≡ Menu

Review singkat lensa supertele Canon RF 800mm f/11 IS STM

Dahulu di era DSLR, tidak bisa lensa dibuat dengan aperture kecil misal f/8 karena akan menyulitkan sistem auto fokus, dan gambar yang tampak di jendela bidik juga jadi agak gelap. Maka itu dulu lensa telefoto terpaksa dibuat sangat besar dan mahal, demi menjaga bukaan besar setidaknya sampai f/5.6. Tapi kini di era mirrorless, dimana jendela bidik adalah elektronik, dan auto fokus bisa bekerja dalam keadaan agak gelap, maka lensa tele bukaan kecil bisa dibuat untuk menekan harga jual dan juga ukurannya.

Belum lama ini Canon melalui sistem kamera mirrorless full frame RF meluncurkan lensa supertele unik dengan harga terjangkau, yaitu RF 600mm dan RF 800mm f/11. Bagaimana penjelasan teknis dibalik lensa tele dengan bukaan sekecil f/11 ini pernah saya buat artikelnya disini. Kami berkesempatan mencoba salah satu lensa dari duo lensa tele Canon ini, yaitu RF 800mm f/11 IS STM.

Canon R5 dan RF800mm f/11

Beberapa hal yang saya temui dari lensa RF 800mm ini :

  • lensa ini bisa dipendekkan untuk disimpan, dan mesti dipanjangkan sebelum dipakai
  • memakai desain double-layer Diffractive Optics (DO) 
  • tidak punya mekanisme aperture, jadi tidak bisa stop down ke f/16 misalnya (dan untuk apa juga kan)
  • ring filter depan 95mm
  • ada 4 stop IS, sangat membantu bagi lensa tele (secara teori 1/50 detik masih bisa tajam, dalam praktek bisa bervariasi)
  • motor fokus jenis STM yang silent tapi tidak secepat motor USM
  • tidak bisa fokus dengan jarak dibawah 6 meter
Pada sisi kiri lensa ada tuas memilih range fokus, tuas mode fokus dan tuas IS (Stabilizer). Tampak juga putaran Lock-Unlock untuk memanjangkan lensa (untuk dipakai) atau memendekkan lensa (untuk disimpan)

Sebagai bagian dari lensa RF, lensa RF 800mm ini juga dirancang untuk kompatibel penuh dengan kamera Canon EOS R seperti R, RP, R5 dan R6. Di bagian ring lensa ada yang berwarna perak dan itu adalah control ring seperti lensa RF lain, bisa untuk atur ISO, kompensasi eksposur dll. Sedangkan ring yang lebih besar adalah manual fokus elektronik (by wire) yang jadi ciri lensa dengan motor fokus STM. Sayangnya karena desainnya yang bisa dipanjang-pendekkan, maka lensa berbobot 1,2 kg ini tidak weathersealed.

Dipakai untuk potret, perlu dipahami kalau kita mesti mengambil jarak yang lumayan jauh dengan subyek, bila terlalu dekat maka hasilnya akan terlalu close up seperti foto ini. Perhatikan juga efek kompresi perspektif dari lensa tele tampak nyata dalam foto ini.

Ketajaman lensa ini termasuk baik, diuji di Canon R5 yang sensornya 45MP memang f/11 itu sudah masuk zona difraksi (foto jadi kurang tajam akibat megapiksel sensor terlalu tinggi dan bukaan lensa terlalu kecil), namun hasil foto masih tampak cukup detail (mestinya kalau lensa ini dicoba di EOS RP atau EOS R5 akan memberi hasil yang lebih tajam). Foto yang didapat kadang ada yang tampak soft tapi ternyata setelah di cek itu akibat memakai ISO sangat tinggi, misal di keadaan kurang cahaya atau ingin memakai shutter sangat cepat. Tapi intinya secara optik lensa ini masih termasuk lumayan tajam.

Normalnya lensa ini lebih aman dipakai di shutter 1/200 detik saja dengan mengaktifkan IS, supaya masih bisa terhindar dari ISO sangat tinggi. Saya mencoba dengan shutter 1/200mm berkat IS hasilnya masih tajam (tanpa IS dengan lensa 800mm kita perlu minimal 1/800 detik). Namun di keadaan agak gelap, akibat ISO sangat tinggi membuat hasil foto menjadi kurang detail dan agak noise.

Pagi hari belum terlalu terang, 1/1000 detik dengan ISO 10.000

Sebagai info, meski auto fokus tetap berfungsi normal, namun dengan lensa 800mm ini area fokus di kamera berkurang menjadi hanya di tengah saja. Meski dimungkinkan untuk memasang RF 1,4x atau 2x extender (menjadikan lensa ini makin panjang lagi), tapi dalam kenyataannya jadi kurang praktis karena aperture efektif akan mengecil dan memperparah efek difraksi lensa.

Shutter 1/1600, f/11 (tentu saja) dan ISO 1250

Intinya teknologi kamera mirrorless membuka hadirnya lensa baru yang tak terpikirkan untuk dibuat sebelumnya, seperti lensa dengan bukaan f/11 ini. Dampaknya, lensa jadi murah, ringan dan tetap bisa dipakai dengan normal. Apalagi adanya bantuan IS dan motor STM makin membuat pengalaman memakai lensa super tele ini tetap asyik, tanpa kuatir foto blur bila shutter dibawah 1/800 detik, atau kuatir kesulitan mencari fokus. Apalagi kamera full frame masa kini punya rentang ISO yang sangat luas, jadi f/11 bila pun hasilnya masih gelap, bisa dibantu dengan ISO ekstra tinggi. Itulah manfaat dari perkembangan teknologi sensor di kamera modern. Anda yang suka travel dan suka foto dengan lensa supertele, saatnya untuk pertimbangkan sistem RF ini..

About the author: Erwin Mulyadi, penulis dan pengajar yang hobi fotografi, videografi dan travelling. Sempat berkarir cukup lama sebagai Broadcast Network TV engineer, kini Erwin bergabung menjadi instruktur tetap untuk kursus dan tour yang dikelola oleh infofotografi. Temui dan ikuti Erwin di LinkedIn dan instagram.

{ 1 comment… add one }
  • Jaliteng December 22, 2020, 1:45 pm

    Di era 80an pernah ada lensa minolta AF mirror 500mm f8 utk kamera SLR minolta dynax/maxxum dan lensa tsb sdh autofokus. Klo lensa prime yg aperturenya fix tdk bisa di setel2 mending dibikin versi mirrorlens saja supaya bobot jd ringan juga ukuran lensa menjadi kecil seperti yg pernah dibuat oleh minolta tsb. Toh sama2 tdk bisa main diafragma

Leave a Comment