≡ Menu

Review Sony A7S III – Hasil penantian selama 5 tahun

Seri kamera Sony A7S merupakan kamera yang dirancang lebih untuk videografi, dan A7S generasi ketiga ini cukup lama masa pengembangannya yaitu selama lima tahun. Lima tahun bukan waktu yang singkat dan tentunya banyak peningkatan dari Sony A7S II.

Sensor yang digunakan tetap 12MP dengan arsitektur BSI yang lebih cepat dan di kondisi gelap lebih baik, dan dual processor Bionz XR untuk memproses data video dan memungkinkan perekaman video 4K 120p 10 bit 4:2:2 internal dan Full HD 240p, bisa juga merekam 4K RAW secara external.

Desain kamera

Secara desain, A7S III mengikuti Sony A7 lainnya yaitu seperti kamera DSLR dengan jendela bidik di bagian atas kamera dan dengan pegangan yang cukup besar. Yang berbeda di A7S III adalah adanya layar LCD yang bisa diputar ke samping dan segala arah, dan sedikit lebih tebal dari A7R IV karena A7S sudah mengunakan full size HDMI port.

A7S III juga punya dual card slot, tapi bedanya bisa menerima kartu CF Express Type A selain SD Card biasa. Jendela bidik optiknya merupakan desain baru dengan resolusi 9 juta titik dan perbesaran 0.91x menjadikannya paling besar dan detail di kamera mirrorless saat ini. Bagi yang mengunakan kacamata, ada opsi zoom out 33% supaya bisa melihat lebih jelas sampai ke ujung-ujung frame.

Untuk menu, ada perubahan yang besar dari seri Sony Alpha sebelumnya, karena sekarang sudah bisa touch-menu dan organisasi menunya mengunakan sistem vertikal daripada horizontal. Ada kode warna dan sub menu sehingga memudahkan untuk mencari menu item.

Sony A7S III untuk fotografi

Karena kamera ini hanya memiliki 12MP, maka A7S III jarang dilirik oleh fotografer, karena banyak pilihan yang lebih baik dari Sony misalnya lini Sony A7R atau dari brand lain yang resolusinya lebih besar. Sebenarnya resolusi 12MP cukup baik untuk media sosial seperti instagram, tapi tidak untuk cetak foto ukuran besar (lebih besar dari 60cm).

Dynamic range kamera ini di ISO rendah sangat baik, bagian shadow saat foto pemandangan bisa diterangkan sampai sekitar 4 stop tanpa penurunan kualitas yang berarti. Ini tentu merupakan kabar gembira bagi yang suka motret di kondisi kontras tinggi.

Foto oleh Irwan Soenario @seansideup
Foto oleh Irwan Soenario @seansideup

Bagi yang ingin hasil foto atau video dengan warna dan tonal yang sudah “matang” dari kamera, tersedia Creative Look sebagai pengganti Creative Style. Ada 10 Creative look yang tersedia diantaranya ST, NT, PT, dll. Perbedaan dengan Creative Style adalah pilihan adjustment/ fine tune yang lebih kaya, misalnya kita dapat mengubah Highlight shadow, Fade, Sharpness, Clarity dari 0-9 tingkat.

Pilihan untuk merekam format file HEIF yang lebih bagus dari JPG tapi tidak lebih besar juga tersedia dalam dua mode, HEIF 4:2:2 dan HEIF 4:2:0.

Sony A7S III untuk Videografi

Untuk videografinya spec yang ditawarkan A7S III sangat tinggi karena dapat merekam 4K 120p 10-bit 4:2:2 internal, selain itu juga bisa merekam 16-bit RAW secara external via HDMI. Kelebihan utama lainnya yaitu kemampuan di low light. Dengan membatasi jumlah MP ke 12MP, ukuran pixel secara individu jadi lebih besar dan mampu merekam video di kondisi gelap (ISO 4000-25600) relatif bersih dari noise.

S-Log Gamma3 yang tersedia bisa di matching dengan lini kamera Cinema Sony. Base ISO untuk S-Log Gamma nya ISO 640, tergolong lebih baik daripada A7S II yang 1600 dan A7III yang 800, tapi tidak lebih baik dari A7R IV yang mulai dari ISO 500.

Sony A7S III juga punya alternatif kompresi baru XAVC HS yang lebih efisien 2 x kali lipat X-AVCS tapi dengan software tertentu.

Screenshot dari video oleh @seansideup (Irwan Soenario) no edit, no profile
Screenshot dari video oleh @seansideup (Irwan Soenario) no edit, no profile
Screenshot dari video oleh @seansideup (Irwan Soenario) no edit, no profile
Nonton video pembahasannya di Youtube Infofotografi

Autofocus

Sistem autofokus di kamera Sony tentunya sudah terkenal sejak Sony A6000 sampai Sony A7RIV, di A7SIII juga demikian, tapi ada peningkatan yaitu adanya touch tracking dan object tracking yang lebih terintegrasi. Kinerja autofokus saat video juga baik untuk kondisi terang maupun gelap seperti malam hari.

Satu hal yang menarik adalah pilihan AF transition speed dan subject shift sensitivity dimana videografer kini bisa mengatur hingga 7 step untuk transition speed untuk peralihan fokus yang lembut dan menyerupai manual fokus dengan tangan.

A7S III juga punya stabilizer lima axis di body (Steadyshot) dan pilihan electronic stabilizer. Tersedia pilihan active dan standard mode, yang menstabilkan footage video secara otomatis. Electronic stabilization di kamera lebih baik daripada secara software karena adanya gyro sensor yang menyematkan data ke dalam file video.

Videografer juga bisa merekam tanpa stabilization dan kemudian memproses stabilization di software khusus Sony yang bernama Catalyst Browser, software ini gratis dan kedepannya mungkin akan lebih banyak software editing yang dapat membaca dan memanfaatkan gyro data dari kamera Sony. Untuk hasil yang paling optimal, penggunaan lensa Sony sangat direkomendasikan terutama lini lensa Sony G-Master.

Kekurangan Sony A7S III

Tidak banyak yang bisa dikritik dari kamera ini, beberapa hal yang kami rasakan adalah kamera ini menjadi agak besar, sedikit lebih rumit dalam setting dan istilah-istilah di menu dan perlunya kustomisasi tombol supaya lebih mudah beradaptasi dengan antarmuka kamera.

Untuk fotografi, kamera ini hanya memiliki 12MP. Di tahun 2015 mungkin masih baik, tapi untuk 2020, dimana kamera full frame pemula rata-rata sudah 24MP, resolusi 12MP terasa kurang meskipun kinerja low light dan dynamic range-nya sangat baik.

Untuk file videonya, jika mengunakan kompresi Long GOP, untuk mengeditnya agak lambat dan patah-patah, perlu processor yang sangat tinggi specnya, untuk All I akan lebih mulus tapi ukurannya bisa 3 atau 4 kali lebih besar daripada Long GOP sehingga videografer perlu mempersiapkan memory card dan hard disk / SSD dengan ukuran besar. File S-Log Gamma3 Sony juga salah satu yang agak tricky untuk video editor, membutuhkan ketrampilan dalam post processing video untuk menghasilkan warna dan tonal yang diinginkan.

Untuk autofokus bekerja dengan baik dan cepat, tapi di beberapa keadaan misalnya backlight kadang kamera sulit mengunci fokus, tapi di kondisi normal aman. Performa autofokus juga akan tergantung dari kualitas motor fokus lensa yang digunakan.

Kesimpulan

Penantian lima tahun terbayar sudah di Sony A7S III. Dalam lima tahun belakangan Sony telah mendengar dan meriset dengan baik apa saja yang paling diinginkan oleh videografer masa kini. Tidak bisa dipungkiri bahwa Sony A7S III adalah salah satu kamera yang terbaik untuk videografi saat ini yang fleksibel untuk berbagai kondisi syuting.


Sony A7S III kini bisa didapatkan Blibli (tahap pre-order saat artikel ini ditulis)

About the author: Enche Tjin adalah pendiri Infofotografi, seorang fotografer, instruktur fotografi, penulis buku dan tour photography organizer. Saat ini, ia bertempat tinggal di Jakarta. Temui Enche di Instagram: enchetjin

{ 2 comments… add one }
  • Komar December 27, 2020, 10:00 pm

    Sebetulnya… ditengah perlombaan MP gila2an ini. Ada ngga sih ceruk pasar yang ramah dikantong, dalam artian kamera dengan MP sedikit, tapi harga terjangkau?Cuma bisa bermimpi kamera lowlight dengan harga murah… hahaha.
    Bahkan saya mungkin sangat bahagia punya kamera APSC 6MP yang low lightnya setara A7S diatas… (pasti murah karena APSC)

Leave a Comment