≡ Menu

Review Fujifilm X100V: Kamera candid generasi ke-5 yang makin mantap

Seri Fuji X100 merupakan kamera yang mengejutkan dari Fuji di awal tahun 2011. Kamera ini punya sensor APS-C dan lensa 23mm f/2 (ekuivalen 35mm) dan tidak bisa ganti lensa. Pada saat itu belum ada sistem kamera Fuji X yang bisa bertukar ganti lensa. Setelah kesuksesan X100 dipasaran, akhirnya Fuji mulai membuat sistem kamera Fuji X yang diawali dengan kamera X-Pro setahun setelahnya.

Kesuksesan Fuji X100 pada saat itu disebabkan oleh para street photographer merindukan sebuah kamera yang lumayan compact, tapi dengan desain jendela bidik optik ala rangefinder seperti kamera film jaman dulu. Harga X100 saat itu USD1200, di generasi ke-5 ini harganya USD1400, kalau di Indonesia saya dengar-dengar akan dijual dengan harga Rp21juta.

Saya sendiri belum sempat mencoba kamera X100 dari generasi pertama sampai ke-empat, terus terang karena saya membaca/mendengar banyak kekurangan terutama di kinerja autofokus dan kualitas lensa yang kurang baik di bukaan terbesar. X100 lalu diperbaharui secara berkala, dan kamera yang saya review ini sudah generasi ke-5. Artinya sudah banyak sekali peningkatan dibandingkan dengan X100 yang generasi pertama.



Tidak bisa dipungkiri bahwa yang menjadi daya tarik Fuji X100 termasuk yang generasi ke-5 ini adalah desainnya yang relatif simple dan ukurannya kecil, bobotnya juga tidak terlalu berat, dibawah 1/2 kg, menjadikannya mudah dibawa kemana-mana. Built-quality kamera ini sekarang mengunakan alumunium yang terkesan lebih kokoh dan mewah dibandingkan dengan magnesium alloy di kamera generasi sebelumnya.

ISO 1000, f/2.8, 1/250, Classic Negative
ISO 1250, f/2.8, 1/250, Classic Negative (sedikit di crop (kurang lebih menyerupai 50mm)
ISO 400, f/2.8, 1/250, Classic Negative
ISO 800, f/2.8, 1/250, Classic Negative

Kelebihan Fujifilm X100V

  • Pertama, lensa 23mm f/2 ini dirancang ulang, dengan memasukan 1 elemen aspherical lebih banyak membuat foto lebih tajam terutama di bukaan besar (f/2) dan fokus dekat.
  • Kedua, layar LCD kini bisa diputar ke atas untuk membantu foto low-angle dan high-angle. Fitur ini sering dicari street photographer supaya bisa mengkomposisikan lebih bagus dan bisa foto secara diam-diam lebih mudah. Untungnya lagi, tebalnya kamera tetap sama saat layar tidak ditekuk.
  • Ketiga, adanya film simulation Classic Negative dan Eterna, membuat membuat kamera ini lengkap film simulationnya, selengkap X-Pro 3.
  • Keempat, kamera ini sudah weathersealed, artinya bisa tahan air dan debu, tapi sayangnya bagian depan lensa harus mengunakan adaptor dan filter protector.
  • Kelima, sistem autofokus sudah ditingkatkan dan setara dengan kamera Fuji kelas atas lainnya seperti X-T3 dan X-Pro3, oleh sebab itu sudah mendukung face dan eye tracking.
ISO 250, f/8, 1/250, Astia
ISO 250, f/8, 1/250, Astia

Fuji X100 V juga punya kelemahan yang saya temukan beberapa hari ini, diantaranya

  • Tidak punya image stabilization baik di lensa maupun di body. Padahal ini akan cukup berguna saat motret dikondisi gelap atau saat merekam video.
  • Tuas On-Off yang terlalu longgar, membuat kameranya nyala tanpa sengaja.
  • Tidak punya D-pad (tombol empat arah dengan tombol ditengah). Sebagai penggantinya ada joystick kecil. Pilihan lain yaitu dengan touch swipe, fotografer bisa menyentuh dan mengeser layar ke empat arah untuk mengakses fungsi yang bisa diprogram sesuai kebutuhan.
  • Ukuran perbesaran/magnification jendela bidik optik cukup kecil, (.52x) sehingga tidak begitu enak digunakan dibandingkan dengan layar LCD. Cakupan jendela bidik juga hanya 95%, artinya kita akan mendapatkan gambar yang lebih lebar daripada yang diintip lewat jendela bidik.

Pendapat tentang Fuji X100 V

Setelah mengunakan Fuji X100 V selama beberapa hari, saya cukup enjoy mengunakannya untuk street photography. Kamera ini unik, tidak seperti kamera lain, jadi sebelum membeli, tentu perlu mempertimbangkan beberapa hal, misalnya kamera ini tidak bisa ganti lensa dan jarak fokal lensanya ekuivalen 35mm. Jarak fokal ini tidak lebar, jadi untuk foto pemandangan yang lebar atau arsitektur tidak begitu cocok. 35mm ini cocok untuk memotret aktivitas manusia dari jarak yang cukup aman, sekitar 1.5-2.5 meter.

Soal ukuran dan berat meskipun jauh lebih kecil dan ringan daripada X-PRO 3 + lensa, tapi saya rasa kamera ini masih cukup besar dan berat dibandingkan dengan kamera bersensor APS-C lainnya seperti Ricoh GR III yang punya lensa lebih lebar (28mm) dan bisa dikantongi.

Yang pasti X100 tidak bisa kecil karena punya jendela bidik hybrid (optik dan electronik), juga punya built-in flash. Terus terang, saya hampir tidak pernah mengunakan jendela bidik karena ukurannya relatif kecil, dan saya merasa layar LCD sudah cukup detail, apalagi sekarang bisa ditekuk.

Ketiadaan tombol empat arah yang diganti dengan joystick dan operasi layar sentuh tentunya bisa jadi polemik diantara Fuji X shooter. Sebagian mungkin senang, tapi mungkin juga ada yang merasa kehilangan. Karena perasaan “tactile” saat menekan tombol berbeda dengan layar sentuh atau mengunakan joystick.

Bagian belakang Fuji X100V tanpa D-pad tapi ada joystick

Soal sistem autofokus meski sudah ada peningkatan, saya merasakan juga masih ada sedikit jeda/lag dalam mengunci fokus baik subjek bergerak maupun diam dibandingkan dengan kamera-kamera kekinian. Mungkin bukan masalah di sistem autofokus tapi lebih ke motor lensanya.

Terlepas dari keluhan saya soal pilihan desain Fuji, kualitas gambar yang dihasilkan menurut saya sangat baik di kelas APS-C. Mungkin salah satu yang terbaik di kelasnya, baik di ISO rendah maupun tinggi (6400), gambar masih terlihat tajam dan warna yang bagus, hanya akan terlihat noise (bintik-bintik) yang cukup jelas. Tapi jika dibandingkan dengan kamera bersensor full frame generasi yang sama, kamera full frame menghasilkan detail yang lebih baik.

Saya juga menyukai film simulation baru dari Fuji yaitu Classic Negative. hasil fotonya menyerupai hasil kamera film di masa lalu. Cirinya bagian yang terang misalnya warna kulit, langit, atau tembok putih menjadi sedikit kekuningan, seperti sepia. dan bagian yang gelap (black & shadow) tidak benar-benar gelap tapi jadi seperti dark gray (abu-abu tua). Film simulation ini cocok untuk foto-foto di tempat-tempat kuno seperti kawasan kota tua atau pasar tradisional.

ISO 640, f/4, 1/250
ISO 1000, f/5.6, 1/250, Classic Negative
ISO 800, f4, 1/250, Classic Negative

Satu fitur penting khas X100 lainnya yang perlu saya bahas yaitu flash sync speed-nya yang mencapai 1/1000 detik di f/2, 1/2000 di f/4-16 dan 1/4000 di f/8-16. Flash sync yang tergolong sangat cepat ini berkat desain leaf shutter dan dengan ditambah dengan fitur Built-in ND filter 4 stop, kita bisa berkreasi dengan flash/strobist kondisi yang sangat terang tanpa masalah. Catatan bahwa ND filternya hanya untuk fotografi saja, tidak berlaku saat merekam video.


Perbandingan dengan kamera compact lainnya

Fuji X100 V yang kemungkinan akan dijual dengan harga Rp21 jutaan ini mungkin akan dibandingkan dengan kamera lain seperti Ricoh GR III, Sony RX1R II atau Leica Q2 karena punya lensa fix yang tidak bisa diganti. Dibandingkan dengan kamera-kamera tersebut, Fuji bisa dibilang berada ditengah-tengah. Bukan yang termahal dan terbaik, tapi juga bukan yang terkecil.

Dibandingkan dengan kamera compact yang bisa zoom, seperti Leica D-Lux 7 atau Sony RX100 VII, tentunya Fuji ini beda sekali. Ukuran Fuji X100 jauh lebih besar dan tidak bisa zoom, tapi kualitas gambarnya lebih oke karena sensornya lebih besar dan punya jendela bidik optik.

ISO 2500, f/4, 1/250, Acros
ISO 1250, f/4, 1/250, Acros
ISO 320, f/6.5, 1/250, Acros

Kesimpulan

Bagi saya, Fuji X100 V merupakan kamera yang paling menarik yang diluncurkan Fuji di awal tahun 2020 (kamera yang lain X-T200 dan X-T4). Kamera ini unik dan setelah diperbaharui secara berkala menjadi lebih matang dan up-to-date. Yang paling saya sayangkan adalah tidak ada stabilizer di kamera ini, tapi pada praktiknya, kamera ini menyenangkan untuk digunakan, terutama bagi fotografer yang berpengalaman di travel/street photography.

Fuji X100V juga tersedia dalam warna perak/silver

Bagi teman-teman yang ingin membeli atau belajar mengunakan kamera Fuji bisa menghubungi kami di WA 0858 1318 3069. Atau langsung periksa jadwal pelatihan dan panduan e-book.

Saksikan juga video review kamera Fuji X100V di Youtube

Spesifikasi Fujifilm X100V

  • 26MP X-Trans APS-C sensorLensa 23mm f/2 (ekuivalen 35mm)
  • Shutter: 1/4000-900 detik (Mechanical), 1/32000-900 detik (Electronic)
  • ISO 80-51200
  • Hybrid Phase & Contrast detect autofocus
  • Kecepatan foto berturut-turut: sampai dengan 10 foto per detik (mechanical), 20 foto perdetik (electronic)
  • Kualitas video: 4K/30p, Full HD 120p
  • Jendela bidik elektronik: 3.67 juta titik, magnifikasi 0.5x, cakupan 100%
  • Jendela bidik optik: magnifikasi 0.52x, cakupan 95%
  • Layar LCD: 1.6 juta titik, 3 inci, layar sentuh
  • Built-in flash & hot shoeBuilt-in mic input port
  • 1 SD card slot
  • Dimensi: 128 x 74.8 x 53.3 mm
  • Berat: 478gram

About the author: Enche Tjin adalah pendiri Infofotografi, seorang fotografer, instruktur fotografi, penulis buku dan tour photography organizer. Saat ini, ia bertempat tinggal di Jakarta. Temui Enche di Instagram: enchetjin

{ 11 comments… add one }
  • Dwi July 12, 2020, 6:07 pm

    Mau nanya, antara Sony RX100VII dengan Fuji X100V mana yg lebih baik utk kelengkapan fitur dan gambar? Saya sedang mencari kamera traveling minta rekomendasi nya , terima kasih

    • Enche Tjin July 12, 2020, 8:16 pm

      RX100 punya lensa zoom, jadi lebih praktis saat traveling, tapi kalau soal kualitas gambar bagus X100V, biasanya yang pakai X100 fotografer yang lebih berpengalaman dan suka dengan lensa fix ekuivalen 35mm.

  • Ivan February 23, 2020, 11:54 pm

    Om Enche, mohon pencerahan kalau utk street photography dan arsitektur, lebih baik x100v, fuji xe3 ya (+ lens 27mm) atau Ricoh GR iii? Kira2 yg mana yg IQ nya paling tajam, dan direkomendasi om Enche utk? Thx

    • Enche Tjin February 24, 2020, 12:50 am

      Untuk street dan arsitektur saya lebih rekomen yang GR III karena lensanya lebih lebar dan bisa diperlebar dengan wide converter (jadi 21mm).

  • faisal February 19, 2020, 10:16 pm

    Om mau nanya foto bapak jaket merah MU sama ibu lagi naek motor di pasar itu available kah atau pake flash?

    ada kena edit atau langsung dari kamera ?

    makasih om

    • Enche Tjin February 21, 2020, 2:15 pm

      Gak pakai flash tapi ada cahaya matahari yang bersinar lewat celah-celah tenda di pasar. Langsung dari kamera dengan film simulation Classic Negative yang baru.

  • Dilan February 17, 2020, 11:13 am

    Saya baca artikel ini dengan pelan-pelan dan meresapi, karena saya emang lagi nunggu2 x100v ini dijual resmi di indonesia.
    Thanks infofotografi telah mereview lebih awal.. Benar2 sangat membantu..

  • Hari February 17, 2020, 8:38 am

    pada dasarnya zoom bisa diganti dengan crop atau tidak koh?

    • Enche Tjin February 17, 2020, 2:27 pm

      Cropping atau digital zoom mengurangi megapixel atau detail dan persepsi ketajaman.

  • ags February 15, 2020, 6:17 pm

    mohon pencerahan suhu om enche/ om erwin sy lagi galau mau minang a7ii atau xh1, menurut para suhu kira2 mana yg lebih worth (kebutuhan foto/ video = 60/40)
    tks sblmnya..

Leave a Comment