa mengeluarkan hasil dalam waktu 6 jam saja, bandingkan dengan Indonesia yang membutuhkan dua hari atau lebih.

Pemerintah selanjutnya melakukan kontrol ketat dengan mewajibkan orang yang terjangkit dan dalam karantina untuk isolasi diri dan melaporkan gejala yang dirasakan dua kali setiap hari melalui applikasi khusus di ponselnya. Meskipun kebijakan pemerintah Korsel lebih longgar dari China karena tidak melakukan karantina wilayah atau lockdown, tapi Korsel sejauh ini berhasil meratakan kurva / flatten the curve dalam jangka waktu satu bulan.

Korsel (kanan) telah berhasil menurunkan jumlah pasien ke jumlah yang bisa diatasi, sedangkan Iran belum karena kasus baru setiap harinya masih meningkat

Skenario terbaik adalah harapan bahwa Flu Covid-19 ini sama dengan virus flu lainnya, yaitu mematikan di kondisi musim dingin sampai semi, tapi kemudian menghilang sendiri di musim panas di bulan Mei-Agustus terutama di bagian bumi utara, dan pindah ke bumi selatan (Australia, New Zealand). Tapi teori ini belum bisa terbukti karena di kawasan tropis seperti Indonesia, penyebaran cukup pesat ditandai oleh peningkatan pasien baru dengan jumlah yang cukup besar.

Apa yang kita & pemerintah RI bisa lakukan?

Jika diibaratkan kita dalam kondisi perang, bebagai rakyat kecil, yang kita bisa lakukan adalah bertahan dengan sabar dengan cara #dirumahaja dengan berhenti berhubungan dengan orang lain dari jarak dekat, dengan harapan rantai transmisi bisa terputus.

Kedua adalah dengan memberikan informasi yang benar, bukan hoax kepada lebih banyak orang supaya bisa memahami penyakit ini lebih utuh sehingga muncul sense of urgency yang sulit mengingat kebiasaan sebagian besar orang Indonesia yang santai dan sering menyepelekan masalah kecuali sudah sangat besar.

Untuk pemerintah, tentunya harus mengambil tindakan menyerang dengan melakukan lebih banyak pengujian kepada orang-orang yang memiliki gejala dan juga orang-orang yang sempat berhubungan dengan pasien yang terjangkit. Dengan mengidentifikasi orang yang positif, kita baru bisa merawat dengan mengisolasi orang tersebut sehingga tidak menularkan ke orang lain.

Kebijakan karantina wilayah (lockdown) adalah dilema bagi pemerintah RI saat ini, jika strategi yang murah (himbauan) tidak berhasil, maka karantina wilayah mau tidak mau harus dilakukan seperti di Italia atau China untuk setidaknya memperlambat laju penularan ke daerah-daerah yang sistem perawatan kesehatannya belum siap mengatasi lonjakan pasien dan alat medis seperti ventilator, obat-obatan untuk merawat pasien yang kritis tidak tersedia.

Karantina wilayah bisa lebih mahal karena pemerintah wajib menyantuni rakyat miskin supaya tidak kelaparan saat mereka tidak bisa bekerja, dan roda ekonomi akan berhenti, mengurangi pendapatan negara. Tapi kebijakan ini dapat menyelamatkan banyak nyawa, tidak hanya pasien tapi juga tenaga medis yang dalam hal ini adalah tentara yang sedang berperang di garis depan.

Jika pemerintah tidak mampu menjalankan teknis membagikan kebutuhan pokok kepada rakyat kecil dengan merata dan adil, masalah sosial lain bisa muncul, seperti kegaduhan dan demonstrasi besar-besaran yang mengganggu jalannya pemerintahan. Oleh sebab itu, karantina wilayah harus diterapkan dengan hati-hati. Jika pemerintah tidak mampu, perusahaan, yayasan atau individu yang mampu harus ikut dilibatkan untuk membantu meringankan beban pemerintah, salah satu yang penting menurut saya adalah menyiapkan dan mendistribusikan makanan selama masa karantina.

Yang tidak kalah penting rakyat yang mampu jangan panic buying, karena jika membeli dalam jumlah banyak atau menimbun, maka yang terjadi adalah barang habis atau harga menjadi tinggi sekali, alhasil rakyat yang tidak mampu tidak bisa membeli dan menimbulkan kecemburuan sosial, ujung-ujungnya memicu kerusuhan dan penjarahan. Percayalah, apabila kita membeli makanan secukupnya, maka semua akan kebagian.

Akhir kata

Virus Covid-19 ini biarpun hanya berukuran 5 mikron saja, bukan sesuatu yang boleh kita remehkan. Dalam tiga bulan saja sudah mengubah bukan hanya satu-dua negara, tapi bisa dibilang telah mengubah dunia. Setelah pandemi ini berakhir, dunia tidak akan sama lagi. Sebagian besar negara-negara di dunia akan mengalami kemunduran, tapi berapa tahun kebelakang tergantung prilaku kita semua, dan kebijakan pemerintah sebagai pemimpin.

Kejadian beberapa bulan belakangan ini mengajarkan bahwa sifat angkuh, bebal dan menyepelekan virus ini berakibat fatal. Apapun yang terjadi, ekonomi negara akan mundur beberapa tahun, bahkan jika dibiarkan begitu saja bisa jadi mundur satu atau dua dekade ditambah jatuhnya banyak korban jiwa yang seharusnya bisa diselamatkan. Sebaliknya, dengan kerendahan hati, kesabaran dan kegigihan, mudah-mudahan setelah pandemi virus ini usai, bangsa kita selamat dan bangkit menjadi pemenang.

Artikel selanjutnya: Apakah Lockdown atau karantina wilayah solusinya?


Selama wabah Covid-19 jika pembaca ingin belanja #dirumahaja bisa via toko online seperti Tokopedia, Bukalapak atau Shopee

Jika tertarik dengan fotografi, silahkan kunjungi artikel kami yang lain di blog ini atau di youtube Infofotografi

About the author: Enche Tjin adalah pendiri Infofotografi, seorang fotografer, instruktur fotografi, penulis buku dan tour photography organizer. Saat ini, ia bertempat tinggal di Jakarta. Temui Enche di Instagram: enchetjin

{ 9 comments… add one }
  • Hartono Kurniawan Halim March 29, 2020, 11:39 am

    Tulisan yang lengkap, alurnya mengalir dengan bagus sekali….. Hanya saja, sekarang para petugas kesehatan di rumah sakit-rumah sakit sangat kekurangan APD, bukan saja di Indonesia tetapi juga diseluruh dunia karena konsumsinya melebihi kapasitas produksinya, termasuk masker. Memang cara yang terbaik adalah setiap orang mengenakan masker agar jangan menulari dan juga jangan tertular yang hasilnya juga ikut membantu mengurangi jumlah penularan virus agressive ini. Tapi karena di Indonesiapun sedang dalam situasi kekurangan persediaan masker, alangkah bijaksananya bila pada saat ini orang-orang yang sedang sakit sajalah yang mengenakannya. Biarlah para petugas medis yg sedang berjuang digaris depan dapat mendapatkan jatah masker yg terbatas persediaannya ini. Hal yang sama juga berlaku pada penggunaan sarung tangan latex. Janganlah orang-orang biasa ikut-ikutan latah mengenakannya shg petugas medispun sulit mendapatkannya. Yang penting kita harus menjaga jarak, sebisa mungkin tinggal dirumah, hindari menyentuh wajah, kerap mencuci tangan dengan sabun, menjaga kebersihan, jangan menimbun persediaan, berbagi dan berempatilah dengan kesulitan orang lain, dan jangan ikut-ikutan menebar hoax…
    Semoga pandemi yg disebabkan virus SARS-CoV-2 ini cepat berlalu….
    May God bless all our good efforts..

    • Enche Tjin March 29, 2020, 11:50 am

      Trims sudah mampir pak Hartono. Semoga keluarga Focus Nusantara semuanya sehat selalu.

  • Asli March 29, 2020, 9:38 am

    Mantaf ko infonya

  • Komar March 29, 2020, 6:32 am

    Dari semua bacaan tentang Covid 19. ini salah satu yang paling lengkap dan jelas. Justru munculnya di blog fotografi.

    Mantap Ko Enche… thanks

    • Enche Tjin March 29, 2020, 11:01 am

      Haha, ironis ya? Ya saya lihat situs berita kan infonya secuil2 dan simpang siur, belum lagi WA grup yang sharing2 info2 yang aneh2. Jadi sekalian saya rangkum bersama yang sesuai fakta. Kebetulan masih dirumah aja jadi sempat nulis lebih panjang.

Leave a Comment